Jakarta, CNBC Indonesia - Sebagian kecil bank pesimis akan dapat mencapai pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) sesuai rencana bisnis bank (RBB) 2024. Hal ini terungkap dalam Laporan Hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (SOBP) triwulan IV-2024.
Hasil survey menemukan bahwa pesimisme itu utamanya disebabkan oleh faktor pertumbuhan kelas menengah ke bawah yang masih terbatas sehingga pertumbuhan pendapatan melambat, yang berpengaruh baik pada permintaan kredit maupun pertumbuhan DPK. Selain itu, para bank responden mengatakan persaingan suku bunga yang cukup ketat antar bank menjadi salah satu faktor pesimisme pencapaian target.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai kondisi saat ini adalah persaingan untuk mendapatkan likuiditas. Ini disebabkan oleh tren suku bunga acuan yang sudah mulai turun, namun diprediksi bakal bertahan, bahkan ada kemungkinan naik lagi.
"Ini membuat persaingan untuk memperoleh likuiditas di bank itu menjadi tidak mudah. Untuk itulah persaingan bunga, mau tidak mau itu masih tetap terjadi di perbankan kita," kata Trioksa saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (26/11/2024).
Tantangn tersebut kemudian semakin dipersulit dengan fenomena menurunnya daya beli masyarakat terutama yang di kelas menengah.
"Namun, bila memungkinkan bank perlu menjaga jangan sampai kinerjanya menurun. Itu menurut saya sih masih tergolong cukup bagus. Itulah kenapa yang membuat kinerja bank 2024 ini agak lebih rendah dibanding tahun sebelumnya," imbuh Trioksa.
Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) Efdinal Alamsyah mengakui bahwa pihaknya juga merasakan kondisi yang serupa.
"Betul, memang ada tantangan yang masih harus dihadapi oleh perbankan hingga akhir tahun ini, meskipun beberapa indikator menunjukkan perbaikan," ujarnya saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (26/11/2024).
Menurutnya, SOBP triwulan IV-2024 yang menunjukkan adanya pesimisme dari beberapa bank terhadap target pertumbuhan kredit dan DPK merupakan refleksi dari tantangan ekonomi saat ini.
Efdinal memaparkan sejumlah strategi yang ditempuh pihaknya untuk memenuhi target RBB 2024.
Untuk penyaluran kredit, OK Bank berupaya mengoptimalkan pertumbuhan kredit di segmen strategis dan resilience. Kemudian, bank itu berkolaborasi dengan fintech dan e-commerce untuk memperluas akses pembiayaan dan tabungan.
Untuk pendanaan, OK Bank melakukan diversifikasi produk dengan meluncurkan program tabungan dengan insentif seperti bonus bunga atau hadiah yang menarik. Selanjutnya, memperkuat layanan digital, seperti mobile banking dan internet banking, untuk memberikan kenyamanan dan efisiensi kepada nasabah.
Efdinal mengatakan, OK Bank juga terus memperkuat basis dana murah (CASA) untuk mengurangi ketergantungan pada dana mahal.
"Terakhir meningkatan engagement dengan nasabah dengan berbagai program loyalitas dan penghargaan untuk meningkatkan retensi nasabah, seperti reward poin dan cashback," pungkasnya.
Beberapa bank memang telah menarik mundur target kinerjanya di tahun 2024. Seperti PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) yang pada pertengahan tahun ini sudah merevisi target pertumbuhan labanya menjadi sekitar 1% untuk akhir tahun 2024. Penurunan itu sangat signifikan dari target laba yang awalnya double digit sebesar 10% hingga 11%, sebagaimana tertera dalam materi analyst meeting per Juni 2024.
Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu mengungkapkan penyebabnya adalah tekanan biaya pendanaan atau cost of fund (CoF) yang terdongkrak oleh kenaikan suku bunga acuan. Maka demikian, ia mengatakan bank pelat merah itu lebih baik menurunkan target daripada tidak bisa memenuhi ekspektasi.
"Saya mendingan nurunin, tapi saya bisa deliver daripada saya janjiin, tapi saya nggak bisa deliver. Jadi, saya mesti realistis, cost of fund ini kan naik terus," ujarnya selepas acara Akad Massal KPR & KUR BTN di Perumahan Pesona Kahuripan 9, Kabupaten Bogor, Rabu (31/7/2024) lalu.
Sementara itu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk juga merevisi target batas bawah pertumbuhan kredit pada tahun ini. Direktur Utama BRI Sunarso memperkirakan bahwa risiko kredit pada kuartal II 2024 terbilang tinggi dengan pertumbuhan ekonomi moderat.
Profil risiko, kata Sunarso akan turun begitu memasuki kuartal III dan IV tahun ini. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi masih moderat.
Sunarso mengatakan bank masih memiliki likuiditas untuk menumbuhkan kredit pada tahun ini. "Dalam artian pasti kita akan pertahankan LDR dengan sehat, tapi bukan berarti kita ngerem kredit karena kredit kita tumbuh 10,9% artinya kita pertahankan kredit di double digit kita harus tetap mampu menumbuhkan kredit di level 2 digit meskipun BI rate naik," katanya.
BRI pun memasang target kredit lebih moderat dengan batas bawah yang lebih rendah, yakni 10%-12% secara tahunan. Sebagai informasi pada awal tahun, BRI mematok pertumbuhan kredit pada kisaran 11%-12% secara tahunan.
Adapun OJK mencatat pada September 2024, pertumbuhan kredit perbankan melambat menjadi 10,85% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp7.579,25 triliun. Sebulan sebelumnya, kredit perbankan tumbuh 11,40%.
Pada periode yang sama Bank Indonesia (BI) mencatat simpanan berjangka rupiah dan valuta asing (valas) tumbuh 4,6% secara tahunan atau year on year (yoy). Pertumbuhan itu turun dari sebulan sebelumnya sebesar 5,4% yoy.
Berdasarkan golongan nasabah, simpanan berjangka perorangan yang paling terpuruk, yakni tumbuh -2,7% yoy menjadi Rp1.442,7 triliun pada September 2024. Penurunan itu makin besar dari sebulan sebelumnya yang tumbuh -2,0% yoy.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Syarat UMKM Yang Bisa Dapat Kredit Baru Setelah Dihapus Tagih!
Next Article OJK Sebut Ada Tekanan ke Likuiditas Bank di RI, Ini Sebabnya