Jakarta, CNBC Indonesia - Pusat Kajian Strategis dan Internasional (Centre for Strategic and International Studies/CSIS) menilai bahwa meskipun pemerintah Indonesia telah mengucurkan berbagai insentif untuk mendorong adopsi kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) di dalam negeri. Namun nyatanya, hingga kini realisasinya masih jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Thailand.
Peneliti Departemen Ekonomi CSIS Indonesia, Deni Friawan mengatakan meski ada subsidi besar-besaran, seperti diskon Rp 7 juta untuk pembelian motor listrik, pembebasan pajak kendaraan tahunan, dan keringanan pajak lainnya untuk pembelian mobil listrik, namun tingkat adopsi EV di Indonesia faktanya masih belum signifikan.
"Nah ini kita lihat bahwa walaupun sudah dengan berbagi insentif adopsi EV masih rendah dan itu kalah jauh dari Thailand ataupun dari Singapura. Targetnya masih jauh dari target yang sudah kita tetapkan," kata Deni dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Ia lantas menyoroti beberapa tantangan utama yang menghambat percepatan transisi ke kendaraan listrik di Indonesia. Beberapa diantaranya seperti pemanfaatan teknologi dan ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai.
Adapun, pengembangan infrastruktur seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang belum merata menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan kendaraan listrik di dalam negeri. Selain itu, perubahan teknologi global juga menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia dalam beberapa tahun mendatang.
Pasalnya, saat ini teknologi baterai baru seperti Lithium Iron Phosphate (LFP) yang lebih murah mulai menjadi pilihan di pasar global. Hal ini bisa berdampak pada daya saing Indonesia yang masih fokus pada produksi baterai berbasis Nickel Manganese Cobalt (NMC).
"Dan yang kedua bahwa ada tantangan teknologi sekarang ada yang namanya LFP selain NMC dan ini murah. Jadi kalaupun kita punya reserve apakah ke depan akan seperti itu karena orang merasa karena ini sangat bergantung kepada Indonesia dan harganya mahal lebih mending ambil yang murah. Kalau teknologi mengarah ke sana atau ke hidrogen apa yang kita punya dan bangun sekarang bisa jadi useless yang harus kita perhatikan. Jangan terlalu fokus di sini," katanya.
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini: