Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun ini akan menjadi periode menantang bagi industri penerbangan, Mulai dari pengiriman yang terlambat dari raksasa dirgantara Amerika Serikat (AS), Boeing, hingga masalah rantai pasok.
Sudah satu tahun sejak panel pintu lepas dari Boeing 737 Max 9 yang dioperasikan oleh Alaska Airlines. Peristiwa ini memicu kembali badai pertanyaan tentang standar kualitas dan keselamatan Boeing.
Sejak saat itu, perusahaan telah melembagakan serangkaian perubahan, termasuk pelatihan tenaga kerja wajib dan peningkatan inspeksi. Boeing juga mengatakan telah meningkatkan sistem 'Speak Up' untuk mendorong karyawan melaporkan masalah di tempat kerja.
Namun hal ini masih tidak cukup salah satu pendiri firma konsultan penerbangan Boyd Group International, Mike Boyd. Ia menuturkan bahwa sanksi yang tegas bagi karyawan yang melanggar atau menimbulkan masalah bagi perusahaan harus terus ditegakkan.
"Seluruh dewan direksi seharusnya dipecat. CEO baru dan orang-orang baru di sana mengatakan mereka melakukan sesuatu, tetapi ini adalah masalah yang sangat dalam," ungkapnya kepada CNBC International, dikutip Kamis (9/1/2025).
Menurut Boyd, Boeing akan membuat para pelanggan setianya beralih ke rival nomor satunya asal Eropa, Airbus. Ini akhirnya akan membuat raksasa AS itu tersingkir dari persaingannya dengan Airbus di masa depan.
"Tanpa pengiriman pesawat dari Boeing, maskapai penerbangan seperti Southwest, Wizz Air, dan Ryanair bakal menghabiskan uang yang tidak ingin mereka keluarkan untuk merombak pesawat yang akan mereka pensiunkan. Jadi kencangkan sabuk pengaman Anda. Tahun ke depan akan sangat sulit."
Di luar operasional, Boeing juga menemui masalah keuangan. Diketahui, perusahaan itu belum memperoleh laba tahunan sejak 2018.
Perusahaan mengalami kemunduran produksi lagi setelah karyawannya memulai aksi mogok selama tujuh minggu yang berakhir pada bulan November. Hal ini diakibatkan para pekerja yang meminta kenaikan upah tambahan sebesar 38% karena melihat industri penerbangan yang mulai bergairah kembali pascapandemi Covid-19.
Walau begitu, Boeing masih berupaya untuk memfokuskan diri untuk memperkuat kembali citra keselamatannya. Diketahui, selai 737 MAX, Boeing juga sempat diterpa masalah keselamatan yang melibatkan produk badan lebarnya, 787.
"Ada selusin tindakan yang diambil Boeing pada tahun 2024, mulai dari perubahan kepemimpinan di jajaran direksi dan akuisisi Spirit AeroSystems hingga perluasan lokasinya di Carolina Selatan untuk meningkatkan produksi pesawat 787," kata seorang Juru Bicara Boeing.
Di luar Boeing, persoalan muncul dari kekurangan suku cadang hingga perawatan mesin. Analis independen di Sobie Aviation, Brendan Sobie, menuturkan bahwa persoalan-persoalan semacam ini mulai menyenggol seluruh ekosistem perusahaan yang ada di industri penerbangan.
"Ini adalah periode yang sangat sulit, dan tidak ada tanda-tanda nyata bahwa ini akan segera berakhir," katanya. "Ini adalah masalah yang akan memakan waktu bertahun-tahun, bukan satu tahun, untuk diselesaikan."
Sobie mengatakan maskapai penerbangan khususnya frustasi dengan masalah keandalan dan pemeliharaan di produsen mesin Pratt & Whitney dan Rolls-Royce. Tercatat, persoalan mesin memaksa banyak maskapai penerbangan, termasuk Hawaiian Airlines dan Spirit Airlines, menghentikan sebagian armada mereka.
"Mesinnya tidak ada. Wizz Air di Uni Eropa baru saja menghentikan 40 pesawatnya tahun ini," timpal Boyd dari Boyd Group International, mengamini pernyataan Sobie.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Industri Penerbangan RI Tak Baik-Baik Saja, Harga Tiket Dipaksa Murah
Next Article Boeing Masalah Lagi, 777X Setop Uji Terbang karena Kerusakan