Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak naik karena kekhawatiran pasokan yang dipicu oleh meningkatnya ketegangan geopolitik akibat perang yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina.
Berdasarkan data Refinitiv harga minyak mentah dunia acuan Brent tercatat US$73,07 per barel, naik 0,33% dari posisi sebelumnya. Sementara acuan West Texas Intermediate (WTI) naik 0,2% ke US$69,01 per barel.
Pada hari Rabu, Ukraina meluncurkan rudal jelajah Storm Shadow buatan Inggris ke Rusia, menandai penggunaan senjata baru dari Barat setelah sebelumnya meluncurkan rudal ATACMS buatan AS.
Moskow menyatakan bahwa penggunaan senjata Barat untuk menyerang wilayah Rusia jauh dari perbatasan merupakan eskalasi besar dalam konflik ini. Kyiv menyatakan bahwa kemampuan ini diperlukan untuk mempertahankan diri dengan menyerang pangkalan belakang Rusia yang digunakan untuk mendukung invasi Moskow, yang minggu ini memasuki hari ke-1.000.
Di sisi lain, stok minyak mentah AS naik sebanyak 545.000 barel menjadi 430,3 juta barel pada pekan yang berakhir 15 November, menurut Administrasi Informasi Energi (EIA). Angka ini lebih tinggi dibandingkan ekspektasi analis dalam survei Reuters yang memperkirakan kenaikan sebesar 138.000 barel.
Inventaris bensin pekan lalu naik lebih tinggi dari perkiraan, sementara stok distilat mencatatkan penurunan yang lebih besar dari yang diharapkan.
Menambah pasokan, perusahaan minyak Norwegia Equinor mengumumkan bahwa kapasitas produksi penuh di ladang minyak Johan Sverdrup di Laut Utara telah pulih setelah pemadaman listrik.
Sementara itu, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, mungkin kembali menunda peningkatan produksi saat mereka bertemu pada 1 Desember mendatang. Penundaan ini disebabkan oleh lemahnya permintaan minyak global, menurut tiga sumber OPEC+ yang akrab dengan diskusi tersebut.
OPEC+, yang memproduksi sekitar setengah minyak dunia, awalnya berencana untuk secara bertahap membalikkan pemotongan produksi dengan peningkatan kecil yang tersebar selama 2024 dan 2025. Namun, perlambatan permintaan dari China dan pasar global, ditambah dengan meningkatnya produksi dari luar kelompok ini, dapat menggagalkan rencana tersebut.
(ras/ras)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Rupiah Terus Melemah! Dekati Level Rp16.000 Per Dolar AS
Next Article Stok Minyak AS Berkurang, Harga Minyak Dunia Masih Stagnan