Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Gubernur Bank Indonesia kini sedang menggelar rapat penentuan arah suku bunga acuan BI Rate untuk periode November 2024. Kalangan ekonom menganggap DGBI memiliki ruang terbatas untuk memangkas suku bunga acuan hingga akhir tahun dari level saat ini sebesar 6%.
Head of Macro and Market Research Bank Mandiri Dian Ayu Yustina mengatakan, BI memiliki ruang untuk menurunkan satu kali lagi suku bunga acuannya sampai akhir 2024. Namun, keputusan itu dia anggap tidak akan terlaksana dalam RDG pada November ini.
Menurut Dian, sempitnya ruang penurunan suku bunga acuan BI pada November 2024 karena gejolak atau volatilitas pasar keuangan sangat tinggi setelah penyelenggaraan pilpres di Amerika Serikat (AS) pada bulan ini, yang hasilnya dimenangkan oleh Donald Trump.
"Kami sebenarnya masih melihat ada peluang satu kali lagi penurunan suku bunga tahun ini, tapi kalau untuk bulan ini mungkin belum karena kita lihat sejak hasil Pemilu AS keluar volatilitas di pasar keuangan itu agak meningkat," ujar Dian dalam program Power Lunch CNBC Indonesia dikutip Selasa (19/11/2024)
Indikasi tingginya gejolak di pasar keuangan itu tercermin dari pelemahan nilai tukar rupiah yang sempat tembus ke level Rp 15.850/US$ pada 14-15 November 2024 setelah sebelumnya pada 14-15 Oktober 2024 masih di posisi Rp 15.550/US$.
"Jadi kita lihat nilai tukar rupiah agak terdepresiasi, sehingga kami melihat untuk bulan ini masih memperkirakan BI stay dulu mempertahankan suku bunga nya di level sekarang," ucap Dian.
Trump dianggap pelaku pasar keuangan memiliki kebijakan yang dapat mengganggu tren penurunan suku bunga acuan global, termasuk bank sentral AS The Federal Reserve (Fed), salah satunya ialah kebijakan fiskal ekspansif.
"Kalau fiskal ekspansif biasanya timbulkan tekanan juga ke inflasi sehingga kalau kita lihat Federal Reserve hati-hati banget sekarang dalam melihat arah perkembangan, assessment outlook kebijakan ekonomi ke depan dan baru mereka akan pertimbangkan seberapa besar bisa turunkan suku bunga," ucap Dian.
Selain itu, Trump juga dikenal sebagai Presiden AS yang pada periode pertamanya dulu memimpin tak segan menyatakan perang perdagangan dengan negara mitra dagang utamanya untuk mencegah defisit perdagangan AS. Salah satunya dengan pengenaan tarif perdagangan yang tinggi.
"We have to admit Donald Trump sangat terkenal dengan kebijakan perang dagangnya dan saat pemilu juga ada jargon-jargon yang disampaikan bahwa dia akan kenakan tarif ke China 60%, ke negara-negara mitra dagang lainnya juga tidak akan lolos, juga akan kena tarif," kata Dian.
Berbagai kebijakan Trump tersebut kata dia pada akhirnya akan mempengaruhi pelemahan volume perdagangan dunia yang berimbas pada lesunya aktivitas ekonomi global. Maka, menjadi sulit bagi bank sentral dunia, termasuk Bank Indonesia untuk mencari ruang tren penurunan suku bunga acuan yang ekspansif ke depan, meskipun kebutuhan untuk menurunkan suku bunga saat ini sangat tinggi karena melemahnya laju pertumbuhan ekonomi.
"Jadi memang saat ini pilihan sulit karena sebenarnya pemerintah, bank sentral di seluruh dunia, sedang bersiap penurunan suku bunga untuk mendorong pemulihan ekonomi tapi kemudian ada risiko ini," ungkapnya.
Meski begitu, Dian menekankan, pemerintah dan BI memang ada keharusan untuk menurunkan suku bunga acuan saat ini mempertimbangkan kondisi perekonomian yang melemah di tengah tingginya gejolak stabilitas eksternal.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 hanya mampu tumbuh 4,95%, lebih rendah dari pertumbuhan kuartal II-2024 yang sebesar 5,11% maupun kuartal I-2024 yang tumbuh 5,05%, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS).
Dengan demikian, ia menganggap, BI masih punya ruang untuk menurunkan suku bunga acuan 25 basis point hingga akhir tahun menjadi 5,75%. Meskipun, keputusan itu masih harus bergantung pada hasil rapat dewan gubernur The Fed yang diselenggarakan pada Desember mendatang.
"Kalau kita lihat ruang penurunan agak terbatas karena volatilitas di pasar keuangan itu relatif meningkat. Jadi saya melihat 25 bps masih bisa tapi di akhir tahun dan ini BI maupun para analis pasti akan menunggu keputusan Federal Reserve dulu kemungkinan masih akan turunkan suku bunga pada FOMC di Desember," ujar Dian.