Catatan 5 Ekonom: PDB RI Melambat, Sinyal Waspada Menyala!

2 months ago 31

Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekonomi pada 2024 tumbuh sebesar 5,03% (yoy). Capaian ini lebih rendah dibandingkan target pemerintah sebesar 5,2%.

Plt. Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan komponen pengeluaran yang berkontribusi besar ke PDB adalah konsumsi rumah tangga (RT) dengan kontribusi 53,71% yang tumbuh 4,98%. Kemudian, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi mencatat kontribusi sebesar 30,12% dan pertumbuhannya mencapai 5,03%.

"Jika dilihat dari sumber pertumbuhan kuartal IV-2024 konsumsi rumah tangga masih menjadi sumber pertumbuhan pada sisi pengeluaran yaitu sebesar 2,62%," ujar Amalia dalam konferensi pers BPS, dikutip Kamis (6/2/2025).

Jika dikaji lebih dalam, angka pertumbuhan ini juga melambat dari realisasi tahun sebelumnya, yaitu 5,05%. Selain itu, pertumbuhan ekonomi ini tercatat yang terendah dalam tiga tahun.

Untuk memahami lebih lanjut mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia, berikut ini paparan 5 ekonom yang dirangkum CNBC Indonesia:

  • Celios

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai faktor pelambatan ekonomi ini dipicu oleh konsumsi rumah tangganya masih lemah atau underperformed. Hal ini karena ada tekanan dari sisi gelombang PHK di sektor industri padat karya.

"Dan masalah ini belum bisa terjawab dengan hilirisasi industri. Jadi hilirisasi mineral itu belum mampu mendorong sisi serapan tenaga kerja yang lebih berkualitas, lebih banyak dibandingkan sektor padat karya. Nah padat karya terpukul," tegasnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (5/3/2025).

Di sisi lain, dia melihat ada ganjalan buat masyarakat berbelanja, yakni proyeksi kenaikan beberapa tarif a.l. rencana kenaikan BPJS Kesehatan dan kenaikan PPN 12%. Ini tentunya menganggu persepsi konsumsi masyarakat.

"Jadi banyak dari masyarakat menengah atas itu hati-hati dalam berbelanja. Mereka menyiapkan dana simpanan yang lebih besar. Kemudian keempat, itu ada indikasi memang suku bunga meskipun mulai menurun tapi tetap relatif tinggi," paparnya.

Pada 2025, Bhima melihat kondisi yang dihadapi Indonesia akan lebih kompleks sehingga proyeksi pertumbuhan ekonomi hanya 4,7% - 4,9%. Salah satu penyebabnya adalah faktor global yang dipicu oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump.

"Trumpnya menggila, bahkan lebih menggila daripada Trump periode pertama," katanya.

Di sisi lain, pelemahan ekonomi akan dipengaruhi oleh rendahnya harga komoditas. Harga nikel di pasar global sudah jatuh 4% dibandingkan tahun lalu. Alhasil, mencari investasi di bidang hiirisasi pun bukan perkara yang mudah juga, tantangannya makin banyak.

Sementara itu, Bhima mengungkapkan efisiensi belanja pemerintah pada 2025 pasti berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi. Terutama di daerah-daerah karena pemangkasan dana Transfer Ke Daerah (TKD), Dana Desa itu bisa membuat serapan tenaga kerja lokal, vendor-vendor pengadaan barang jasa pemerintah daerah ikut melambat juga.

"Jadi kompleks tantangan dari dalam negerinya gitu," tegasnya.

    • CORE Indonesia

    Peneliti CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengungkapkan tren perlambatan ekonomi Indonesia dalam tiga tahun terakhir ini disebabkan oleh kondisi kelompok kelas menengah yang mengalami penurunan daya beli dalam beberapa tahun terakhir.

    "Padahal kita tahu bahwa kelompok kelas ini porsinya relatif besar dan tentu dia akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara agregatif," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (5/2/2025).

    Menurutnya, jika dibedah lebih dalam lagi penurunan kelas menengah, dipicu oleh tren deindustrialisasi yang terjadi terutama dalam beberapa tahun terakhir.

    Hubungannya, ketika deindustrialisasi terjadi artinya semakin sedikit peluang masyarakat untuk bisa masuk bekerja sebagai kelompok pekerja di industri manufaktur.

    "Sayangnya kelompok industri manufaktur di atas kertas seharusnya bisa menjadi instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang dan ketika masyarakat kesulitan untuk mengakses lapangan kerja di industri manufaktur maka mereka akan mencari tempat-tempat alternatif untuk mencari kerja," paparnya.

    Tak heran, pekerja informal semakin banyak. Padahal, pekerjaan informal sulit di sisi kesejahteraan untuk jangka menengah dan panjang.

    "Saya kira data pertumbuhan ekonomi di tahun lalu seharusnya sudah menjadi alarm bagi pemerintah terutama dalam mengejar target, apalagi kalau kita perhatikan tren pertumbuhan kuartalan juga di beberapa kuartal itu mengalami penurunan terutama untuk konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang terbesar," sambungnya.

    Dia menekankan penurunan pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga perlu menjadi perhatian pemerintah terutama dalam mendesain kebijakan pada tahun ini.

    Yusuf menegaskan inilah saatnya pemerintah mulai memikirkan cara untuk melakukan intervensi kebijakan agar kelompok PDB untuk konsumsi rumah tangga bisa didorong agar tumbuh lebih tinggi.

    "Tidak mudah memang apalagi kalau kita bicara tren di tahun lalu dan juga tadi permasalahan seperti relatif terbatasnya insentif bagi masyarakat," tegasnya.

    Yusuf pesimistis Indonesia bisa tumbuh di atas 5% pada tahun ini. Jika tanpa perubahan dari pemerintah, ekonomi Indonesia hanya akan berada di Kisaran 4,8% hingga 5,0% di sepanjang tahun.

    Adapun, Core Indonesia menilai industri manufaktur masih akan menjadi penopang ekonomi. Namun perlu diperhatikan bahwa manufaktur harus menjadi solusi permasalahan sosial ekonomi yang tengah dihadapi pemerintah, seperti misalnya pengangguran dan juga rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, tidak hanya dalam konteks kontribusi industri manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, tetapi

    "Terkait dengan industri manufaktur kami kira pemerintah juga perlu melihat kembali insentif investasi ataupun kebijakan yang berkaitan dengan investasi di industri manufaktur secara umum," tegasnya.

    Artinya fokus pemerintah tidak boleh hanya terbatas pada investasi untuk program hilirrisasi saja tetapi juga perlu diarahkan untuk mendorong realisasi investasi pada subsektor industri manufaktur yang punya kontribusi tidak kalah penting dalam hal ini. Misalnya, kata Yusuf, industri makanan dan minuman ataupun industri otomotif dan juga industri tekstil dan produk turunannya.

    • Bank Mandiri

    Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Andry Asmoro menegaskan pertumbuhan ekonomi 5,03% menandai perlambatan kedua berturut-turut dalam pertumbuhan ekonomi, setelah ekspansi sebesar 5,31% pada tahun 2022.

    Andry menilai kendati pertumbuhan PDB pada tahun 2024 lebih rendah daripada tahun 2023, sebagian besar komponen domestik termasuk konsumsi rumah tangga, investasi, belanja pemerintah, dan impor; mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi.

    Pertumbuhan ekspor, meskipun masih positif, tidak meningkat tajam seperti impor karena ekonomi global yang melambat. Hal ini mengakibatkan kontribusi ekspor neto negatif yang membebani kinerja PDB secara keseluruhan

    "Sebagian besar pengeluaran domestik termasuk konsumsi rumah tangga, investasi, belanja pemerintah, dan impor mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi; tetapi ekspor tumbuh pada kecepatan yang lebih lambat sehingga menyebabkan kontribusi net ekspor negatif yang membebani PDB," ungkap Andry dalam catatannya, dikutip Kamis (6/2/2025).

    Sementara konsumsi rumah tangga tetap stabil, Andry mencatat beberapa segmen masyarakat merasakan dampak dari perlambatan pertumbuhan upah, khususnya di sektor padat karya seperti tekstil dan manufaktur.

    "Sektor manufaktur terus menghadapi tekanan dari melemahnya permintaan global, khususnya dari Tiongkok dan mitra dagang utama lainnya. Hal ini tercermin dari pertumbuhan sektor yang lebih rendah sebesar 4,4% yoy pada tahun 2024, turun dari 4,6% pada tahun 2023," ungkapnya.

    Dengan demikian, permintaan eksternal yang lebih lambat membebani industri berorientasi ekspor Indonesia, yang menyebabkan hilangnya lapangan pekerjaan di sektor-sektor seperti elektronik.

    Menurut Andry, pemerintah mungkin perlu mempertimbangkan insentif sektoral atau langkah-langkah fasilitasi perdagangan untuk mendukung industri yang terdampak.

    Di sisi fiskal, belanja pemerintah yang lebih tinggi pada tahun 2024 memainkan peran penting dalam mempertahankan momentum ekonomi, khususnya melalui proyek infrastruktur dan program bantuan sosial. Namun, dia mengungkapkan dengan ruang fiskal yang terbatas saat ini, pendekatan belanja yang lebih terukur akan diperlukan ke depannya.

      • Indef

      Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menegaskan capaian pertumbuhan ekonomi tumbuh 5,03% secara keseluruhan pada 2024 menandakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami stagnasi jika dibandingkan dengan capaian di 2023. Jika stagnasi ini dibiarkan terus oleh pemerintah, maka ekonomi Indonesia akan sulit tumbuh lebih tinggi.

      Kepala Center of Industry, Trade, and Investment (CITI) Indef, Andry Satrio Nugroho, menegaskan bahwa tahun 2025 akan semakin sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen jika tidak ada langkah yang serius dilakukan oleh Pemerintah.

      "Indonesia saat ini mengalami tantangan struktural yang serius di mana dapat dilihat dari sisi daya beli masyarakat terus tergerus dan pelemahan industri yang cukup serius, sehingga dibutuhkan paket kebijakan stimulus untuk membangkitkan kedua hal tersebut," ungkap Andry.

      Oleh karena itu, INDEF menyarankan pemerintah perlu segera mengeluarkan paket kebijakan stimulus industri dan hilirisasi. Pertama, memastikan harga energi kompetitif dengan memberikan keringanan bagi industri untuk membayar listrik dan penyaluran Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sesuai dengan volume yang ditetapkan.

      Kedua, pemerintah harus menurunkan biaya logistik melalui penurunan tarif tol khusus bagi kendaraan logistik. Ketiga, pemerintah harus mengevaluasi kebijakan lartas dan perlindungan pasar domestik.

      Ketiga, pemerintah harus menurunkan pungutan dan iuran yang dibebankan kepada perusahaan serta mendorong pemberantasan pungutan liar yang marak terjadi. Terakhir adalah upaya mendorong penyaluran kredit bagi industri manufaktur dan mendirikan lembaga penjaminan investasi khusus bagi proyek-proyek hilirisasi.

      Indef juga mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi sektor manufaktur yang berperan sebagai pencipta lapangan kerja berkualitas pada 2024 hanya tumbuh sebesar 4,43%. Hal ini menegaskan bahwa sektor industri masih menghadapi berbagai kendala struktural.

      Indef mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret guna mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5% dan membuat pembangunan Indonesia menjadi lebih berkualitas dan inklusif. Kebijakan yang hanya berorientasi pada angka pertumbuhan tanpa memperhatikan kualitasnya akan menjadi bumerang di masa depan.

      Oleh karena itu, Indef menilai langkah-langkah strategis untuk menguatkan daya beli masyarakat, mendorong peran swasta, menarik investasi produktif, serta memperbaiki iklim bisnis harus menjadi prioritas utama pemerintah ke depan.

      • Bank Danamon

      Ekonom Bank Danamon Indonesia, Hosianna Evalita Situmorang menuturkan untuk tahun anggaran 2024, PDB tumbuh 5,03% yoy, sedikit di atas konsensus tetapi lebih rendah dari tahun anggaran 2023 sebesar 5,05%.

      Konsumsi swasta tumbuh 4,94%, berkontribusi 2,6% terhadap PDB. Belanja pemerintah melonjak 6,61% karena biaya terkait pemilu, dan investasi menguat menjadi 4,61% yoy. Ekspor tumbuh 6,51% yoy, dan impor naik menjadi 7,95% yoy. Sektor dengan pertumbuhan tinggi adalah jasa lainnya, transportasi-logistik, dan F&B-akomodasi.

      "Sektor-sektor ini menikmati manfaat dari mobilitas yang lebih tinggi pada tahun 2024. Meskipun demikian, kontributor terkuat terhadap pertumbuhan ekonomi tetap berada di sektor manufaktur," tegas Hosianna dalam catatannya, dikutip Kamis (6/2/2025).

      Dia pun memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh mencapai 5,1-5,2% pada kuartal I-2025. Hal ini didukung oleh pemangkasan BI-7DRR menjadi 5,75%, meningkatnya keyakinan konsumen yang diperkuat oleh diskon tarif listrik sebesar 50% ditambah kenaikan upah minimum sebesar 6,5%, dan Hari Raya Idul Fitri pada bulan Maret 2025.


      (haa/haa)

      Saksikan video di bawah ini:

      Video: Januari 2025, Aktivitas Manufaktur RI Kembali Meningkat

      Next Article Ekonomi Indonesia Bisa Capai 5,5% di 2025, Ini Syaratnya

      Read Entire Article
      Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|