Dipalak Preman Ormas, Bos Mebel Anggap Sedekah-Puji Dedi Mulyadi

5 days ago 11

Jakarta, CNBC Indonesia - Aksi pemalakan yang dilakukan oleh sejumlah organisasi masyarakat (Ormas) terhadap dunia usaha semakin menjadi sorotan. Tak sedikit pengusaha yang merasa terganggu dengan praktik ini, terutama menjelang Lebaran, permintaan Tunjangan Hari Raya (THR) kerap terjadi.

Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur menilai, meski terlihat sebagai persoalan kecil, aksi premanisme ini bisa berdampak besar pada iklim usaha di Indonesia.

"Kalau pemerintah belum bisa berbenah dengan urusan kecil seperti ini, bagaimana dengan yang lebih besar? Ini kelihatannya sepele, tapi bisa sangat mengganggu kinerja industri," kata Sobur kepada CNBC Indonesia, Kamis (27/3/2025).

Di sektor industri mebel sendiri, katanya, aksi pemalakan oleh Ormas tidak terlalu masif dibandingkan industri besar seperti tekstil. "Industri kita ini tingkat kekeluargaannya tinggi dan skalanya relatif kecil. Jadi, kalaupun ada Ormas yang meminta-minta, tidak sebesar yang terjadi di industri besar,"ungkapnya.

Namun, bukan berarti industri mebel terbebas dari praktik ini. Menurutnya, menjelang Lebaran, selalu ada saja pihak yang datang untuk meminta THR. "Ya ada saja. Kita kasih juga, sudah biasa. Tapi jumlahnya tidak besar," imbuh dia.

Saat ditanya berapa nominal yang biasanya diminta, Sobur mengaku tidak bisa memastikan karena jumlahnya bervariasi.

"Beda-beda. Kadang ada yang minta Rp500 ribu per orang. Ormas kan juga macam-macam, ada yang besar, menengah, dan kecil. Kadang juga masyarakat sekitar pabrik ikut meminta. Ya nggak apa-apa," jelasnya.

Namun, ketika ditanya apakah jumlahnya bisa mencapai jutaan rupiah, ia mengakui hal itu memang terjadi. "Iya, bisa jutaan. Tapi kalau sampai puluhan juta sih nggak sejauh itu," tambahnya.

Anggap Sedekah, Puji Dedi Mulyadi

Meski di mata hukum praktik ini bisa dikategorikan sebagai pemalakan, banyak pengusaha yang memilih untuk pasrah dan menganggapnya sebagai tradisi yang sudah berlangsung lama.

"Kami sih menganggapnya sebagai sedekah saja. Karena ini sudah jadi kebiasaan dari dulu," ujar Sobur.

Namun, ia menekankan, praktik ini sebenarnya mengganggu secara struktural, terutama bagi perusahaan yang tengah berupaya melakukan efisiensi. Dia pun memuji langkah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

"Makanya saya sangat mendukung tindakan pemerintah, seperti yang dilakukan Gubernur Jawa Barat, untuk menertibkan ini. Jangan sampai pemerintah sendiri yang justru ikut-ikutan meminta sumbangan ke pengusaha," tegasnya.

Lebih lanjut, Sobur turut menyoroti aksi premanisme dari oknum Ormas belakangan ini semakin meningkat dan dinilai meresahkan.

"Kalau melihat apa yang terjadi di lapangan, memang semakin terbuka dan meresahkan. Pemerintah harus lebih serius dan bertindak extraordinary," kata dia.

Namun, menurutnya, solusi tidak cukup hanya dengan tindakan represif. "Mereka itu bisa jadi malak karena tidak punya pekerjaan. Kalau pemerintah menyediakan lapangan kerja, ya bakal hilang sendiri praktik seperti ini," ujarnya.

Sobur menilai akar masalahnya adalah ekonomi yang melambat dan deindustrialisasi yang terus terjadi.

"Jangan cuma menekan mereka. Berikan solusi, buka lapangan kerja, dorong pertumbuhan industri. Karena industri ini yang menyerap tenaga kerja terbesar," tegasnya.

Ia pun berharap pemerintah bisa mengambil langkah strategis untuk menekan praktik premanisme, bukan hanya dengan tindakan hukum, tetapi juga dengan kebijakan yang menciptakan lebih banyak peluang kerja.

"Kalau cuma ditakut-takuti dengan ancaman hukum, ya mereka akan berhenti sementara. Tapi kalau akar masalahnya tidak diselesaikan, praktik ini bakal terus berulang," pungkasnya.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Ormas Palak THR Bikin Resah, Pengusaha: Bikin Takut Investor

Next Article Pengusaha Ekspor Mebel Bicara PPN 12%, Ingatkan Ancaman Efek Buruk

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|