Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini tengah melakukan evaluasi terhadap kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar US$ 6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri yang kemungkinan akan dilanjutkan. Terlebih, gas mempunyai peran penting sebagai sumber energi utama domestik.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Dadan Kusdiana mengungkapkan bahwa Indonesia masih menyimpan potensi gas bumi yang cukup besar untuk dikembangkan. Apalagi, belakangan ini banyak dijumpai temuan baru berupa sumber gas.
Oleh sebab itu, ia pun menekankan pentingnya gas sebagai sumber energi utama dalam negeri. Mengingat, gas dapat digunakan untuk pembangkit listrik, industri, kendaraan, hingga Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG).
"Gas juga sekarang dimanfaatkan, kalau secara jumlah ini paling atas, dimanfaatkan untuk industri. Sebagian besar ini diberikan harga khusus atau yang dikenal dengan harga gas tertentu, HGBT, dan ini sekarang kebijakannya juga sedang dikaji untuk dilanjutkan," kata Dadan
Menurut Dadan, dengan pemberlakuan HGBT, diharapkan pemerintah dapat mendorong dua hal positif sekaligus. Satu sisi keekonomian semakin membaik, sementara dari sisi emisi juga akan berkurang.
"Sehingga kita bisa mendorong dari dua sisi, satu keekonomiannya semakin baik, karena memang ada insentif dari sisi politik terkait harga, dan juga dari sisi emisi ini juga menjadi berkurang," ujarnya.
Sebelumnya, Indonesian Petroleum Association (IPA) berharap kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk tujuh sektor industri dapat tetap memperhatikan keekonomian lapangan migas. Hal tersebut menyusul kebijakan HGBT yang akan berakhir pada 31 Desember 2024.
Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong mengatakan, pada intinya industri hulu migas menilai, agar pasokan gas untuk industri berkelanjutan, maka diharapkan kebijakan baru dapat mempertimbangkan kondisi hulu. Terutama, selepas berakhirnya kebijakan HGBT pada tahun ini.
"Untuk kebijakan baru itu tolong dipertimbangkan keekonomian. Mungkin banyak orang yang bosan bilang saya ngomong keekonomian. Sebenarnya keekonomian dipantau sangat dekat oleh pemerintah," ujar Marjolijn usai Press Conference Road to IPA Convex 2024, Selasa (7/5/2024).
Menurut dia, selama ini para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) selalu bekerja sama dengan SKK Migas dan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi untuk membahas mengenai cost produksi suatu lapangan. Oleh sebab itu, kebijakan baru diharapkan dapat mempertimbangkan keekonomian lapangan.
"Sehingga baik supplier itu bisa jalan terus kan karena keekonomian tidak terganggu tetapi juga hilirnya dapat harga yang baik. Bagaimana itu kebijakan ya itu yang seharusnya dibicarakan di depan setelah 2024 ini," tambah Marjolijn.
(wia)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bangun Pabrik LPG 2 Juta Ton Demi Tekan Impor, RI Sudah Siap?
Next Article Enam Proyek Lapangan Minyak Baru RI Bakal Mengalir hingga 2028