Badung , CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan ada lima kesenjangan yang menyangkut perlindungan di wilayah Asia.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengungkapkan yang pertama adalah natural catastrophic gap atau bencana alam. Ia mengatakan selisih perlindungan bagi warga RI terhadap bencana alam masih tinggi, padahal berada di wilayah yang cukup rawan bencana.
''Kita baru punya [PT] Mypak, itu pun [asuransi untuk] gempa bumi. Kalau bencana alam lainnya Itu masih tidak secara masif, mau banjir, mau longsor, mau macem-macem itu, ya ada Badan Nasional Penanggulan Bencana, itu kan responsif, udah kejadian. Tapi kan Proteksinya. Indonesia kan di ring of fire. Jadi kan ini potensi kejadian bencana alam itu tinggi,'' ujar Ogi di Padma Hotel Legian, Rabu (21/11/2024).
Kesenjangan kedua adalah, mortality gap atau kesenjangan risiko kematian. Menurut Ogi, orang Indonesia secara umum belum mempersiapkan risiko kematian belum siap.
Ketiga, cyber protection gap atau kesenjangan dalam perlindungan risiko serangan siber. ''Kalau terjadi cyber attack dan sebagainya apa dilindungi itu.''
Keempat health protection gap atau kesenjangan perlindungan kesehatan. Ogi mengatakan banyak orang yang belum terjamin oleh asuransi. Walaupun banyak yang sudah mengikuti program wajib asuransi sosial seperti BPJSTK dan BPJS Kesehatan, Ogi mengatakan belum cukup jika tidak memiliki asuransi tambahan.
Kemudian yang terakhir adalah retirement saving gap atau kesenjangan kepemilikan dana pensiun (dapen).
Ogi mengatakan kelima kesenjangan itu harus ditekan. Dia bakal terus mengkomunikasikan agar masyarakat Indonesia bisa memiliki perlindungan yang memadai.
''Kepedulian protection gap itu yang lima itu, harus kita isilahnya mempersempit gap-nya. Narrowing the gap,'' imbuhnya.
Di Indonesia sendiri jumlah penerimaan manfaat pensiun atau imbal hasil dapen masih kecil, yakni sekitar 10%-15% dari penghasilan terakhir saat aktif bekerja. Belum lagi, sebanyak 57% hingga 58% pekerja sektor di informal masih belum mengikuti program dapen.
''Memang di Indonesia budayanya kan nanti pensiun tinggal sama anak. Makanya ada istilah sandwich generation, anak tanggung jawabnya orang tua. Harusnya kan kita menyiapkan. Ya anak pastilah budaya itu nggak bisa dihapuskan, sudah nilai kebudayaan kita. Tapi tetap aja masing-masing kita punya proteksi untuk menjelang kita pensiun seperti apa,'' pungkas Ogi.
Meskipun begitu, Ogi mengungkapkan diperlukan kepercayaan untuk menggaet orang bisa memiliki program dapen. Dari forum organisasi dapen dunia yang diselenggarakan OJK selaku tuan rumah di Bali, Ogi mendengar presentasi Zimbabwe yang menyebut trust and confidence sebagai kunci untuk mendorong dapen.
''Kesimpulannya paling penting adalah meningkatkan trust and confidence masyarakat. Kata kuncinya bagaimana meningkatkan trust, bahwa masyarakat Itu percaya dengan lembaga jasa keuangan, confident dengan lembaga jasa keuangan. Kalau udah percaya, menjadi suatu kebutuhan. Nah, kalau butuh nggak usah disuruh, juga ikut,'' terang Ogi.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Strategi Zurich Siapkan Produk Asuransi Berstandar Global
Next Article Pempol Protes Kasasi OJK, Ini Nasib Kresna Life Kalau CIU Dibatalkan