Ini Penjelasan Pajak Minimum Global yang Mengincar Google Cs

8 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia resmi menerapkan menerapkan global minimum tax atau pajak minimum global sebesar 15% pada tahun ini. Perusahaan multinasional, seperti Google, Microsoft dan lainnya, dipastikan akan menjadi salah satu objek pajak yang akan terdampak aturan ini.

Hal ini diperkuat dengan aturan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2024 terkait pengenaan pajak minimum global yang mulai berlaku pada tahun pajak 2025. Aturan ini diterbitkan pada pada tanggal 31 Desember 2024.

Penerapan ketentuan pajak minimum global merupakan bagian dari kesepakatan Pilar Dua yang digagas oleh G20 dan dikoordinasikan oleh OECD, serta didukung oleh lebih dari 140 negara. Saat ini, terdapat lebih dari 40 negara yang telah mengimplementasikan ketentuan tersebut, dengan mayoritas negara menerapkan pada tahun 2025.

Pajak minimum global merupakan wujud upaya negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, yang telah diusahakan bersama setidaknya dalam lima tahun terakhir.

"Inisiatif ini bertujuan untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat (race to the bottom) dengan memastikan bahwa perusahaan multinasional beromzet konsolidasi global minimal 750 juta Euro membayar pajak minimum sebesar 15% di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi. Ketentuan ini tidak berdampak bagi wajib pajak orang pribadi dan UMKM," Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, Jumat (17/1/2025).

Febrio menjelaskan dengan adanya ketentuan ini, praktik penghindaran pajak seperti melalui tax haven dapat dicegah. Kesepakatan ini kita sambut baik karena sangat positif dalam menciptakan sistem perpajakan global yang lebih adil.

Terlepas dari tujuan tersebut, apa sebenarnya pajak minimum global?

Dikutip dari artikel pegawai Ditjen Pajak Wisnu Saka Saputra, pajak minimum global adalah konsep di mana negara-negara sepakat untuk menetapkan batas minimum untuk tarif pajak perusahaan internasional, seperti Google, Meta dan lainnya. Langkah ini bertujuan untuk mencegah praktik perpindahan laba ke negara-negara dengan tarif pajak rendah atau nol, sehingga memastikan bahwa perusahaan membayar pajak sesuai dengan keuntungan yang mereka peroleh.

Kesepakatan ini lahir pada tahun 2021. Saat itu, dunia menyaksikan terobosan besar dalam upaya mengatasi masalah perpajakan lintas batas.

Negara-negara G20 dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) sepakat untuk menerapkan prinsip pajak minimum global sebagai langkah kritis untuk menanggulangi praktik perpajakan agresif dan perpindahan laba ke tempat dengan tarif pajak yang lebih rendah.

Sesuai kesepakatan, terdapat dua mekanisme pajak minimum global, pertama yaitu tingkat pajak minimum dan kedua top-up tax.

Tingkat pajak minimum telah disepakati dalam Pilar Dua GloBE oleh negara-negara peserta. Hal ini bertujuan untuk mencegah perusahaan multinasional menghindari pajak dengan menempatkan laba mereka di negara-negara dengan tarif pajak yang sangat rendah.

Kedua, top-up tax adalah kondisi jika perusahaan membayar pajak di negara dengan tarif pajak di bawah tingkat minimum yang disepakati, negara-negara lain dapat mengenakan "top-up tax" atau pajak tambahan untuk mencapai tingkat minimum tersebut.

Menurutnya, keputusan pemerintah Indonesia untuk menyusun rancangan peraturan mengenai pajak minimum global mencerminkan komitmen untuk berpartisipasi dalam upaya global untuk meningkatkan keadilan perpajakan dan mencegah praktik perpindahan laba yang merugikan.

Lantas, bagaimana perhitungannya?

Sesuai kesepakatan negara-negara G20 dan OECD, besaran tarif pajak minimum global ditetapkan sebesar 15%. Aturan pajak minimal ini dikenakan kepada perusahaan multinasional (MNE) dengan penghasilan lebih dari 750 miliar euro atau setara Rp12,7 triliun dalam satu tahun fiskal.

"Tarif yang disepakati untuk pajak minimum global ini sebesar 15% dari laba yang diperoleh MNE di setiap yurisdiksi perpajakan tempat barang atau jasanya dijual," tulis Wisnu Saka Saputra dalam artikel di situs Ditjen Pajak.

Dia mengungkapkan penerapan pajak minimum global akan mewujudkan keadilan hak perpajakan antara negara sumber dengan negara tempat perusahaan multinasional (MNE) berdomisili. Selain itu, penerapan pajak minimum global juga memberikan harapan bagi negara yurisdiksi pasar untuk meningkatkan kapasitas fiskal mereka melalui penerimaan pajak.

Namun, munculnya pajak minimum global berpotensi menciptakan masalah baru bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya. Pajak minimum global sebesar 15% membuat berbagai insentif fiskal yang diberikan oleh pemerintah untuk menarik investasi asing berupa tax allowance, tax holiday dan super deduction tax ineffective menjadi tidak efektif.


(haa/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video : Dirjen Pajak Bicara Transaksi Uang Elektronik Kena PPN 12%

Next Article Instansi dengan Gaji Tertinggi di RI Ini Buka 607 Formasi CPNS

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|