Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5%. Dengan keputusan ini, UMP DKI Jakarta diperkirakan mencapai Rp5,3 juta. Meski memberikan kabar baik bagi pekerja, kebijakan ini menuai berbagai sorotan, terutama dari kalangan pengusaha.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan, Jamsos, dan K3 DPP APINDO DKI Jakarta Nurjaman mengungkapkan kekhawatirannya terkait dampak kenaikan tersebut, khususnya pada struktur pengupahan di perusahaan.
"(Upah untuk karyawan baru) sudah tembus Rp5,3 juta sekian. Itu sudah tembus begitu. Ini orang yang baru masuk kerja, bagaimana orang yang masa kerja sekarang sudah 2 tahun ke atas, apakah mereka harus menerima upah yang sama? Ini bisa jadi bumerang. Nah ini yang mesti dipertimbangkan," ujar Nurjaman kepada CNBC Indonesia, Kamis (5/12/2024).
Nurjaman menekankan, filosofi UMP adalah sebagai upah minimum bagi pekerja dengan masa kerja di bawah 1 tahun, lajang, dan baru bekerja. Menurutnya, kenaikan UMP yang signifikan tanpa memperhatikan struktur pengupahan dapat menimbulkan ketidakseimbangan.
"Karyawan baru yang belum produktif, belum memiliki kompetensi, bahkan masih membutuhkan pelatihan, upahnya sudah tinggi. Kalau ini terjadi, bagaimana dengan karyawan lama? Mereka pasti merasa tidak dihargai, karena selisih upahnya kecil sekali," jelasnya.
Ia memperingatkan kondisi ini dapat memicu kecemburuan di kalangan pekerja. "Karyawan yang sudah bekerja 5-10 tahun, punya pengalaman dan kompetensi, akan mempertanyakan mengapa upah mereka hampir sama dengan yang baru masuk. Ini bisa menyebabkan gejolak di perusahaan dan bahkan menurunkan produktivitas mereka pekerja lama," tambahnya.
Kritik Kenaikan Upah Minimum Sektoral Provinsi
Selain UMP, ada juga Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) yang ditetapkan harus lebih tinggi dari UMP. Nurjaman menyoroti bagaimana kenaikan UMP yang besar juga akan berdampak pada UMSP dan skala upah lainnya.
"UMSP tentu lebih tinggi dari UMP, dan itu akan memengaruhi seluruh struktur pengupahan. Kalau dasar pengupahan sudah tinggi, bagaimana kita bisa membahas skala upah yang adil untuk semua? Ini harus menjadi perhatian serius," kata dia.
Nurjaman menegaskan, pengusaha tidak menolak upah yang layak, namun kenaikan upah harus disesuaikan dengan kemampuan perusahaan.
"Kami itu bukan tidak suka upah mahal, tapi tidak suka upah kemahalan. Orang yang baru kerja itu belum punya produktif, belum punya kompetensi, masih jadi biaya untuk perusahaan memberikan pelatihan. Kalau kita tidak dinaikkan (upah pekerja lama) jadi masalah, akan terdongkrak oleh karyawan yang baru, akan jadi kecemburuan," jelasnya.
Ia menambahkan, pemerintah perlu mempertimbangkan dampak kebijakan ini terhadap daya saing perusahaan dan kelangsungan usaha. Menurutnya, Upah minimum yang tinggi tanpa perhitungan yang matang justru bisa mengancam lapangan kerja.
Dia pun mewanti-wanti pemerintah agar kebijakan yang dilahirkan terkait pengupahan tidak menjadi sebuah kebijakan yang kontraproduktif. Pengusaha berharap pemerintah lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan terkait pengupahan.
"UMP dinaikkan itu bukannya meningkatkan produktifitas, tapi justru akan mengurangi produktifitas. Karena pekerja yang lama itu akan slowdown (karena cemburu dengan pekerja baru). Nah ini yang mesti menjadi pertimbangan," pungkasnya.
Foto: CNBC Indonesia TV
Menaker Umumkan UMP 2025
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Simak! Menaker Beri Kabar Terbaru Soal UMP 2025
Next Article Dear Pak Prabowo, Siap-Siap Serikat Buruh Minta UMP 2025 Naik 10-20%