Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menghadapi salah satu krisis politik terbesar dalam sejarah modern negara tersebut setelah mendeklarasikan darurat militer pada Selasa (3/12/2024) malam dan mencabutnya hanya beberapa jam kemudian. Langkah ini memicu protes besar, kerugian ekonomi, dan seruan untuk pemakzulan dari anggota parlemen.
Yoon menyatakan darurat militer dengan alasan melindungi negara dari ancaman Korea Utara yang memiliki senjata nuklir dan melawan kekuatan anti-negara pro-Korea Utara. Namun, ia tidak memberikan bukti ancaman spesifik. Keputusan itu mencakup larangan aktivitas politik dan pengawasan ketat media oleh komando militer.
Pasukan berseragam sempat mencoba masuk ke gedung parlemen untuk memberlakukan keputusan tersebut, tetapi mereka dihentikan oleh staf parlemen yang menggunakan alat pemadam kebakaran. Dalam pertemuan mendadak, 190 dari 300 anggota Majelis Nasional, termasuk 18 anggota dari partai Yoon sendiri, dengan suara bulat mendesak pencabutan darurat militer.
Dalam pidato televisi, Yoon menyatakan, "Langkah ini diperlukan untuk melindungi tatanan konstitusional yang bebas." Namun, tekanan dari parlemen dan protes besar-besaran memaksanya untuk mencabut keputusan tersebut.
Seruan Pemakzulan
Koalisi oposisi di parlemen mengumumkan rencana untuk mengajukan rancangan pemakzulan terhadap Presiden Yoon.
"Parlemen harus segera fokus menghentikan tindakan presiden dan mengesahkan rancangan pemakzulan secepatnya," kata seorang anggota parlemen, Hwang Un-ha, dilansir Reuters.
Partai Demokrat, oposisi utama, menuduh Yoon melakukan tindakan pengkhianatan. Park Chan-dae, anggota senior partai, menyatakan meskipun darurat militer dicabut, dia tidak dapat menghindari tuduhan pengkhianatan. "Presiden Yoon tidak lagi mampu menjalankan negara dengan normal. Dia harus mundur."
Pemakzulan dapat dilakukan jika dua pertiga anggota parlemen mendukungnya. Setelah itu, pengadilan konstitusi akan menggelar sidang untuk memutuskan validitasnya.
Dampak Ekonomi dan Demonstrasi
Krisis politik ini mengguncang pasar keuangan. Indeks saham Korea Selatan turun 2% pada pembukaan perdagangan, sementara nilai tukar won terhadap dolar mencapai titik terendah dalam 2 tahun. Pemerintah menjanjikan dukungan keuangan tak terbatas untuk menstabilkan pasar.
Di sisi lain, serikat pekerja terbesar di Korea Selatan, Konfederasi Serikat Pekerja Korea, mengancam mogok kerja hingga Yoon mengundurkan diri. Ribuan orang berkumpul di luar Majelis Nasional, menyerukan penghapusan darurat militer dan meminta penangkapan presiden.
Sejumlah perusahaan besar, termasuk Naver dan LG Electronics, menginstruksikan karyawan untuk bekerja dari rumah guna mengantisipasi situasi yang tidak menentu.
Respons Internasional
Krisis ini juga menarik perhatian dunia internasional. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyambut baik keputusan Yoon untuk mencabut darurat militer, sembari menegaskan pentingnya penyelesaian konflik secara damai dan sesuai hukum.
Danny Russel, Wakil Presiden Asia Society Policy Institute, berkomentar, "Korea Selatan berhasil menghindari krisis besar, tetapi Presiden Yoon mungkin telah merusak citranya sendiri."
Deklarasi darurat militer terakhir kali terjadi di Korea Selatan pada 1980, ketika kelompok militer di bawah Chun Doo-hwan menekan gerakan pro-demokrasi. Meski Korea Selatan telah menjadi demokrasi stabil sejak 1980-an, langkah Yoon ini mengingatkan kembali pada masa otoritarianisme.
Yoon, yang terpilih pada 2022 dengan margin terkecil dalam sejarah pemilihan presiden Korea Selatan, telah menghadapi tingkat kepuasan rendah, hanya sekitar 20%. Kekalahan besar partainya dalam pemilu legislatif April lalu semakin memperlemah posisinya di parlemen.
Krisis ini tidak hanya mengancam masa depan politik Yoon tetapi juga stabilitas demokrasi di Korea Selatan, sebuah negara yang memainkan peran penting dalam ekonomi Asia dan aliansi keamanan dengan Amerika Serikat.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Alasan Presiden Korsel Umumkan Darurat Militer
Next Article Eks Presiden Korsel Jadi Tersangka Kasus Suap Jabatan Menantu