Jakarta, CNBC Indonesia - Maraknya kritikan masyarakat terhadap rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% telah sampai ke telinga orang di sekitar Presiden Prabowo Subianto.
Politikus Gerindra yang merupakan mantan Menteri Keuangan periode Maret-Mei 1998 era Pemerintahan Soeharto, Fuad Bawazier mengatakan salah satu penolakan yang didengarnya ialah soal tren Garuda Biru di media sosial.
"Ada yang mulai tanda biru itu kan, ya sudah dengar ceritanya itu semuanya," kata Fuad dalam program Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia, dikutip Selasa (26/11/2024).
Fuad mengatakan, permasalahan itu sebetulnya muncul karena pemerintah yang menjabat selama ini tutup mata terhadap kondisi ekonomi masyarakat, dengan hanya mengatakan, data-data ekonomi Indonesia bagus, bahkan belum menganggap ada pelemahan daya beli masyarakat.
Padahal, ia mengingatkan Prabowo saat dilantik sebagai Presiden pada 20 Oktober 2025 telah menyatakan bahwa pejabat negara jangan lagi menutup mata pada data-data ekonomi yang sesungguhnya mencerminkan kondisi riil dari masyarakat. Mulai dari deflasi beruntun yang terjadi lima bulan terakhir, jutaan kelas menengah yang turun status, hingga menjadi pertanda kuat daya beli masyarakat tengah melemah.
"Jangan misalnya lagi pejabat saja pada gelap mata. Ini bagus semuanya. kalau semua bagus. Ya dari dulu kita sebenarnya sudah mengingatkan. Ini kan kumulasi dari waktu-waktu yang lampau seperti itu," tegasnya.
Fuad mengatakan, suara-suara penolakan itu wajar terjadi karena ekonomi masyarakat saat ini memang sedang tidak baik-baik saja, khususnya yang berkaitan dengan daya beli masyarakat. Tercermin dari kondisi deflasi 5 bulan berturut-turut sejak Mei-September 2024, sebelum akhirnya inflasi sedikit pada Oktober 2024 sebesar 0,08%.
"Artinya banyak yang menilai ini adalah penurunan daya beli. Apalagi ke penduduk kelas menengah. Itu bisa dilihat dari macam-macam indikasi. Antara lain ada yang deposito di bank-bank itu depositnya kemungkinan menurun, sementara yang atas malah naik," ujar Fuad.
Fuad meyakini permasalahan itu tentu akan menjadi pertimbangan Prabowo untuk meninjau kembali rencana kenaikan PPN sesuai amanat UU HPP, setelah pulang dari lawatannya ke luar negeri. Apalagi, kenaikan tarif PPN yang menjadi amanat UU itu memang bisa ditunda merujuk pada kondisi ekonomi di tanah air.
Ia mengatakan, penundaan implementasi dari amanat UU ini pernah terjadi pada 1985 saat akan berlakunya UU PPN. Kala itu, pemerintah memutuskan untuk menunda penerapan tarif PPN sebesar 10% karena memang kondisi ekonomi masyarakat belum siap untuk menanggung beban pungutan terhadap setiap transaksi barang dan jasa.
"Salah satunya saat itu PPN, yang mustinya berlaku Januari 1984 ditunda menjadi Januari 1985. Nah ini bisa saja. Misalnya apakah ditunda itu kan sebelumnya ada enggak ada pemerintahan baru ataupun tidak memang sudah harus berlaku tahun 2025, ada undang-undang," ucap Fuad.
Meski begitu, ia menekankan masyarakat jangan terbuai dengan isu yang dihebohkan oleh buzzer pihak tertentu, yang menyuarakan supaya menolak membayar PPN, dengan adanya kenaikan isu tarif menjadi 12%.
"Kasihan Pak Prabowo baru sebulan, Ya seharusnya jangan sampai lah," tegasnya.
Sebagai informasi, gambar garuda biru yang dulu viral seusai putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pemilu 2024 dan revisi Undang-Undang Pilkada, kembali muncul di media sosial. Kali ini gambar itu muncul di media sosial atau medsos merespons rencana pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada 2025.
Dalam gambar garuda biru kali ini dinarasikan bahwa masyarakat menolak kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12%. Sebab, tarif pajak yang sudah dibebankan selama ini dari 10% menjadi 11% belum mampu meningkatkan pelayanan pemerintah ke masyarakat.
"Menarik pajak tanpa timbal balik untuk rakyat adalah sebuah kejahatan. Jangan minta pajak besar kalau belum becus melayani rakyat. Tolak PPN 12%," tulis salah satu gambar yang dibumbui dengan hastag #TolakPPN12Persen dalam satu postingan.
"Jangan kebiasaan malakin rakyat! Bebankan pajak besar untuk pembalak hutan, pengeruk bumi dan industri tersier. Jangan palak rakyat terus-terusan." tulis peringatan yang lain.
"Rakyat tidak bodoh. Rakyat punya pilihan untuk:
Desak pemerintah lewat media sosial.
Tidak memilih lagi presiden dan anggota DPR-DPD-DPRD yang pro kenaikan PPN 12%
Mogok bayar pajak rame-rame
Mengurangi konsumsi belanja dan pembelian kecuali yang kebutuhan pokok
Protes turun ke jalan, sampai menang.
Tolak PPN12% #PajakMencekik."
"PERLAWANAN DIMULAI!! Netizen Gaungkan Tagar #TolakPPN12Persen," tulis seorang netizen sambil membagikan cuitan lain yang membagikan gambar garuda biru.
"PPN naik 12%, pendidikan dan kesehatan malah semakin mahal. terus dikemanakan hasil pajak rakyat #TolakPPN12Persen," tulis yang lain.
"Kalo nyari duit, mending pajakin 100 orang terkaya di Indonesia. Ini yang miskin makin ditekan. Sehat, bu? #TolakPPN12Persen," ujar yang lain.
Untuk mendengarkan cerita Fuad Bawazier, simak Podcast Cuap Cuan di Youtube, Spotify atau Anchor.
(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Tagar Tolak PPN 12% Bergema, Garuda Biru Muncul Kembali
Next Article Ramai Joki Ini-Itu di Medsos! Jangan Lupa Bayar Pajak, Nih Tarifnya