Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dianugerahi sumber daya alam yang berlimpah bahkan langka. Salah satunya adalah mineral kritis seperti contoh rare earth element (REE) hingga lithium. Atas hal itu, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menegaskan perlu ketersediaan biaya hingga teknologi untuk mengolah itu.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, untuk bisa memanfaatkan sumber daya mineral kritis, maka perlu kerja sama antar negara yang memiliki teknologi mumpuni. Dia juga menyinggung perihal stimulus yang perlu diberikan oleh negara.
"Critical mineral, yes, terus gimana? kita harus 100%. Lah ada pertanyaan, kau punya uang gak? Nggak, kau punya teknologi gak? Nggak, ya mimpi aja kau sana. Jadi harus ada give and take," jelasnya dalam acara Virtual Public Lecture ASN Talent Academy Explore, Lembaga Administrasi Negara (LAN), secara daring, Senin (2/12/2024).
Bahkan, Luhut juga mencontohkan negara China berhasil bangkit dari keterpurukan ekonomi. Dia mengatakan, China memberikan stimulus ekonomi untuk industrinya bahkan hingga US$ 3 triliun setara Rp 47.715 triliun (asumsi kurs Rp 15.905 per US$) agar bisa meningkatkan perekonomian.
"Kemudian kalau kita lihat pemerintah China itu memberikan stimulus sangat besar karena keadaan ekonominya tidak baik-baik saja sekarang, very very jelek keadaan ekonominya. Karena di provinsi, di daerah mereka gak bisa jual tanah, tidak bisa pinjam membuat ekonomi mereka stuck. Tapi dia keluarin stimulus sekarang dia kasih sampai 19% kalau saya gak keliru, US$ 3 triliun," bebernya.
Adapun, Luhut juga menekankan bahwa jangan sampai ada konflik kepentingan atau conflict of interest dalam mengelola mineral kritis di dalam negeri.
"Di situlah kita ngukur seni yang saya bilang tadi berapa banyak kita bermain nah disinilah harus kita jaga jangan ada conflict of interest tadi," tambahnya.
Asal tahu saja, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan 47 jenis komoditas tambang dalam klasifikasi mineral kritis di mana 22 mineral bersifat strategis.
Saat ini, mineral kritis telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat dunia, terutama di era serba canggih dan berteknologi tinggi. Misalnya, dijadikan sebagai bahan baku untuk baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika hingga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB).
Bahkan, sumber mineral kritis juga bisa digunakan sebagai bahan baku industri pertahanan hingga kendaraan listrik. Dengan demikian, Indonesia pun harus bersyukur lantaran memiliki kekayaan sumber daya alam luar biasa, termasuk berlimpahnya mineral kritis.
Kementerian ESDM mencatat, Indonesia menyumbang produksi nikel 40% di dunia. Selain itu, cadangan timah RI juga menempati posisi kedua terbesar di dunia dengan produksi keseluruhan mencapai 40%. Sementara itu, Cadangan emas RI tercatat menduduki posisi ke enam terbesar di dunia dan cadangan tembaga RI menempati posisi ke-10 terbesar di dunia dan ke-7 dari sisi produksi.
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Luhut Beri Pesan Ini ke Pemenang Pilkada 2024
Next Article Diramal Langka, Mineral Kritis RI Ini Bakal Jadi Incaran Dunia