Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada pembukaan perdagangan Senin (18/11/2024), dan berpotensi mengalami penguatan lanjutan ke depan, karena besarnya dana idle global yang berpotensi masuk ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Melansir data Refinitiv, hingga pukul 09.24 WIB, kurs rupiah telah bergerak ke level Rp 15.835/US$ atau menguat 0,09% dari penutupan perdagangan akhir pekan lalu di level Rp 18.850/US$.
Direktur Ashmore Asset Management Indonesia, Steven Satya Yudha mengatakan, penguatan rupiah ke depan akan dipengaruhi oleh tren penurunan suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve atau The Fed yang mendorong keluarnya dana mengendap dari AS.
"Jadi yang bisa kita pastikan sekarang adalah trajektori penurunan suku bunga ini tetap berlanjut. Yang mana sebetulnya kalau kita bicara dalam konteks likuiditas global saat ini, masih ada sekitar US$ 6-7 triliun dana mengendap idle. Karena imbal hasil ataupun suku bunga US ini relatif masih cukup tinggi," kata Steven dalam Squawk Box CNBC Indonesia, dikutip Senin (18/11/2024).
Steven mengatakan, suku bunga acuan The Fed memang telah diturunkan sekitar 75 basis points (bps) hingga ke level 4,5%-4,75% per November 2024 dari level puncaknya 5,25%-5,5% hingga Agustus lalu. Lalu, masih akan ada pemangkasan lagi ke depan 50-75 bps yang mendorong dana idle tadi keluar dari AS.
"Jadi penurunan ini masih akan terus berlanjut sehingga uang US$ 6 triliun yang mengendap ini lama-lama akan terus menerus keluar mencari imbal hasil yang lebih tinggi pada saat suku bunga sudah lebih rendah," ucap Steven.
Oleh sebab itu, Steven mengatakan, sentimen negatif yang membawa rupiah melemah pada pekan lalu sifatnya hanya sementara, dipengaruhi shock pelaku pasar keuangan terhadap Pilpres AS yang dimenangkan Donald Trump.
Namun, setelah Trump memastikan akan terus mendorong geliat pertumbuhan ekonomi AS dengan tren suku bunga acuan yang rendah, ia pastikan pelaku pasar keuangan kini lebih memandang positif pemerintahan Trump.
"Kalau kita bicara Trump sangat pro terhadap low interest rate dan dia sendiri punya visi agar ekonomi US growing yang mana sepanjang sejarah kita enggak bisa mendapati ekonomi US itu bertumbuh di saat suku bunga dan imbal hasil itu tinggi. Jadi saya percaya Trump ini akan reverse," tegas Steven.
(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini: