Terkuak! Ekonomi RI Tak Mampu Tumbuh 5% Tanpa 'Faktor X' Ini

2 months ago 29

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memasuki tahun 2025 dengan kondisi perekonomian yang mengalami pelemahan dari tahun sebelumnya. Hal ini ditegaskan dengan laporan angka pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2024.

PDB Indonesia tumbuh melambat sebesar 5,03% (yoy) pada 2024, dibandingkan tahun sebelumnya 5,05% (yoy). Realisasi pertumbuhan ini terendah dalam 3 tahun terakhir.

Lembaga Penyeledikan Ekonomi Masyarakat (LPEM) FEB UI mengungkapkan angka pertumbuhan PDB terakhir menggambarkan kondisi suram dan menguatkan indikasi adanya permasalahan struktural yang membuat perekonomian Indonesia tidak mampu tumbuh 5% tanpa adanya faktor musiman.

Setelah berlalunya periode mudik saat Hari Raya Idul Fitri dan periode libur sekolah di triwulan kedua 2024, berbagai sektor perekonomian mengalami perlambatan pertumbuhan, seperti sektor transportasi dan pergudangan, jasa usaha, dan akomodasi dan makanan minuman.

"Kondisi ini bukanlah fenomena baru. Kondisi serupa terjadi di tahun 2023 saat perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh 4,94% (yoy) di triwulan ketiga tahun tersebut," tulis Kelompok Kajian Makroekonomi, Keuangan, dan Ekonomi Politik LPEM FEB UI, Kamis (6/2/2025).

LPEM UI menegaskan daya beli yang menurun, kelas menengah yang menyusut, dan penurunan produktivitas sektoral yang berkepanjangan memberikan sinyal yang jelas adanya masalah struktural yang signifikan, sebagaimana tercermin dalam angka pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2024.

Hal ini dapat memberatkan langkah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Pemerintahan baru telah menetapkan agenda ambisius untuk mendorong pertumbuhan PDB Indonesia menjadi 8% dari kondisi normal saat ini sebesar 5%.

Namun, LPEM mengingatkan perekonomian Indonesia juga menghadapi tekanan tinggi dari aspek internasional ke depannya.

"Kemenangan Donald Trump sebagai Presiden AS memicu era perang dagang baru, yang memiliki risiko tinggi terhadap stabilitas nilai tukar dan inflasi," kata LPEM.

Peneliti CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, juga mengungkapkan tren perlambatan ekonomi Indonesia dalam tiga tahun terakhir ini disebabkan oleh kondisi kelompok kelas menengah yang mengalami penurunan daya beli dalam beberapa tahun terakhir.

"Padahal kita tahu bahwa kelompok kelas ini porsinya relatif besar dan tentu dia akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara agregatif," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (5/2/2025).

Menurutnya, jika dibedah lebih dalam lagi penurunan kelas menengah, dipicu oleh tren deindustrialisasi yang terjadi terutama dalam beberapa tahun terakhir.

Hubungannya, ketika deindustrialisasi terjadi artinya semakin sedikit peluang masyarakat untuk bisa masuk bekerja sebagai kelompok pekerja di industri manufaktur.

"Sayangnya kelompok industri manufaktur di atas kertas seharusnya bisa menjadi instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang dan ketika masyarakat kesulitan untuk mengakses lapangan kerja di industri manufaktur maka mereka akan mencari tempat-tempat alternatif untuk mencari kerja," paparnya.

Tak heran, pekerja informal semakin banyak. Padahal, pekerjaan informal sulit di sisi kesejahteraan untuk jangka menengah dan panjang.

"Saya kira data pertumbuhan ekonomi di tahun lalu seharusnya sudah menjadi alarm bagi pemerintah terutama dalam mengejar target, apalagi kalau kita perhatikan tren pertumbuhan kuartalan juga di beberapa kuartal itu mengalami penurunan terutama untuk konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang terbesar," sambungnya.

Dia menekankan penurunan pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga perlu menjadi perhatian pemerintah terutama dalam mendesain kebijakan pada tahun ini.

Yusuf menegaskan inilah saatnya pemerintah mulai memikirkan cara untuk melakukan intervensi kebijakan agar kelompok PDB untuk konsumsi rumah tangga bisa didorong agar tumbuh lebih tinggi.

"Tidak mudah memang apalagi kalau kita bicara tren di tahun lalu dan juga tadi permasalahan seperti relatif terbatasnya insentif bagi masyarakat," tegasnya.

Pemerintah menilai laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 sebesar 5,03% atau jauh dari target yang dicanangkan sebesar 5,2%, disebabkan oleh dampak ketidakpastian ekonomi global yang turut memicu penurunan harga komoditas.

Kondisi itu menekan salah satu komponen pertumbuhan ekonomi Indonesia, yakni ekspor. Alhasil, ekspor yang tadinya menjadi andalan pertumbuhan menjadi faktor penghambat ekonomi untuk melesat. Sementara itu, komponen sisi pengeluaran PDB lainnya yang masih mampu tumbuh seperti konsumsi rumah tangga hingga investasi.

"Jadi ketidakpastian ekonomi global yang relatif tinggi pada 2024 bagi Indonesia sangat berpengaruh, khususnya harga komoditas yang melandai. Sehingga revenue kita dari ekspor tertahan," kata Menko Perekonomian Airlangga saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (5/2/2025).

Airlangga menekankan, sebetulnya beberapa faktor musiman seperti momen Pemilu atau Pilpres hingga Pilkada yang terjadi pada 2024, hingga kenaikan UMR, dan berbagai program diskon belanja seperti Harbolnas maupun Epic Sale pada momen Nataru 2024-2025, serta diskon tarif tiket pesawat menjadi salah satu faktor pendorong konsumsi selama masa ketidakpastian ekonomi global 2024.

Maka, tak heran bila konsumsi rumah tangga masih mampu tumbuh sebesar 4,94% secara kumulatif pada 2024, lebih tinggi dibanding pada 2023 hanya tumbuh 4,82%. Investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) juga masih mampu tumbuh 4,61% dari sebelumnya hanya tumbuh 4,4%.

"Itu program-program yang seluruhnya memberikan daya beli bagi masyarakat untuk berbelanja. Dari sisi pengeluaran makanya seluruh komponennya tumbuh positif," ucap Airlangga.


(haa/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Ekonomi RI Tahun 2024 Tumbuh 5, 03% - Emas Cetak Rekor Lagi

Next Article Video: Dipanggil Prabowo, Airlangga Dapat Tugas Sesuai Keahlian

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|