Jakarta, CNBC Indonesia - Utang pemerintah hingga data terakhir per 30 September 2024 mencapai Rp 8.473,90 triliun, naik Rp 11,97 triliun bila dibandingkan catatan per Agustus 2024 senilai Rp 8.461,93 triliun.
Nilai utang itu membuat rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) atau debt to GDP ratio ke posisi 38,55%, dari bulan sebelumnya sebesar 38,49%.
"Pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan," dikutip dari dokumen APBN Kinerja dan Fakta (KiTa) edisi Oktober 2024, Senin (11/11/2024).
Oleh karena itu, pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal.
Komposisi utang per akhir September 2024 itu terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 7.483,09 triliun, dan pinjaman Rp 990,81 triliun.
Untuk SBN, terdiri dari dominasi penerbitan utang secara domestik yang mencapai Rp 6.103,90 triliun, dan SBN valuta asing atau valas senilai Rp 1.379,19 triliun.
Khusus untuk pinjaman, terdiri dari pinjaman dalam negeri yang sebesar Rp 39,93 triliun, lalu pinjaman dari luar negeri yang mendominasi, yakni mencapai Rp 950 triliun. Pinjaman luar negeri terdiri dari pinjaman bilateral Rp 257,76 triliun, multilateral Rp 569,05 triliun, dan commercial banks Rp 124,07 triliun.
Dalam dokumen APBN KiTA edisi Oktober 2024 disebutkan bahwa per akhir September 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 7,98 tahun.
Risiko tingkat bunga dan risiko nilai tukar juga Kemenkeu anggap terkendali, karena 80,2% total utang menggunakan suku bunga tetap (fixed rate) dan 72,50% total utang dalam Rupiah.
"Hal ini selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap," tulis Kemenkeu.
Dalam dokumen itu juga tertulis bahwa per akhir September 2024, kepemilikan SBN domestik didominasi oleh investor dalam negeri dengan porsi kepemilikan 85,3%. Sementara, asing hanya memiliki SBN domestik sekitar 14,7% termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.
Lembaga keuangan domestik memegang kepemilikan SBN 41,4 %, terdiri dari perbankan 19,5%, perusahaan asuransi dan dana pensiun sebesar 18,7%, serta reksadana 3,2%. Kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia sekitar 25,0% yang antara lain digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter.
(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: PR Berat 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran
Next Article Prabowo Janji Takkan Naikkan Utang Sampai 50% dari PDB RI di 2025