Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu janji kampanye Jokowi saat bertarung dalam pemilihan presiden 10 tahun silam adalah membangun dari pinggir. Jokowi berkomitmen agar pembangunan dan kebijakan pemerintah pusat di Jakarta tidak melupakan warga negara RI yang tersebar di penjuru tanah air.
Komitmen tersebut kemudian dituangkan dalam ambisi besar merangkai konektivitas yang meliputi seluruh wilayah NKRI dari darat, laut, dan udara.
Di laut, pemerintahan Presiden Jokowi memulai proyek kabel dasar laut dan infrastruktur pendukungnya yang dinamakan Palapa Ring. Tujuannya adalah menyediakan jaringan backbone untuk memudahkan pembangunan jaringan internet di setiap jengkal tanah air.
Di udara, Jokowi ingin meluncurkan satelit pertama yang dikuasai dan dimiliki oleh negara. Satelit berkapasitas raksasa bernama Satria (Satelit Republik Indonesia) kini telah beroperasi dengan tujuan utama memberikan akses internet ke daerah yang sulit ditembus oleh kabel fiber optik.
Pembangunan kedua jaringan infrastruktur tersebut merupakan penunjang proyek ambisius lainnya, yaitu mendirikan base transceiver station (BTS) di wilayah non-komersial yang jauh dari perkotaan atau disebut sebagai wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Kombinasi ketiga proyek tersebut bukan hanya sebuah terobosan model pembangunan infrastruktur, melainkan juga sebuah terobosan dalam cara pikir dalam hak pembangunan akses internet.
Biasanya, pembangunan akses internet berpaku kepada jumlah pengguna. Logikanya: jika suatu daerah sudah punya banyak pengguna internet atau calon pengguna internet, infrastruktur internet menjadi sebuah kebutuhan.
Namun logika pemerintahan Jokowi jauh lebih sederhana: setiap warga negara Indonesia, di mana pun mereka tinggal, harus mempunyai akses ke internet.
Dalam 10 tahun, Satria telah mengorbit dan melayani ribuan titik di wilayah RI. Palapa Ring telah mengular di wilayah barat, tengah, dan timur Indonesia. Ribuan BTS juga telah berdiri di titik-titik terluar dan terpencil. Berikut adalah detail perkembangan proyek tersebut:
1. Palapa Ring
Palapa Ring merupakan jaringan kabel serat optik sepanjang 12.148 kilometer yang terdiri dari kabel optik darat dan bawah laut, serta segmen jaringan radio microwave sebanyak 55 hop. Jaringan kabel fiber optik ini langsung berhadapan dengan posisi strategis Indonesia terhadap ketahanan nasional. Paket Barat, misalnya, telah hadir di Natuna yang langsung berhadapan dengan Laut Cina Selatan.
Jaringan Palapa Ring adalah backbone, yang berarti infrastruktur internet paling dasar dengan kapasitas raksasa. Agar bisa dinikmati oleh penduduk, penyedia internet harus membangun infrastruktur lanjutan dengan jaringan Palapa Ring sebagai "sumber"-nya.
2. Satelit Indonesia (SATRIA)
Satelit ini dirancang sebagai Broadband Satellite untuk memberikan layanan akses internet cepat. Layanan SATRIA-1 merupakan solusi untuk titik layanan publik pendidikan, kesehatan dan pemerintahan yang belum terjangkau akses internet cepat melalui jaringan kabel serat optik atau Base Tranceiver Station (BTS).
Foto: dok BAKTI Kominfo
BAKTI Kominfo
SATRIA-1 memungkinkan layanan internet di lokasi remote seperti kantor pemerintahan dan sekolah yang ada di wilayah 3T. SATRIA-1 bisa diterima langsung melalui V-SAT sehingga pembangunan proyeknya bisa lebih cepat dibandingkan dengan pembangunan BTS atau jaringan kabel serat optik. Layanan ini juga bisa mengatasi hambatan geografis seperti daratan, gunung, bukit, dan lembah.
Dengan kapasitas 150 Gbps, Satria-1 didesain untuk menjangkau 3.700 titik layanan kesehatan, 9.390 titik sekolah dan pesantren, 47.900 desa, dan 4.500 titik layanan publik
3. Akses Internet Melalui BTS
Indonesia juga terus menggenjot pembangunan BTS demi memperluas akses internet melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui BAKTI KOMINFO telah membangun hampir 5.093 BTS di 25 provinsi yang tersebar di 138 kabupaten/kota dan 1.310 kecamatan dan 5.093 desa. Di antaranya adalah di pelosok Papua seperti Jayawijaya (Papua) hingga Aceh Singkil (Aceh).
4. Digitalisasi penyiaran
Pemerintahan Presiden Jokowi juga sukses memindahkan televisi dan radio dari siaran analog ke siaran digital. Program analogue switch off ini berhasil membebaskan spektrum gelombang radio yang disebut "frekuensi emas" untuk dimanfaatkan dalam upaya memperluas akses internet.
Sebagian dari frekuensi hasil ASO juga bisa digunakan untuk siaran pendidikan dan peringatan darurat.
Jurang makin sempit
Dampak inisiatif pembangunan infrastruktur terhadap kualitas jaringan internet RI, antara lain, diakui oleh OpenSignal. Berdasarkan lembaga survei kualitas jaringan internet tersebut, pengalaman pengguna internet di RI jauh lebih baik setelah Palapa Ring beroperasi.
Pengalaman kecepatan download, video, dan ketersediaan jaringan 4G warga RI meningkat signifikan pada periode antara 2018 dan 2020. Perbedaan kualitas jaringan internet seluler antara Jawa dengan pulau lainnya di RI juga jauh lebih rendah.
Dalam laporan yang dirilis pada 2020, ketersediaan jaringan 4G di 12 wilayah RI yang disurvei telah melampaui 90 persen setelah sebelumnya mayoritas belum mencapai 80 persen. Peningkatan paling pesat terjadi di Sulawesi.
Soal kecepatan, Open Signal mengamati lonjakan kecepatan download di wilayah Papua. Hanya dalam dua tahun, kecepatan download di wilayah Papua lompat 87 persen dari rata-rata 7 Mbps ke 13,1 Mbps.
Penelusuran tim CNBC Indonesia menunjukkan perbedaan juga tampak jelas di lapangan. Program akses internet dan BTS 4G BAKTI Kominfo tampak di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak 2016. Pembangunan tersebut menjadi babak baru dalam cara memperkenalkan dan menjual kain tenun asal wilayah tersebut.
Foto: foto : Detik.com
palapa ring
Bila dulu orang menjual kain di kampung sentra tenun, pasar mingguan atau Paranggang, ataupun di art shop hotel maka kehadiran jaringan internet memungkinkan penjual bisa menjual barangnya dengan bertransaksi online. Pemasaran juga tidak lagi tradisional tetapi juga melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram hingga platform e-commerce.
Franco yang merupakan warga Naekake bercerita bagaimana sinyal telepon seluler dan internet mengubah dan mempermudah hidupnya.
"Dulu Beta kalau kirim uang buat sekolah anak harus tunggu oto [mobil kurir yang memberi layanan kirim uang]. Duit baru sampai 1-2 hari. Sekarang banyak BRILink, cukup ke tetangga sudah bisa kirim uang buat anak, sampai cepat," ujarnya.
Data PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. mencatat jumlah agen BRILink di Kabupaten TTU sudah mencapai 428 orang. Jumlah transaksi hingga Juli 2024 sebanyak 190.974 dengan nilai Rp 134,04 miliar.
Perluasan akses keuangan bersamaan dengan hadirnya jaringan internet menjadi bukti jika pembangunan di sana sudah memberi banyak manfaat. Setelah 70 dekade lebih melepaskan diri dari penjajah, warga sekitar Oelbinose kini sudah merasakan kemerdekaan lain yakni berkomunikasi.
Tak hanya menopang ekonomi, jaringan sinyal yang lebih kuat juga menggenapi kebahagiaan warga di sana. Kini mereka merasakan "kemerdekaan" yang sama dengan saudara mereka di kota besar lain.
Panasnya suhu politik di Jakarta saat pemilu ataupun riuh rendah pendukung tim nasional (timnas) di Stadion Gelora Bung Karno yang berjarak 2.840 km bisa mereka ikuti dalam genggaman tangan.
Beberapa warga sekitar masih kerap mendaki Bukit Oelbinose dan mendatangi pos tentara. Bukan mencari sinyal tetapi untuk nonton bareng timnas. "Orang biasa ke sini (pos) nonton bola sepak lewat HP atau minta wifi untuk nobar," tutur Kopda Jony Feri Sidarauk yang bertugas di pos tentara Oelbinose.
(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Telekomunikasi Kelas Dunia di IKN: Fondasi Masa Depan Indonesia
Next Article Jokowi: Birokrasi Harusnya Melayani, Bukan Mempersulit & Memperlambat!