Jakarta, CNBC Indonesia - Debat soal aturan upah minimum yang kerap kali berubah-ubah di Indonesia menjadi sorotan terutama bagi kalangan pengusaha dan buruh. Mereka pun sepakat jangan lagi ada aturan yang berubah-ubah sambil memberikan pandangan terkait bagaimana menciptakan sistem pengupahan yang stabil dan adil bagi semua pihak.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban menyoroti pentingnya penerapan sistem pengupahan yang baku agar tidak lagi memicu gejolak. Ia pun mengusulkan pelaksanaan Struktur dan Skala Upah (SUSU) sebagai yang solusi ideal.
"Dari dulu kita berharap supaya ada sistem pengupahan yang baku yang tidak memerlukan reaksi, demonstrasi dan penolakan. Upah minimum seharusnya untuk pekerja baru (masa kerja di bawah 12 bulan). Setelahnya, upah harus mengikuti SUSU, yang mempertimbangkan jabatan, keterampilan, dan masa kerja. Dengan ini, pengupahan akan lebih adil," jelas Elly kepada CNBC Indonesia, Rabu (4/12/2024).
Mengenai formula kenaikan upah berbasis inflasi dan pertumbuhan ekonomi, Elly menilai hal itu sebetulnya sudah cukup ideal, asalkan disesuaikan dengan kondisi ekonomi setiap provinsi. Sebab, tidak semua provinsi memiliki pertumbuhan ekonomi yang sama.
Sementara itu, Presiden Asosiasi Pekerja Indonesia (Aspek), Mirah Sumirat menawarkan pendekatan yang lebih menyeluruh. Ia menilai polemik pengupahan yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia, dikarenakan pemerintah belum sepenuhnya menjamin kebutuhan dasar masyarakat.
"Agar aturan upah tidak berubah-ubah, pemerintah harus memberikan pendidikan, kesehatan, transportasi publik, dan jaminan hidup lansia secara gratis, serta tunjangan pengangguran. Kalau semua itu sudah terpenuhi, barulah kita bisa menerapkan sistem upah berbasis produktivitas, seperti di negara maju," papar Mirah kepada CNBC Indonesia dihubungi terpisah.
Dia juga menyebut perdebatan soal upah di Indonesia disebabkan oleh biaya hidup yang tidak sebanding dengan rata-rata upah sebesar Rp3 juta per bulan.
"Kalau di-breakdown, biaya hidup jauh lebih besar daripada UMP saat ini, apalagi bagi pekerja yang sudah berkeluarga," katanya.
"Coba kita breakdown, makan sekali Rp10.000, anggap lah irit hanya 2 kali makan, per orang sudah Rp20.000 per hari. Terus kalau dia 4 kepala dalam 1 keluarga, Rp20.000 dikali 4, sudah Rp80.000 per hari untuk makan saja. Belum lagi beli kebutuhan lainnya seperti sabun, biaya sekolah, biaya kesehatan dan biaya lainnya. Sekalipun tinggal di kontrakan kan juga tetap bayar biaya kebersihan, terus listrik dan air. Ada banyak biaya, dan kalau di-breakdown, nggak ngangkat ya, nggak masuk biaya itu," imbuh dia.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal berpendapat perubahan regulasi pengupahan di Indonesia disebabkan karena kepentingan pengusaha. Dia pun memberikan rekomendasi agar Indonesia punya pakem dalam perhitungan upah minimum. Menurutnya pemerintah ikuti saja sesuai Konvensi ILO Nomor 131 tentang Penetapan Upah Minimum.
Menurutnya, Konvensi ILO Nomor 131 mengatur mekanisme penetapan upah minimum berdasarkan dua parameter utama, yaitu standar living cost suatu negara, di Indonesia disebut KHL (Kebutuhan Hidup Layak) atau angka makro ekonomi nasional yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi, KHL, yang di Indonesia dikenal sebagai kebutuhan hidup layak.
Apabila pemerintah menetapkan upah minimum sesuai aturan ILO, maka buruh berkomitmen tidak akan mempertentangkan dan taat pada aturan.
"Betul sekali dan juga sudah mengikuti keputusan MK No. 168 Tahun 2024," serunya.
Foto: Usai audiensi selama 1 jam dengan elemen buruh, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Emenezer Gerungan menemui buruh yang berdemo di depan kantor Kemnaker, Kamis (7/11/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Usai audiensi selama 1 jam dengan elemen buruh, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Emenezer Gerungan menemui buruh yang berdemo di depan kantor Kemnaker, Kamis (7/11/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Sedangkan dari sisi pengusaha, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Jamsos dan K3 DPP Apindo DKI Jakarta Nurjaman mengungkapkan aturan pengupahan yang berubah-ubah bikin pusing. Dia pun berharap pemerintah punya pakem regulasi yang tegas.
"Bukan bikin bingung tapi membingungkan artinya regulasi yang dibuat itu dengan mudahnya berubah," kata dia kepada CNBC Indonesia.
Dia pun memberikan sejumlah masukan kepada pemerintah sebelum memutuskan membuat regulasi tetap soal pengupahan. Pertama harus mampu meramal ke depan dunia usaha. Lalu punya misi ke depan, mempunyai nilai jual, ramah investasi. Faktor-faktor ini penting sekali agar pengupahan bisa terukur dan pemerintah tahu karakteristik perusahaan.
"Tentunya regulasi ini penting sekali. Kita itu persaingan dengan negara lain seperti Singapura dan Thailand terutama dengan Vietnam. Kita ini akan dilangkah oleh Vietnam kan sayang negara sebesar ini dengan angkatan kerja yang begitu besar sayang," bebernya.
Kemudian dia menyarankan untuk menyepakati dulu apa itu upah minimum di kalangan pengusaha dan pekerja. Apakah upah minimum diartikan untuk pekerja lajang dengan masa kerja di bawah 1 tahun atau sebagai jaring pengaman (safety net).
"Kita harus bicara dulu secara filosofinya. Ini yang mesti dipahami oleh kita semua," sebutnya.
Pada prinsipnya pengusaha tidak keberatan dengan upah mahal tapi tidak suka juga dengan upah kemahalan. Dia menganalogikan masa iya pekerja yang tidak punya skill nilai upahnya sama dengan yang punya skill.
"Ini tidak bagus. Kami butuh rumusan upah itu menjaga rentensi karyawan kita supaya turn over tidak terlalu tinggi," sebutnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam menilai perlunya pendekatan komprehensif dalam pengupahan.
"Bukan soal ideal atau tidak, tapi kita harus melihat keseluruhan sistem. Selain upah minimum, ada Struktur dan Skala Upah (SUSU), serta multiplier effect dari kenaikan gaji," tambahnya.
Namun, Bob tidak dalam posisi menolak kenaikan upah 6,5% sebagaimana yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto, melainkan mengharapkan solusi untuk pengusaha yang tidak mampu menerapkannya.
"Kita kan nggak dalam posisi menolak, tapi mempertanyakan, serta (mengharapkan) solusi untuk yang tidak mampu," pungkas Bob.
Dengan demikian, baik pengusaha ataupun buruh sepakat sistem pengupahan di Indonesia memerlukan stabilitas. Seperti sistem Struktur dan Skala Upah (SUSU) yang jelas, jaminan kesejahteraan dasar oleh pemerintah, serta pendekatan komprehensif dalam menetapkan kebijakan menjadi kunci untuk menciptakan sistem pengupahan yang adil dan tidak memicu gejolak di masa depan.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, buruh, dan pengusaha, pakem aturan upah minimum yang stabil dapat terwujud, dan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak tanpa mengorbankan investasi dan kesejahteraan pekerja.
(wur/wur)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Aturan UMP Selalu Berubah-ubah, Apa Dampaknya?
Next Article Airlangga Buka Suara Soal Angka 6,5% Kenaikan Upah Minimum