Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan rasio kapitalisasi pasar modal RI terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga.
"Nilai kapitalisasi pasar IHSG mencapai Rp12,3 ribu triliun atau tumbuh 6%, yang apabila dibandingkan dengan ekonomi nasional sudah mencapai 56% dari PDB," jelas Mahendra pada pembukaan perdagangan perdana tahun 2024 di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (2/1/2025).
IHSG tahun 2024 ditutup pada tanggal 30 Desember di level 7.079,91, yang walaupun turun 2,6% dari tahun lalu. Sementara itu, kondisi yang lebih parah terjadi di IndeksLQ45 yang berisi saham-saham perusahaan terbesar dan paling likuid serta biasanya menjadi rujukan investasi Fund Manager global dan domestik.
Mahendra mengungkapkan LQ45 tercatat melemah 15,6%.
"Kontribusi pasar saham terhadap PDB, walau tumbuh masih berada di bawah negara kawasan seperti India sebesar 140%, Thailand sebesar 101% dan Malaysia sebesar 97% dari PDB," ungkap Mahendra.
Rasio kapitalisasi pasar modal terhadap PDB dikenal juga sebagai Buffett Indicator. Nama tersebut datang dari komentar Warren Buffett yang menyebut rasio tersebut "mungkin merupakan ukuran terbaik terkait valuasi pada setiap waktu."
Alasannya adalah karena itu adalah cara sederhana untuk melihat nilai semua saham pada tingkat agregat, dan membandingkan nilai tersebut dengan total output suatu negara.
Mahendra Siregar juga mengungkapkan pasar modal penting untuk ekonomi nasional dan pihaknya akan terus melakukan pengembangan.
"Kinerja Pasar Modal yang positif merupakan modal penting bagi kita untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi Indonesia," terang Mahendra.
Namun demikian, dirinya tidak menampik terkait isu-isu struktural yang dapat menghambat optimalisasi potensi pasar modal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Halbatan tersebut termasuk terkait pasar yang kurang dalam sehingga memiliki volatilitas yang tinggi, issuers dan produk keuangan yang masih terbatas, basis investor baik institusional dan retail yang masih kecil, serta isu crowding out antar-instrumen keuangan maupun insentif fiskal bagi sektor-sektor prioritas.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Ketua DK OJK Resmi Buka Perdagangan Perdana Bursa Efek 2025
Next Article OJK: Kinerja Perbankan Stabil, Kredit Tumbuh 12,36%