Pemerintah Tekan Impor Daging, Perusahaan Penggemukan Sapi Happy

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi menambah kuota impor sapi bakalan sebesar 184 ribu ekor pada semester I-2025. Kebijakan ini menambah total kuota impor sapi hidup tahun 2025 menjadi 534 ribu ekor, dari sebelumnya 350 ribu ekor.

Langkah tersebut mendapat dukungan penuh dari pelaku usaha penggemukan sapi, karena dinilai membawa banyak manfaat ekonomi bagi masyarakat dan industri peternakan dalam negeri.


Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternak Sapi Indonesia (Gapuspindo), Djoni Liano menilai kebijakan pemerintah menambah kuota impor sapi bakalan adalah keputusan yang sangat tepat, lantaran sesuai dengan hasil perhitungan permintaan dan pasokan kebutuhan daging nasional.


"Ya saat ini sangat tepat," kata Djoni kepada CNBC Indonesia, Jumat (23/5/2025).


Menurut Djoni, kebutuhan daging nasional tidak bisa dipenuhi hanya dari produksi sapi lokal. Ia menjelaskan, kapasitas produksi sapi lokal hanya mampu mencukupi sekitar 45% kebutuhan nasional, sedangkan sisanya, sekitar 55% harus ditutup melalui impor.


"Pemerintah selalu menggunakan prognosa supply and demand. Dari perhitungannya pemerintah, itu kan terjadi defisit. Karena kemampuan sapi lokal itu kan hanya 45%, sedangkan 55% itu harus diimpor," terangnya.


Djoni pun menjelaskan bahwa proses impor sapi bakalan berbeda dengan impor daging beku. Sapi bakalan membutuhkan waktu penggemukan sekitar 3 bulan setelah tiba di Indonesia, dan selama proses itu, pakan ternaknya disuplai dari petani lokal. Artinya, proses ini memberi efek domino pada perekonomian rakyat.


"Kalau kita memasukkan sapi bakalan, artinya kan dilakukan proses penggemukan di sini. Itu membutuhkan bahan baku pakan dalam negeri yang disediakan petani-petani lokal. Dan tenaga kerja juga, untuk setiap 1.000 ekor sapi dibutuhkan 33 orang (pekerja)," ungkap dia.


Ia menambahkan, dibandingkan mengimpor daging beku yang langsung masuk ke gudang dan dijual, penggemukan sapi hidup memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi masyarakat. Mulai dari petani pakan, buruh kandang, hingga rumah potong hewan (RPH) akan ikut tumbuh bersama.


Djoni mengatakan, pemerintah setiap tiga bulan sekali melakukan evaluasi berkala. Dimana pada kesempatan itu, pemerintah membuka peluang penyesuaian kuota berdasarkan perkembangan konsumsi dan pasokan. Jika permintaan terus naik seiring pertumbuhan ekonomi, bukan tak mungkin penambahan kuota kembali dilakukan.


Untuk saat ini, mayoritas sapi bakalan masih diimpor dari Australia dan proses penggemukannya dilakukan di dalam negeri.


Djoni pun berharap agar pemerintah konsisten dalam menerapkan strategi ini. Menurutnya, ini bukan semata-mata soal impor, melainkan soal bagaimana menumbuhkan ekosistem ekonomi peternakan dalam negeri secara menyeluruh.


"Saya kira ini sangat-sangat mendukung. Mudah-mudahan ini komitmen pemerintah yang berlanjut ke depannya," harap Djoni.


Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam konferensi pers pekan lalu mengungkapkan bahwa strategi pemerintah saat ini adalah memperbesar porsi impor sapi bakalan, dan menekan impor daging beku. Menurutnya, ini penting untuk menjaga keberlangsungan peternak penggemukan lokal.


"Sapi hidup untuk penggemukan. Kalau kita pilih sapi penggemukan maka harus dikendalikan dong impor daging sapi bekunya, kalau nggak yang peternak penggemukannya akan bangkrut," tegas Zulhas di kantornya, Jumat (16/5/2025).


Zulhas juga menekankan pentingnya rantai ekonomi yang terbentuk dari penggemukan sapi hidup. Dalam skema ini, petani jagung, peternak kecil, hingga keluarga di desa bisa ikut terlibat dan memperoleh penghasilan.


"Kalau sejuta (ekor sapi), berapa? 300 ribu keluarga petani kan? 300 ribu keluarga petani bisa hidup dari situ," ujarnya.


(hoi/hoi)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Menko Zulhas: Indonesia Tambah Impor Sapi Kecil 184 Ribu Ekor

Next Article 200 Ribu Ekor Sapi Brasil Mau Serbu RI, Begini Penjelasan Wamentan

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|