Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal mengkaji apakah akan diperlukan rumusan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan piutang macet kepada usaha mikro, kecil, dan menengah dalam bidang pertanian perkebunan peternakan perikanan dan kelautan, serta UMKM lainnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan diperlukan pemahaman bersama terkait hapus buku dan hapus tagih kredit UMKM di bank BUMN.
"Ya sebenarnya sih kalau nanti kita lihat ya, nanti apakah memang perlu petunjuk lebih lanjut. Tetapi yang paling penting sebetulnya adalah pemahaman bersama ya mengenai apa sih yang dimaksud dengan penghapusbukuan, penghapustagihan gitu ya, sebagaimana yang ditulis dalam undang-undang PPSK itu, kemudian bagaimana PP itu menginterpretasikan itu," ujar Dian saat ditemui di Mall Kota Kasablanka, Selasa (12/11/2024).
Dian menilai PP tersebut sebenarnya sudah cukup jelas dan merupakan kebijakan yang bersifatsatu kali saja atau one shot policy.
"Kita sama-sama tahu bahwa itu kan dilakukan one shot policy, itu hanya dilakukan selama 6 bulan, dan itu pun hanya terbatas untuk UMKM dan yang angkanya sekitar maksimal kan Rp500 juta, dan untuk 5 tahun ke belakang," terang Dian.
Maka dari itu, ia mengatakan pelaksanaan aturan tersebut tinggal diproses saja. Namun, industri perbankan membutuhkan waktu untuk mengidentifikasi kriteria debitur UMKM yang batas nilai Rp500 juta.
"Itu hanya persoalan-persoalan teknis, kemudian sebetulnya mudah-mudahan tidak ada persoalan-persoalan lagi yang mendasarkan, karena dasar hukum sudah clear," ucap Dian.
Dian juga menjelaskan masyarakat juga perlu memahami bahwa hapus tagih kredit UMKM tidak termasuk kredit usaha rakyat (KUR).
Akan tetapi dia menggarisbawahi bahwa kebijakan tersebut sudah lazim dilakukan oleh bank swasta.
"Swasta itu sudah melakukan penghapusbukuan dan penghapustagihan itu sesuai dengan penilaian mereka tentu saja kan, jadi tidak ada isu yang spesifik," katanya.
Pun dalam PP 47/2024 disebutkan bahwa hapus tagih dapat dilakukan setelah upaya penagihan dilakukan maksimal oleh bank. Pada tahap awal kredit bermasalah, bank wajib melakukan upaya restrukturisasi.
Bila proses tersebut belum berhasil, bank bisa melakukan hapus buku dengan melakukan pencadangan. "Nah nanti kalau misalnya ditagih juga tidak bisa ya sudah, dihapus tagih kan kan gitu, nah itu proses biasa sebetulnya, nah ini kan itu saja kira-kira," kata Dian.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Efek Anjloknya Daya Beli, Penyaluran Kredit Multifinance Turun
Next Article Aturan Hapus Buku Kredit Macet UMKM Belum Rilis, OJK Bilang Begini