Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Suriah Bashar al-Assad berhasil digulingkan dan tumbang dari takhtanya, yang sudah berlangsung sejak tahun 2000. Situasi ini pun mengakhiri Perang Saudara yang berlangsung selama 13 tahun di Negeri Syam tersebut.
Sebelumnya diketahui, pasukan pemberontak Suriah, yang dipimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), mulai menguasai ibu kota Damaskus pada hari Minggu setelah berhari-hari mencetak kemajuan di sejumlah kota utama seperti Aleppo dan Deir El Zor.
Sebelum para pemberontak berhasil menguasai Damaskus, Assad dan sejumlah pejabat memutuskan untuk kabur dengan pesawat dari negara itu.
Berikut update terkait situasi di Suriah saat ini, sebagaimana dihimpun dari berbagai sumber oleh CNBC Indonesia pada Senin (9/12/2024).
Assad Kabur ke Rusia
Presiden Assad dan pejabat lainnya meninggalkan Suriah sesaat setelah mengundurkan diri dari jabatannya. Beberapa jam kemudian, kantor berita pemerintah Rusia melaporkan bahwa Assad dan keluarganya berada di Moskow dan diberi suaka.
Dalam sebuah unggahan di aplikasi perpesanan Telegram pada Minggu, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan Assad meninggalkan Suriah setelah berunding dengan pejuang oposisi. Ia memberikan 'instruksi' untuk mentransfer kekuasaan secara damai'.
"Rusia tidak berpartisipasi dalam negosiasi ini. Namun kami telah mengikuti peristiwa dramatis ini dengan penuh kekhawatiran," kata kementerian tersebut.
Pengumuman itu juga muncul saat Rusia, sekutu utama Bashar al-Assad, menyerukan pertemuan darurat dewan keamanan PBB mengenai situasi yang berubah cepat di negara yang dilanda perang itu. Seorang pejabat Barat juga mengatakan mereka yakin itu kemungkinan besar terjadi dan tidak punya alasan untuk meragukan klaim Moskow.
"Assad dan anggota keluarganya telah tiba di Moskow," sumber itu mengatakan kepada kantor berita TASS dan Ria Novosti. "Rusia memberi mereka suaka atas dasar kemanusiaan."
Di kesempatan yang sama, sumber Kremlin juga mengatakan pemberontak yang menggulingkan Assad dalam serangan kilat "menjamin keamanan pangkalan militer Rusia dan lembaga diplomatik di wilayah Suriah". Rusia, pendukung terbesar Assad bersama dengan Iran, memiliki pangkalan angkatan laut di Tartus dan lapangan udara militer di Khmeimim.
Pasukan Moskow terlibat secara militer dalam konflik Suriah pada tahun 2015, memberikan dukungan bagi pasukan Assad untuk menghancurkan oposisi dalam perang saudara berdarah tersebut.
Reaksi dan Euforia di Suriah
Pemimpin kelompok pemberontak terbesar di Suriah, Abu Mohammed al-Jolani alias Ahmad Al Sharaa, mengatakan bahwa kemenangan melawan Assad adalah kemenangan bagi negara Islam. Ia menyebut selama ini Assad telah menjadikan Suriah sebagai sapi perah dari kerakusan Iran.
"Assad telah menjadikan Suriah ladang bagi keserakahan Iran. Assad juga menjadikan Suriah sebagai pangkalan bagi amfetamin ilegal Captagon yang mendatangkan uang tunai bagi lingkaran Assad," ujarnya.
Sementara itu, video-video dari Damaskus memperlihatkan keluarga-keluarga berjalan ke istana presiden. Nampak beberapa orang keluar membawa tumpukan piring dan barang-barang rumah tangga lainnya.
"Saya tidak tidur tadi malam, dan saya menolak untuk tidur sampai saya mendengar berita tentang kejatuhannya," kata Mohammed Amer Al Oulabi, 44 tahun, yang bekerja di sektor kelistrikan.
"Dari Idlib ke Damaskus, mereka (pasukan oposisi) hanya butuh beberapa hari, syukurlah. Semoga Tuhan memberkati mereka, singa-singa heroik yang membuat kita bangga."
Kerumunan orang juga berkumpul di Ibu Kota untuk merayakan dengan nyanyian dan doa. Sesekali tembakan perayaan juga terdengar dari pasukan oposisi yang merayakan tumbangnya rezim keluarga Assad setelah 50 tahun memimpin dengan tangan besi.
Perang di Suriah dimulai pada tahun 2011 ketika pemberontakan pro-demokrasi yang menuntut diakhirinya pemerintahan Assad yang panjang meningkat dengan cepat menjadi perang saudara yang brutal. Sejak saat itu, konflik tersebut telah menewaskan lebih dari 500.000 orang dan menyebabkan sekitar 12 juta orang mengungsi dari rumah mereka.
Respons Qatar & Turki atas Kejatuhan Rezim Assad
Qatar mengatakan negara-negara Arab akan memulai dialog terbuka untuk mencegah ancaman perang saudara yang kembali terjadi di Suriah. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed al-Ansari.
Ansari mengatakan para pemimpin Arab yang bertemu akhir pekan ini di Doha "bersyukur atas pertempuran yang sangat terbatas" yang mendahului penggulingan Bashar al-Assad.
"Hal itu memudahkan para aktor internasional untuk masuk dan mulai terlibat sebelum pertempuran apapun meletus di antara para pihak di lapangan," katanya, seperti dikutip The Guardian, Senin (9/12/2024).
Qatar sendiri tidak bergabung dengan negara Arab lainnya dalam mengakui Assad dan menjadi tuan rumah bagi kelompok oposisi Suriah di Doha. Qatar mungkin memainkan peran kunci dalam memediasi berbagai isu seperti masa depan pangkalan Rusia dan hubungan antara Kurdi Suriah dan Turki.
Selain Qatar, Turki kemungkinan juga akan memiliki peran kunci dalam berbagai aspek masa depan Suriah. Sebagai informasi, kedua negara tersebut merupakan pendukung oposisi Suriah dalam perang saudara yang dimulai pada tahun 2011.
"Tidak ada satu kelompok pun, tidak ada satu partai pun atau sekte pun yang boleh merasa tidak aman atau dikucilkan di masa depan Suriah," kata Menteri luar negeri Turki, Hakan Fidan, meminta masyarakat internasional untuk mendukung warga Suriah dan mengatakan pemerintahan baru harus dibentuk dengan tertib.
"Prinsip inklusivitas tidak boleh dikompromikan," katanya. "Sudah saatnya untuk bersatu dan membangun kembali negara ini."
AS Bombardir 75 Target di Suriah
Amerika Serikat (AS) mengatakan telah melancarkan puluhan serangan udara terhadap target-target ISIL (ISIS) di Suriah setelah runtuhnya rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Komando Pusat AS (CENTCOM) mengatakan pada Minggu (8/12/2024) bahwa mereka telah menyerang lebih dari 75 target, termasuk para pemimpin, operator, dan kamp-kamp ISIL (ISIS). Ini dilakukan untuk memastikan bahwa kelompok bersenjata tersebut tidak memanfaatkan berakhirnya kekuasaan al-Assad.
CENTCOM mengatakan sedang melakukan penilaian kerusakan setelah serangan-serangan tersebut, yang melibatkan pesawat-pesawat tempur termasuk Boeing B-52 Stratofortress dan McDonnell Douglas F-15 Eagle, tetapi tidak ada indikasi korban sipil.
"Tidak boleh ada keraguan - kami tidak akan membiarkan ISIS bangkit kembali dan memanfaatkan situasi terkini di Suriah," kata Komandan CENTCOM Jenderal Michael Erik Kurilla dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Al Jazeera, Senin.
"Semua organisasi di Suriah harus tahu bahwa kami akan meminta pertanggungjawaban mereka jika mereka bermitra dengan atau mendukung ISIS dengan cara apa pun."
Serangan itu terjadi saat Presiden AS Joe Biden yang akan lengser menggambarkan jatuhnya al-Assad sebagai "momen berisiko" dan "kesempatan bersejarah".
Iran Pertahankan Pengaruh
Pemerintahan Iran dilaporkan telah membuka jalur komunikasi langsung dengan kelompok-kelompok dalam kepemimpinan baru di Suriah. Ini terjadi pasca keruntuhan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Melansir Reuters pada Senin (9/12/2024), seorang pejabat senior Iran mengatakan hal ini dilakukan negaranya sebagai upaya untuk "mencegah lintasan permusuhan" antara kedua negara.
Teheran sendiri disebut khawatir tentang bagaimana perubahan kekuasaan di Damaskus akan memengaruhi pengaruh Iran di Suriah, yang menjadi kunci pengaruh regionalnya.
Beberapa jam setelah jatuhnya Assad, Iran mengatakan pihaknya mengharapkan hubungan dengan Damaskus akan terus berlanjut berdasarkan "pendekatan yang berpandangan jauh ke depan dan bijaksana". Teheran juga menyerukan pembentukan pemerintahan inklusif yang mewakili semua segmen masyarakat Suriah.
"Kekhawatiran utama bagi Iran adalah apakah penerus Assad akan mendorong Suriah menjauh dari orbit Teheran," kata pejabat Iran lainnya. "Itu adalah skenario yang ingin dihindari Iran."
Namun, menurut tiga pejabat Iran, tidak ada kepanikan saat Teheran mencari jalur diplomatik untuk menjalin kontak dengan orang-orang yang oleh salah satu pejabat disebut "mereka yang berada dalam kelompok penguasa baru Suriah yang pandangannya lebih dekat dengan Iran".
Suriah pasca-Assad yang bermusuhan akan merampas satu-satunya rute pasokan darat kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah, dan menolak akses utama Iran ke Mediterania dan "garis depan" dengan Israel.
Di sisi lain, dua pejabat Iran mengatakan Teheran waspada terhadap Donald Trump yang menggunakan pencopotan Assad sebagai pengaruh untuk mengintensifkan tekanan ekonomi dan politik terhadap Iran, "baik untuk memaksakan konsesi atau untuk mengacaukan Republik Islam".
Israel Berniat Rebut Dataran Tinggi Golan
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan pasukannya untuk merebut zona penyangga demiliterisasi di perbatasan Negeri Yahudi itu dengan Suriah, Minggu (8/12/2024). Hal ini terjadi saat Bashar al-Assad tumbang dari jabatannya sebagai Presiden Suriah.
Dalam pernyataannya, Netanyahu menyebut 'perjanjian pelepasan' yang telah berlaku selama 50 tahun antara kedua negara telah runtuh. Ini membuat Pasukan Suriah untuk meninggalkan posisi mereka di daerah zona penyangga di Dataran Tinggi Golan.
"Saya memerintahkan IDF (militer) kemarin untuk merebut zona penyangga dan posisi komando di dekatnya. Kami tidak akan membiarkan kekuatan musuh mana pun membangun diri di perbatasan kami," tuturnya, dikutip Channel News Asia.
Pengumuman yang disampaikan Netanyahu ini muncul setelah militer mengatakan telah mengerahkan pasukan ke daerah itu. Israel telah mengatakan sehari sebelumnya bahwa tentaranya memasuki zona penyangga yang diawasi oleh PBB untuk membantu pasukan penjaga perdamaian dalam menangkis serangan.
Pada hari Minggu, militer Israel mengumumkan pengerahan pasukan di sana. Mereka beralasan terkait adanya kemungkinan masuknya orang-orang bersenjata ke zona penyangga.
"Menyusul kejadian baru-baru ini di Suriah, IDF (militer Israel) telah mengerahkan pasukan di zona penyangga dan di beberapa tempat lain yang diperlukan untuk pertahanannya, guna memastikan keselamatan masyarakat di Dataran Tinggi Golan dan warga Israel," kata pernyataan militer.
"Pasukan Israel akan terus beroperasi selama diperlukan untuk menjaga zona penyangga dan mempertahankan Israel. Israel tidak mencampuri kejadian internal di Suriah".
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Suriah Memanas! Pasukan Pemerintah Serang Oposisi, 12 Tewas
Next Article AS & UEA Siapkan Jurus Rahasia Jauhkan Negara Arab Ini dari Iran