Jakarta, CNBC Indonesia - Prahara bertubi-tubi masih terus melanda Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol pasca dirinya menetapkan darurat militer, Selasa lalu. Setelah mendapatkan rencana pemakzulan dari parlemen Majelis Nasional, Kepolisian Korsel memutuskan untuk memeriksa Yoon, Kamis (5/12/2024).
Dalam pernyataannya, Kepolisian Korsel menyebut Yoon akan menghadapi dugaan pemberontakan pascamanuvernya itu. Di dalam hukum, pelanggaran semacam ini dapat berakhir pada hukuman mati.
"Kami sedang menyelidiki Presiden Yoon atas tuduhan 'pemberontakan' kejahatan yang melampaui kekebalan presiden dan dapat dijatuhi hukuman mati, setelah pihak oposisi mengajukan pengaduan terhadapnya dan tokoh-tokoh penting lainnya yang terlibat," tulis pernyataan itu dikutip AFP.
Sebelumnya, pada Selasa malam, Presiden Korsel Yoon mengejutkan negaranya dengan mengumumkan darurat militer di TV. Ia menyebut alasan pemberlakuan hal ini adalah ancaman dari Korut dan 'kegiatan anti-negara' oleh lawan politik dalam negeri.
Meski begitu, dekrit ini gagal 6 jam setelah diberlakukan oleh Yoon. Hal ini disebabkan oleh keputusan 190 dari 300 anggota parlemen Majelis Nasional yang menolak dekrit tersebut.
Pada Kamis, Parlemen Majelis Nasional Korsel memulai langkah untuk menggulingkan Yoon. Mereka menuduh Yoon telah 'melanggar konstitusi dan hukum' serta menuding presiden mencoba menghindari penyelidikan atas dugaan tindakan ilegal yang melibatkan dirinya dan keluarganya.
Meski begitu, sejumlah pejabat Partai Kekuatan Rakyat (PPP) pimpinan Yoon, mengatakan bahwa meskipun ia telah menuntut Yoon meninggalkan partai atas 'darurat militer yang tidak konstitusional', mereka akan memblokir mosi pemakzulan.
"Semua 108 anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat akan tetap bersatu untuk menolak pemakzulan presiden," kata salah satu pejabat partai, Choo Kyung Ho.
Sementara itu, anggota parlemen lainnya, Kim Seung Won, mengatakan bahwa keputusan Yoon memberlakukan darurat militer adalah sebuah kesalahan fatal yang 'tidak pantas untuk diampuni'.
"Ini adalah kejahatan yang tidak dapat dimaafkan. Kejahatan yang tidak dapat, tidak boleh, dan tidak akan diampuni," katanya.
Pemungutan suara pemakzulan sendiri akan dilakukan pada pukul 19.00 waktu setempat. Jika mosi tersebut diloloskan, Yoon akan diskors sambil menunggu putusan dari hakim Mahkamah Konstitusi. Jika para hakim menyetujuinya, Yoon akan dimakzulkan dan pemilihan baru harus diadakan dalam waktu 60 hari.
Di sisi lain, dalam politik Korsel, Partai Demokrat yang merupakan oposisi menguasai parlemen. Politisi dari partai tersebut telah berulang kali meminta pihak berwenang untuk memeriksa sejumlah pelanggaran Yoon, termasuk skandal istrinya, Kim Keon Hee, yang dituduh melakukan korupsi dan penyalahgunaan pengaruh, terutama terkait dugaan menerima tas Dior dari seorang pendeta.
Selain itu, pada pekan ini, Partai Demokrat yang beroposisi memangkas 4,1 triliun won (Rp 46 triliun) dari anggaran yang diusulkan pemerintah Yoon sebesar 677,4 triliun won (Rp 7.600 triliun). Sayangnya, hal ini tidak dapat diveto oleh presiden sehingga Yoon harus menerima pemotongan ini.
"Yoon diturunkan jabatannya menjadi presiden yang tidak berdaya dan terpaksa memveto rancangan undang-undang yang disahkan oposisi, sebuah taktik yang ia gunakan dengan frekuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya." kata pengamat dari Institut Studi Korea Universitas George Washington, Celeste Arrington, kepada BBC.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: AS Respons Langkah Presiden Korsel Deklarasikan Darurat Militer
Next Article Korsel Mendadak Chaos Gegara Darurat Militer, Presiden di Ujung Tanduk