Jakarta, CNBC Indonesia - Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2024 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri mengamanatkan pembentukan Korps Pemberantasan Korupsi di di lingkungan Polri. Ada pemberitaan di media bahwa Korps tersebut merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyaingi Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung.
Atas komentar-komentar tersebut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Suparji Ahmad berpendapat bahwa tidak ada masalah dengan pembentukan lembaga tersebut. Sebab, korupsi harus diberantas bersama-sama antara Polri, KPK, dan Kejagung.
"Konsep pembentukan banyak jenis penyidik dan penyidikan (bersifat spesialis) dari berbagai instansi/lembaga pemerintah adalah sesuai dengan perkembangan hukum dan perkembangan kejahatan. Dan, kejahatan yang terjadi saat ini dan ke depannya sudah tidak mungkin hanya ditangani oleh satu lembaga penyidikan," kata Suparji dalam siaran pers yang diterima CNBC Indonesia, Minggu (20/10/2024).
Suparji menjelaskan, dalam kerjanya lembaga-lembaga penyidik sebagai salah satu sub sistem dari Intgrated Criminal Justice System tidak boleh lagi tersekat berdasarkan prinsip deferensiasi fungsional ala KUHAP. Misalnya saja, hubungan penyidik dengan Jaksa Penuntut Umum yang selama ini tersekat dengan lembaga prapenuntutan, maka ke depannya tidak begitu lagi.
"Mereka berada dalam satu kesatuan kerja, tidak ada lagi penyidik menerima P18/P19 atau P21 dari Penuntut Umum, yang ada adalah kerja bareng sejak surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, persidangan dan eksekusi. Itulah yang menurut saya tepat, yaitu penegakan hukum pidana yang integralistik berdasarkan Pancasila," ujar Suparji.
Isu lain juga muncul di media sosial terkait Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dilaporkan ke KPK karena masalah data pribadi, tanda tangan dan data pernikahan. Menurut Suparji, Itu adalah isu lama yang sudah terklarifikasi. Bahkan menurut Suparji, pelaporan ke KPK adalah aneh.
"Masak lembaga pemberantasan korupsi diminta mengurusi masalah tersebut, ya jadinya seperti disdukcapil dan pengadilan agama. Itulah adu domba antarlembaga pemberantasan korupsi," kata Suparji.
Untuk masalah hidup mewah dan LHKPN, maka Suparji masih meyakini bahwa Burhanuddin masih on the track. Untuk itu, dapat diyakini pasti tidak seperti yang dilaporkan.
"Bahkan, disinyalir ada pihak-pihak yang berkepentingan menggunakan tangan pihak lain untuk membunuh karakter Jaksa Agung ST Burhanuddin, ya, untuk saat ini kepentingannya adalah jabatan Jaksa Agung," ujar Suparji.
Menurut Suparji, Jaksa Agung ST Burhanuddin dapat membuktikan bahwa selama lima tahun kepemimpinannya bisa membawa lembaga kejaksaan menjadi lebih baik dan lebih dipercaya publik daripada tahun tahun sebelum kepemimpinannya.
"Untuk pemberantasan korupsi yang dilakukannya, layak masyarakat untuk memberikan apresiasi," katanya.
Terakhir, Suparji berharap spekulasi-spekulasi atas upaya koruptor dengan mengadu domba antarlembaga pemberantasan korupsi, semestinya dihentikan dan tidak perlu ditanggapi secara serius.
Menghajar balik
Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra menilai setiap ada kontestasi jabatan pada lembaga penegakan hukum selalu ada kisah segala cara bisa dilakukan termasuk "senjata politik" dan manuver " tikungan terakhir" dengan cari-cari judul dengan membuat laporan hukum.
Tujuannya untuk memunculkan kegaduhan riuh publik menjelang pelantikan presiden dan kabinet atas telah dipanggilnya beberapa orang anak bangsa yang akan mengisi jabatan dalam kabinet semakin mengkerucut.
"Dalam hal ini pula tak terlepas dari personil dalam jabatan Jaksa Agung yang dianggap sebagai lembaga penegakan hukum yang strategis. Karenanya terkait adanya laporan atas Jaksa Agung ke KPK adalah upaya "menghajar balik" sekaligus "sasaran tembak" pada diri Jaksa Agung yang telah banyak berperan dan berani memberantas kasus korupsi dan kasus-kasus besar yang merajalela," kata Azmi.
Harus diakui, menurut dia, institusi Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin terlihat spirit baru insitusi termasuk dobrakannya dalam penegakan hukum dibandingkan lembaga penegak hukum lainnya serta membuktikan hasil kerja keras, kerja cepat, dan kerja tuntas serta transparan.
Sikap tegas Jaksa Agung, lanjut Azmi, membawa perubahan kinerja institusi Kejagung serta kini memberikan sumbangsih luar biasa, membawa misi kepentingan bangsa. Semua itu terlihat dari kinerja selama ini di mana laporan kinerja kejaksaan yang dibuktikan dengan kenyataan di lapangan.
"Saat ini patut diduga ada pihak yang ketakutan atau menyembunyikan ambisi atas majunya Jaksa Agung kembali yang diajak dalam kabinet Prabowo, dalam hal ini apakah ada pihak yang kekhawatiran kepada Jaksa Agung yang akan terus memuat inovasi baru penegakan hukum sehingga para koruptor khawatir bila St Burhanuddin kembali sebagai Jaksa Agung," kata Azmi.
"Sehingga cara atau metode gebuk dengan pelaporan yang diajukan ke KPK yang hal sebenarnya masuk dalam area hukum administatif dan hukum privat dan kesannya pelaporan ini "gebuk aji mumpung" guna menihilkan kinerja Jaksa Agung sekaligus mencoba menumbangkan reputasinya menjelang suasana terbentuknya kabinet pemerintahan baru," lanjutnya.
Sehingga pelaporan ini, menurut Azmi, bisa dimaknai sebagai upaya pembunuhan karakter dan sangat tepat disarankan "hendaknya bagi siapapun yang menerima dan mendapatkan laporan yang sifat dan karakteristiknya administrasi dan hukum privat dalam suasana siasat bulan politik kabinet hendaknya dapat bijaksana.
"Termasuk KPK dapat menunda dulu sampai terbentuknya kabinet, tidak pula dalam keadaan menjelang pelantikan presiden maupun menjelang terbentuknya kabinet seolah hanya terkesan pelaporan ini jadi ajang untuk saling rebut kekuasaan," ujar Azmi.
(miq/miq)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Jelang Pensiun, Jokowi Bentuk Kortas Tipikor Polri
Next Article KPK Cegah 2 Orang ke Luar Negeri Terkait Kasus PGN