Jakarta, CNBC Indonesia - Selain Malaysia, Vietnam menjadi salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang ramai 'diserbu' asing untuk membangun fasilitas data center.
Firma riset BMI mengatakan Vietnam bisa menjadi salah satu pemain utama di kawasan Asia Tenggara untuk industri data center.
Raksasa teknologi asing selama ini diuntungkan dengan bebasnya aliran data lintas negara (cross-boarder) di Vietnam karena memangkas biaya tambahan dan diklaim meningkatkan layanan.
Namun, agaknya asing dibuat ketar-ketir dengan rancangan aturan baru di Vietnam terkait perlindungan dan penyimpanan data di dalam negeri.
PP No. 71 Tahun 2019 di RI
Rencana aturan itu serupa dengan yang berlaku di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan PP no. 71 tahun 2019 yang mewajibkan setiap penyelenggara sistem elektronik (PSE) Lingkup Publik melakukan pengelolaan, pemrosesan, dan penyimpanan sistem/data elektronik di Indonesia.
Untuk Lingkup Privat, kewajiban menyimpan data di dalam memang hanya berlaku untuk data transaksi keuangan (PSTE). Namun, PSE Lingkup Privat harus berkoordinasi dengan pemerintah ketika terkait perlindungan data dan peredaran konten di Indonesia.
Ke depan, pemerintah Indonesia juga berencana untuk merevisi PP no. 71 tahun 2019 dengan menekankan soal penempatan data yang lebih meluas di dalam negeri.
Aturan itu membagi data apa saja yang wajib diletakkan di dalam negeri. Revisi PP 71, dia mengharapkan bisa mendukung kebijakan data yang lebih kuat lagi.
Selain itu, diharapkan revisi PP 71 tahun 2019 itu akan mendorong investasi data center ke dalam negeri dari PSE yang beroperasi di Indonesia.
Kebijakan penyimpanan data di dalam negeri ini juga sudah dilakukan oleh beberapa negara, antara lain China, Rusia, dan Uni Eropa, untuk menjaga privasi data dan menghindari asing mengakses informasi krusial di dalam negara mereka.
Vietnam Ikut Aturan RI
Pemerintah Vietnam juga berencana memperketat aturan terkait penyimpanan data tersebut. Pejabat Vietnam mengatakan rancangan aturan itu telah didiskusikan di parlemen, dikutip dari Reuters, Selasa (5/11/2024).
Tujuannya untuk memudahkan otoritas untuk mengakses informasi, dan didorong Kementerian Keamanan Publik.
Parlemen Vietnam telah membahas rancangan aturan tersebut selama sebulan dan dijadwalkan akan disepakati pada 30 November mendatang.
Namun, hal ini membuat platform media sosial dan operator data center kesulitan untuk menumbuhkan bisnis mereka di Vietnam.
Perusahaan teknologi Amerika Serikat (AS) telah memperingatkan pemerintah Vietnam soal dampak jika negara tersebut memperketat aturan soal data.
Sebagai informasi, Vietnam memiliki populasi sebanyak 100 juta dan merupakan salah satu pasar terbesar bagi Facebook dan platform online lainnya.
Vietnam juga menyasar investasi asing masuk ke negaranya di sektor industri data center dalam beberapa tahun ke depan. Namun, ambisi itu akan sulit diraih jika Vietnam tetap bersikeras menerapkan pengetatan aturan data.
"Rancangan aturan itu akan membuat perusahaan teknologi, yakni platform media sosial dan operator data center kesulitan menyasar pelanggan yang bergantung kepada mereka setiap harinya," kata Jason Oxman, Kepala Komite Industri Teknologi Informasi (ITI), dikutip dari Reuters.
Asosiasi tersebut merepresentasikan raksasa teknologi seperti Meta, Google, dan operator data center Equinix.
Regulasi Vietnam yang berlaku saat ini sebenarnya sudah membatasi transfer data lintas negara (cross-border) dalam beberapa kondisi. Namun, aturan itu jarang ditegakkan.
Belum jelas bagaimana aturan baru, jika diadopsi, akan memengaruhi investasi asing di Vietnam.
Pada Agustus lalu, Reuters melaporkan Google mempertimbangkan membangun data center berskala besar di wilayah selatan Vietnam, sebelum aturan itu dibahas di parlemen.
"Aturan baru ini akan sangat menantang bagi hampir semua perusahaan swasta," kata Adam Sitkoff, executive director di American Chamber of Commerce di Hanoi.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini: