Jakarta, CNBC Indonesia - Tiga perusahaan papan atas Amerika Serikat (AS) Starbucks, Nike, dan Boeing mengalami kesulitan manajemen yang serupa. Kondisi ini menyebabkan saham ketiganya kini tak lagi menarik di mata investor.
Ketiga perusahaan diketahui memiliki CEO baru yang membawa misi bersih-bersih perusahaan hingga mengembalikan merek mereka ke masa kejayaanya. Perkara ini bukan tugas yang mudah.
Seperti Starbucks, laporan pendapatannya yang diterbitkan Selasa lalu (22/10/2024), menunjukan penurunan penjualan pada kuartal ketiga. Ini merupakan penurunan berturut-turut selama tiga kuartal di AS.
Penjualan Starbucks turun 10% di AS, dan di China turun 14%. Permintaan Starbucks belum pernah serendah ini sejak tahun pertama pandemi.
Torehan angka yang buruk ini membuat Starbucks kemudian mengambil langkah yang tidak biasa, dengan menangguhkan pedoman keuangannya. Langkah ini secara teori memberikan waktu kepada CEO baru Brian Niccol untuk memikirkan sebuah rencana.
Brian yang mantan CEO Chipotle ini menjadi CEO ketiga di Starbucks dalam tiga tahun. Ia merupakan sosok yang dikenal sebagai penyelamat perusahaan yang sedang berkembang pesat.
Sejauh ini, Niccol mengatakan dia ingin menyederhanakan menu, meningkatkan jumlah staf dan mengeluarkan susu dan gula dari balik meja.
"Kita perlu mengubah strategi kita secara mendasar sehingga kita dapat kembali tumbuh," katanya, mengutip CNN Internasional, Minggu (27/10/2024). Hal serupa dialami Nike. Sahamnya turun sekitar 25% tahun ini. Pendapatannya juga turun 10% pada kuartal terakhir dibandingkan tahun sebelumnya.
Foto: Ilustrasi Logo NIKE (REUTERS/Carlo Allegri/File Photo)
Ilustrasi Logo NIKE (REUTERS/Carlo Allegri/File Photo)
Brand sport ternama ini memiliki bos baru ini diharapkan bisa memberikan ide besar untuk mengembalikan kejayaan mereknya.
Sayangnya, perusahaan pakaian dan alat olahraga ini dihadapkan masalah dari kesalahan langkah strategisnya. Seperti tidak fokus dalam membuat sepatu yang keren, juga meningkatkan persaingan dari merek baru seperti Hoka dan On.
CEO Nike Elliott Hill, yang baru menjabat beberapa minggu tetapi sudah mendapatkan perpanjangan kemitraan Nike dengan NBA dan WNBA selama 12 musim. Hal ini memastikan bahwa perhatian akan tetap tertuju pada seragam dan pakaian resmi pemain bola basket profesional.
Terakhir, Boeing. Ini diumpamakan sebagai anak yang bermasalah. Keadaan Boeing menjadi kacau ketika Kelly Ortberg mengambil alih jabatan CEO pada bulan Agustus, dan entah bagaimana keadaannya malah memburuk.
Pada hari Rabu lalu (23/10/2024), serikat pekerja yang telah melakukan aksi mogok selama enam minggu terakhir menolak tawaran Boeing untuk kembali bekerja, yang berarti penghentian kerja yang menghabiskan sekitar US$ 1 miliar per bulan dari perusahaan akan terus berlanjut.
Boeing melaporkan kerugian kuartal ketiga sebesar US$ 6 miliar. Ini salah satu kerugian kuartalan terbesar dalam sejarah perusahaan. Semua ini terjadi usai Boeing menghadapi masalah salah satu penutup pintu pesawat meledak di udara.
Hal ini terjadi setelah periode enam tahun yang ditandai dengan dua tragedi, yaitu terungkapnya kegagalan sistemik perusahaan dan terkikisnya reputasi Boeing dalam hal kualitas dan keselamatan.
Seperti Nike dan Starbucks, Boeing melihat masa lalunya untuk memandu masa depannya. Sayangnya bagi Ortberg, kebusukan ini sudah berlangsung lebih dari satu dekade. Boeing kini juga tidak akan mampu membangun mesin waktu yang sangat dibutuhkannya tanpa 33.000 masinis yang sedang melakukan pemogokan.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Respons Positif Kabinet Prabowo, IHSG Menguat 7 Hari Beruntun
Next Article Khawatir Tiongkok, Saham Nike (NKE) Langsung Anjlok 20%