Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi perpolitikan Korea Selatan (Korsel) masih memanas. Partai oposisi utama di negeri itu mengatakan Minggu bahwa pihaknya akan mencoba lagi proses memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol setelah pria berumur 63 tahun itu mengumumkan darurat militer.
Pemakzulan baru ini terjadi setelah Sabtu, Yoon Suk Yeol dapat menghindari dari pemakzulan pertamanya karena boikot dari partai pimpinannya Partai Kekuatan Rakyat (PPP). Hal tersebut membuat proses impeachment di mana parlemen menyampaikan mosi tidak percaya ke presiden gagal.
"Yoon, pelaku utama di balik pemberontakan dan kudeta militer yang menghancurkan tatanan konstitusional Korsel, harus segera mengundurkan diri atau dimakzulkan tanpa penundaan," kata pemimpin oposisi utama Partai Demokrat (DP) Lee Jae-myung, dikutip AFP, Senin (9/12/2024).
"Pada tanggal 14 Desember, Partai Demokrat kami akan memakzulkan Yoon atas nama rakyat," tegasnya.
Sebenarnya polisi Korsel kemarin juga menangkap menteri pertahanan yang bertanggung jawab atas operasi darurat militer sementara menteri dalam negeri kabinet mundur. Mereka bersama Yoon kini sedang diselidiki atas tuduhan pemberontakan.
Janji Mundur
Perlu diketahui, partai PPP sendiri menegaskan upaya boikot dilakukan karena ada janji dari Yoon yang akan segera mengundurkan diri. Bahkan, ia berjanji, tak akan mencampuri urusan negara, termasuk urusan luar negeri.
"Hal ini akan meminimalkan kebingungan bagi Korea Selatan dan rakyatnya, menyelesaikan situasi politik secara stabil, dan memulihkan demokrasi liberal," kata pejabat PPP Han Dong-hoon.
Pengaturan dinilai juru bicara oposisi DP ilegal. Ini menyalahi wewenang presiden.
Foto: Demonstran menghadiri aksi protes di luar gedung parlemen Korea Selatan (Korsel), saat sidang pleno untuk voting pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol digelar. Dalam aksinya, para demonstran menuntut Yoon untuk segera mundur dari jabatannya. (REUTERS/Kim Soo-hyeon)
"Bagi perdana menteri dan partai yang berkuasa untuk bersama-sama menjalankan kewenangan presiden, yang tidak diberikan kepada mereka oleh siapa pun, tanpa berpartisipasi dalam proses konstitusional untuk menangani darurat militer yang tidak konstitusional, merupakan pelanggaran yang jelas terhadap Konstitusi," kata juru bicara Majelis Nasional dari oposisi DP, Woo Won-shik.
"Kekuasaan presiden bukanlah milik pribadi Presiden Yoon Suk Yeol," kata pemimpin DP lagi Lee Jae-myung.
"Bukankah ini kudeta lain yang menghancurkan tatanan konstitusional?" tegasnya.
Foto: Demonstran menghadiri aksi protes di luar gedung parlemen Korea Selatan (Korsel), saat sidang pleno untuk voting pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol digelar. Dalam aksinya, para demonstran menuntut Yoon untuk segera mundur dari jabatannya. (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)
Sebelumnya, Sabtu, Yoon muncul kembali untuk pertama kalinya dalam tiga hari setelah membuat kegaduhan soal darurat militer dan meminta maaf. Ia mengatakan telah membuat kecemasan dan ketidaknyamanan tapi enggan mengundurkan diri seraya mengatakan menyerahkan nasib kepada partainya.
Sebanyak 1 juta warga Korsel sendiri, menurut penyelenggara, berkumpul di depan parlemen di akhir pekan untuk menekan anggota dewan agar menggulingkan presiden. Banyak yang mengenakan pakaian rumit, membawa bendera buatan sendiri, dan melambaikan tongkat cahaya warna-warni serta lilin LED saat lagu-lagu K-pop diputar dari pengeras suara.
"Meskipun kami tidak mendapatkan hasil yang kami inginkan hari ini, saya tidak berkecil hati atau kecewa karena kami akan mendapatkannya pada akhirnya," kata pengunjuk rasa Jo Ah-gyeong, 30 tahun, setelah pemungutan suara pemakzulan.
"Saya akan terus datang ke sini sampai kami mendapatkannya," tambahnya.
Menyelamatkan dari Korut?
Saat mendeklarasikan darurat militer pada Selasa malam, Yoon menyinyalir upayanya itu untuk "melindungi Korsel dari ancaman yang ditimbulkan oleh pasukan komunis Korea Utara (Korut) dan melenyapkan elemen anti-negara yang merampas kebebasan dan kebahagiaan rakyat". Hal itu membuat pasukan keamanan menyegel Majelis Nasional, helikopter mendarat di atap dan hampir 300 tentara mencoba mengunci gedung.
Namun, saat staf parlemen menghalangi para tentara dengan sofa dan alat pemadam kebakaran, cukup banyak anggota parlemen yang berhasil masuk. Mereka memanjat tembok dan menolak langkah Yoon.
Episode tersebut membawa kembali kenangan menyakitkan tentang masa lalu Korsel yang otokratis dan mengejutkan sekutu-sekutunya. Pemerintah Amerika Serikat (AS) bahkan baru mengetahuinya melalui televisi.
"Ini adalah negara yang telah kita bangun sepanjang hidup kita," kata Shin Jae-hyung, 66 tahun, yang mengalami penangkapan dan penyiksaan pada tahun 1970-an dan 80-an saat ia memerangi rezim yang dipimpin militer berturut-turut.
Foto: Demonstran menghadiri aksi protes di luar gedung parlemen Korea Selatan (Korsel), saat sidang pleno untuk voting pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol digelar. Dalam aksinya, para demonstran menuntut Yoon untuk segera mundur dari jabatannya. (REUTERS/Kim Soo-hyeon)
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Ricuh Darurat Militer Korea Selatan, Presiden Yoon Minta Maaf
Next Article Korsel Mendadak Chaos Gegara Darurat Militer, Presiden di Ujung Tanduk