Tanda 'Kiamat' Ancam Pabrik Garmen, Ini Buktinya

1 month ago 19

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekerja di beberapa pusat manufaktur garmen terbesar dunia kini terancam tanda 'kiamat' yang kini menyerang bumi akibat perubahan iklim yang mendorong suhu naik, yakni cuaca panas ekstrem. Penelitian baru menunjukannya di Bangladesh, Vietnam dan Pakistan.

Panas mempengaruhi para pekerja pabrik garmen. Ini harus diatasi baik oleh peritel maupun merk multinasional.

"Di Dhaka, Hanoi, Kota Ho Chi Minh, Phnom Penh, dan Karachi, jumlah hari dengan suhu panas terik... di atas 30,5 derajat Celsius, melonjak hingga 42% pada tahun 2020-2024 dibandingkan dengan tahun 2005-2009," muat para peneliti di Global Labor Institute, Universitas Cornell, dikutip Reuters, Senin (9/12/2024).

Di atas ambang batas tersebut, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) sudah merekomendasikan istirahat sebanyak waktu kerja dalam satu jam tertentu. Ini untuk menjaga suhu tubuh inti yang aman.

"Kami telah berbicara dengan merek-merek selama berabad-abad tentang masalah ini, dan mereka baru sekarang mulai mengalihkan perhatian mereka ke masalah ini," kata direktur eksekutif di Global Labor Institute, Jason Judd.

"Jika sebuah merek atau pengecer mengetahui bahwa suhu di area produksi terlalu tinggi atau membahayakan kesehatan pekerja, maka mereka wajib melakukan sesuatu berdasarkan peraturan baru ini," tambahnya.

Hal ini pun akan terkait dengan peraturan Uni Eropa (UE) yang baru membuat Inditex, H&M, dan Nike, harus bertanggung jawab secara hukum atas kondisi di pemasok mereka. Ini akan memberi tekanan untuk membantu mendanai perbaikan pabrik, seperti penyediaan pendingin, di tempat mereka memasok.

Peraturan UE itu terkait "Petunjuk Uji Tuntas Keberlanjutan Perusahaan" dan mulai berlaku Juli lalu. Khusus perusahaan besar, aturan juga akan menyeluruh di 2027.

Intinya harus ada perbaikan yang dilakukan untuk "mendinginkan pabrik". Ini dapat mencakup ventilasi yang lebih baik serta sistem pendinginan evaporatif air dan bukan pendingin udara yang boros energi dan mahal yang akan meningkatkan emisi karbon produsen.

"Mungkin beberapa pemilik pabrik bersedia melakukan investasi baru untuk mengatasi masalah tersebut. Apalagi tekanan panas berdampak signifikan terhadap produktivitas," ujarnya Judd lagi.

Panas ekstrem dan banjir dapat menghapus pendapatan ekspor pakaian jadi senilai US$65 miliar dari Bangladesh, Kamboja, Pakistan, dan Vietnam pada tahun 2030. Data itu mengacu pada penelitian dari manajer aset Schroders dan Global Labor Institute tahun lalu.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Alasan COP 29 Baku Azerbaikan Dinilai Sebagai Yang Terburuk

Next Article Jokowi Apresiasi Kemitraan Parlemen RI-Pasifik Hadapi Tantangan Global

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|