Terbengkalainya Museum Soeharto di TMII, Siapa yang Salah?

1 month ago 19

Jakarta, CNBC Indonesia - Perseteruan antara perusahaan asal Singapura, Mitora Pte. Ltd dengan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi (YPBP) milik Keluarga Cendana, terkait pengelolaan Museum Soeharto di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) semakin memanas.

Perkara yang melibatkan kedua kubu ini pun akhirnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (5/12/2024).

Agenda sidang kali ini berisi penyerahan bukti tambahan dan mendengarkan saksi-saksi termasuk ahli. Dalam sidang dengan nomor perkara 531/Pdt.Sus-Arb/2024/PN Jkt.Pst, Yayasan Purna Bhakti Pertiwi menghadirkan tiga saksi fakta dan ahli arbitrase.

Adapun tiga saksi yang dimaksud adalah Gatot Haryono selaku keponakan dari Dirjen Bea Cukai (1991-1998) Soehardjo Soebardi, Gunawan Wahyu Widodo selaku Kurator Museum Purna Bhakti Pertiwi serta Minang selaku Petugas Keamanan Museum Purna Bhakti Pertiwi.

Pada persidangan ini, Gunawan Wahyu Widodo selaku Kurator Museum Purna Bhakti Pertiwi berkata, bahwa sebelum adanya perjanjian kedua belah pihak, Museum dalam kondisi bagus.

"Sejak dibuka itu kondisinya 100% bagus, landscape bangunannya bagus, dalam perjalanannya ada penurunan. Selalu kebocoran, ada kendala karena bangunan yang dibangun unik berbentuk tumpeng perlu perawatan ekstra tinggi," terangnya kepada Hakim.

Gunawan yang bekerja sejak 1993 itu pun mengaku mengetahui kerjasama kedua belah pihak yang diteken April 2014.

"Perjanjian itu secara garis besar mereka (Mitora) akan melakukan revitalisasi bangunan museum dan yang disampaikan juga akan membangun super mall. Tapi sampai berakhirnya putusan hubungan tidak ada satupun bangunan yang dibangun," jelasnya.

Sementara saksi lainnya, Minang menyadari kondisi museum semakin memprihatinkan karena tidak terawat. Kondisi itu terjadi setelah adanya kerja sama dengan Mitora.

"Setahu saya dari 2014 sebelum ada kerja sama museum dibuka untuk umum, dibuka untuk pelajar. (Setelah ada kerja sama dengan Mitora) museum ditutup sampai saat ini tidak ada kunjungan dan terbengkalai," ungkap dia.

Seperti diketahui, sengketa ini berawal dari Perjanjian Kerja Sama antara Mitora Pte. Ltd. dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi yang dituangkan dalam Akta Notaris Nomor 13 tanggal 17 April 2014.

Pada kasus ini pihak Mitora sendiri mengklaim telah menjalankan kewajibannya sesuai perjanjian, termasuk menyusun master plan, melakukan presentasi proyek, dan mendanai operasional selama periode tertentu.

Namun dalam perjalanannya, Mitora diputus telah melakukan Cedera Janji (Wanprestasi) terhadap Perjanjian Kerjasama Nomor 13 tertanggal 7 April 2014 dan telah teregister di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan Nomor perkara: 47013/11/ARB-BANI/2024.

Kuasa hukum Mitora Pte. Ltd., OC Kaligis, pun menyatakan keberatan atas putusan Majelis Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) tersebut.

Sehingga Mitora resmi mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk membatalkan putusan BANI tersebut.

"Majelis Arbitrase menyatakan bahwa Mitora melakukan wanprestasi, padahal bukti-bukti menunjukkan Mitora telah beritikad baik dan melaksanakan tanggung jawabnya sejauh mungkin dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan Akta Notaris 2014," kata OC Kaligis beberapa waktu lalu.


(dpu/dpu)

Saksikan video di bawah ini:

Video: TMII Beri Tiket Gratis Peringati Sumpah Pemuda

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|