Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku usaha mengkhawatirkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk barang mewah bakal membuat masyarakat kelas menengah ke atas bakal berbondong-bondong belanja di luar negeri. Pasalnya kenaikan pajak itu membuat konsumen harus membayar produk dengan lebih mahal.
Belum lagi, barang-barang mewah yang cenderung impor juga sudah mahal harganya ketika dijual di Indonesia. Sebab, barang-barang tersebut dikenakan pajak, termasuk juga pajak tambahan berupa bea masuk tindakan pengamanan (BMTP). Akibatnya, kenaikan PPN jadi 12% di tahun 2025 nanti dikhawatirkan bakal menambah masalah baru. Tidak terkecuali bagi orang kaya di Indonesia.
"Kenaikan PPN itu membuat situasi semakin berat karena selama ini untuk impor barang mewah aja banyak persyaratannya kaya BMTP, safeguard," kata Sekretaris Jenderal Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) Haryanto Pratantara kepada CNBC Indonesia, Senin (9/12/2024).
"Barang mewah umumnya impor dengan BMTP, safeguard membuat barang dijual di Indonesia semakin mahal dan stok sulit didapat, ini menyebabkan orang tahan belanja dan mungkin ketika ke luar negeri akan shopping maksimal," tambahnya.
Sayangnya saat ini banyak pelaku usaha ritel di dalam negeri yang kesulitan mendapatkan produk mewah seperti tas dan produk lainnya. Jika usaha yang legal ini terus menerus kesulitan mendapatkan barang maka black market akan subur.
"Sedangkan kami sadar pemerintah memiliki keterbatasan dalam memberantas illegal impor sehingga impor ini makin sulit dikendalikan. Yang ilegal ngga bayar pajak, negara ngga dapat apa-apa, sehingga pengusaha legal yang bayar pajak justru penjualannya turun, kemudian ngga bisa ekspansi, bisa tutup toko dan pengurangan tenaga kerja," ucapnya.
Ia menjelaskan daya beli untuk kalangan menengah atas untuk barang mewah cukup kuat, namun kenaikan PPN membuat psikologi mereka akan tahan belanja. Di satu sisi, dengan kekuatan finansialnya memungkinkan mampu keluar negeri untuk membeli barang di luar negeri karena global brand di semua negara jauh lebih murah dari Indonesia.
"Penurunan penjualan barang mewah ini sudah terasa dampaknya sejak awal tahun, aturan impor sempat berubah-berubah sehingga ngga pasti suplai barang, stok terbatas karena sulit didapat, keterbaruan barang ketinggalan dibanding negara tetangga jadi orang Indonesia yang ke luar negeri beli disana," ujar Haryanto.
"Bisa jadi karena peritel banyak tahan ekspansi karena ngga punya barang, barang mewah ada kuota impor dimana ngga bisa impor sesuai kebutuhan untuk ekspansi bahkan untuk memenuhi kebutuhan toko yang ada pun keterbatasannya besar. Apalagi kalau lanjut terus bahkan toko yang ada pun kurang barang dan buat penurunan penjualan bahkan tutup toko. Ritel itu padat karya, penutupan toko bakal buat pengurangan tenaga kerja," sebut Haryanto.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: PPN 12% Untuk Barang Mewah, Pengusaha Pertanyakan Kriterianya!
Next Article Bos Ritel Wanti-Wanti Harga Produk Naik 5-10% Gegara PPN 12%