Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia berencana menambah porsi impor minyak dari Amerika Serikat (AS). Hal ini sebagai respons pemerintah terhadap perang tarif perdagangan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah AS.
Saat ini memang, nilai impor BBM Indonesia dari AS masih kecail atau hanya 4% dari nilai impor secara keseluruhan. Namun penambahan impor dari AS harus diwaspadai.
Gubernur Indonesia untuk OPEC (2015-2016) Widhyawan Prawiraatmadja mengingatkan, bahwa biaya yang akan dikeluarkan akan lebih besar dibandingkan jika melakukan impor dari negara-negara timur tengah.
Jarak antara Indonesia dengan AS terhitung jauh atau bisa mencapai 20 hari bila dibandingkan dengan jarak antara Indonesia dengan negara-negara timur tengah hanya memakan waktu hingga 10 hari.
"Jauh itu berarti kalau bawa dari sana ke sini tuh takes time. Jadi dua kali lebih panjang," ujarnya kepada CNBC Indonesia beberapa waktu yang lalu, dikutip Jumat (23/5/2025).
Dia menyebutkan jarak yang jauh tersebut nantinya juga akan menambah biaya yang harus dikeluarkan untuk transportasi.
"Artinya kan selain transportation cost-nya lebih tinggi, itu juga ada biaya persediaan yang kita harus sediakan. Karena yang tadinya cukup 10 hari, persediaannya ini harus 20 hari, karena waktunya agak lama," tutupnya.
Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri mengungkapkan bahwa setidaknya ada tiga hal yang diperhatikan oleh pihaknya sebelum menambah jumlah impor migas dari AS. Adapun hal ini harus dimitigasi dengan matang karena bisa berdampak pada ketahanan energi nasional.
"Dalam menindaklanjuti rencana peningkatan porsi impor migas dari AS ini tentu tidak lepas dari berbagai tantangan teknis dan resiko yang harus dipertimbangkan secara matang baik dari segi logistik dan distribusi, kesiapan infrastruktur hingga aspek keekonomian untuk mitigasi risiko yang dapat mengganggu ketahanan energi nasional," jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI, Jakarta, dikutip Jumat (23/5/2025).
Simon mengatakan bahwa jarak AS dengan Indonesia terpaut hingga 40 hari untuk bisa mengantar migas. Hal itu dinilai jauh lebih lama dibandingkan jika Indonesia mengimpor dari negara-negara Timur Tengah.
"Risiko utama adalah dari sisi jarak dan waktu pengiriman dari Amerika Serikat yang jauh lebih panjang yaitu sekitar 40 hari dibandingkan sumber pasokan dari Timur Tengah ataupun negara Asia," jelasnya.
Risiko lain adalah perihal kondisi cuaca yang dinilai bisa berdampak kepada ketahanan stok nasional.
"Karena itu, Pertamina saat ini sedang melakukan kajian komprehensif mencakup aspek teknis, komersial, dan risiko operasional untuk memastikan bahwa skenario peningkatan suplai dari Amerika Serikat dapat dilakukan secara efektif," tambahnya.
Maka, Pertamina menilai perlunya dukungan kebijakan dari pemerintah dalam bentuk payung hukum sebagai dasar pelaksanaan kerjasama suplai energi untuk RI.
"Komitmen kerjasama secara G2G antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Amerika Serikat akan memberikan kepastian politik dan regulasi dan selanjutnya dapat diturunkan ke dalam bentuk kerjasama bisnis to bisnis di level teknis dan operasional antar perusahaan," tutupnya.
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Kapal Latih Meksiko Tabrak Jembatan Brooklyn AS, 3 Orang Tewas
Next Article Impor Minyak Tembus 1 Juta Barel/Hari, RI Tekor Rp 500 Triliun