Jakarta, CNBC Indonesia - Maskapai Amerika Serikat (AS) Delta Air Lines menggugat perusahaan keamanan siber CrowdStrike atas kejadian gangguan teknologi global pada bulan Juli yang menyebabkan ribuan penerbangan terhenti.
Melansir The Wall Street Journal (WSJ), gugatan ini diajukan di pengadilan negara bagian Georgia, menuduh CrowdStrike lalai dan bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan, termasuk kehilangan pendapatan masa depan senilai US$ 500 juta atau sekitar Rp 7,8 triliun.
Dalam keterangannya, juru bicara Delta menyatakan bahwa CrowdStrike melakukan tindakan yang lalai dan disengaja, yang mengakibatkan gangguan global pada 19 Juli lalu, berdampak pada 8,5 juta komputer. Delta, yang berbasis di Atlanta, juga menuduh CrowdStrike melakukan penipuan, pelanggaran kontrak, dan praktik bisnis yang menipu serta tidak adil.
CrowdStrike menanggapi gugatan tersebut dengan menyatakan bahwa tuduhan Delta didasarkan pada informasi yang tidak benar. Menurut juru bicara CrowdStrike, Delta tidak memahami cara kerja keamanan siber modern dan berusaha mengalihkan kesalahan atas lambatnya pemulihan akibat infrastruktur IT mereka yang usang.
Pengajuan gugatan ini mengikuti perselisihan dan ancaman hukum yang terjadi selama berminggu-minggu antara Delta dan CrowdStrike. Delta menyatakan bahwa kerusakan pada sistem IT tersebut telah memengaruhi reputasinya sebagai maskapai yang andal dengan layanan premium.
Gangguan IT terjadi pada 19 Juli, menjelang akhir pekan tersibuk Delta di musim panas, di mana lebih dari 90% kursi maskapai terisi. Delta awalnya berusaha mempertahankan jadwal penerbangannya, memilih pendekatan yang lebih hati-hati dibandingkan langsung membatalkan lebih banyak penerbangan.
Sekitar 60% dari aplikasi utama Delta berbasis Windows, dan gangguan CrowdStrike menyebabkan aplikasi-aplikasi tersebut tidak berfungsi. Gangguan teknologi ini juga menghambat jadwal kru dan penempatan pesawat di seluruh jaringan Delta.
Masalah ini berlanjut selama beberapa hari, menyebabkan perlambatan operasional dan memindahkan ribuan pilot serta awak kabin Delta. Delta menyatakan bahwa bantuan dari CrowdStrike tidak cukup di awal kejadian, meskipun CrowdStrike mengklaim telah memberi peringatan teknis pada dini hari 19 Juli.
Selama lima hari setelah gangguan, Delta membatalkan 7.000 penerbangan, sedangkan maskapai lain dapat pulih lebih cepat. CrowdStrike mengklaim bahwa tanggung jawab mereka terbatas pada jumlah "satuan digit juta" sesuai dengan kontrak.
Pada Agustus, Microsoft menyebutkan bahwa teknologi Delta yang usang mungkin berkontribusi pada lambatnya pemulihan. Delta menyatakan bahwa kerusakan IT yang disebutnya sebagai "Pembaruan Rusak" dapat dicegah jika uji coba dilakukan pada satu komputer terlebih dahulu.
Dalam gugatannya, Delta juga menyebut penghargaan "Most Epic Fail" yang diterima Presiden CrowdStrike di sebuah konvensi peretas. Penghargaan ini digunakan Delta sebagai contoh bahwa CrowdStrike perlu "bertanggung jawab atas bencana yang telah mereka ciptakan."
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini: