Jakarta, CNBC Indonesia - Upaya pemerintah China untuk meningkatkan angka kelahiran disebut para analis belum dapat mengatasi alasan utama di balik fenomena anjloknya natalitas di Negeri Tirai Bambu. Hal ini setidaknya terlihat dari sejumlah fakta yang diungkap para pengamat, dikutip CNBC International, Selasa (12/11/2024).
Profesor madya Pusat Studi China di Universitas Sydney, Lauren Johnston, mengatakan kebijakan China sejauh ini lebih condong hanya "mendukung keluarga memiliki anak kedua atau ketiga dengan lebih mudah dan terjangkau". Bukan, ujarnya, mencoba mendorong lonjakan kelahiran yang lebih besar.
"Langkah-langkah terkini merupakan langkah kecil dalam agenda jangka panjang," tegasnya seperti dikutip CNBC International, Selasa (12/11/2024).
Pernyataan itu bukan tak berdasar. Pemerintah China bulan lalu mengumumkan rencana tingkat tinggi untuk subsidi dan keringanan pajak bagi rumah tangga dengan anak-anak di bawah usia 3 tahun.
Pemerintah juga memperpanjang cuti hamil menjadi 158 hari dari 98 hari. Tahun lalu, negara tersebut menggandakan keringanan pajak pengasuhan anak menjadi 2.000 yuan (Rp4,3 juta) per bulan.
Tapi secara fundamental, ini belum berhasil. Ekonom di Moody's Analytics, Harry Murphy Cruise, mengatakan efek kebijakan satu anak di jaman sebelumnya masih sangat terasa dan ini akhirnya mengubah persepsi kaum muda tentang membangun sebuah keluarga.
Ia menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat jadi faktor lain. Ini telah menyebabkan kaum muda meragukan atau menunda rencana untuk memulai sebuah keluarga. Kenyataan ini membuat
"Ini adalah tugas yang sangat sulit dan tidak ada solusi ajaib untuk meningkatkan angka fertilitas," kata Cruise.
Tekanan Kehidupan Kota dan Pengangguran
Kepala risiko negara APAC di BMI, Darren Tay, mengatakan jadwal kerja yang padat dan penuh tekanan di kota-kota besar cenderung menghambat pernikahan dan kelahiran. Ini mengurangi dampak dampak insentif yang dimaksudkan untuk mendorong kelahiran.
Persentase penduduk China yang berusia 20 hingga 39 tahun telah menurun. Hal itu mengindikasikan, ujar ekonom Nomura, akan lebih sedikit pernikahan di masa mendatang.
Ekonom pun percaya ini akan membuat lebih sedikit kelahiran selama beberapa tahun ke depan. Kecuali jika ada perubahan material dalam insentif bagi pasangan yang menikah.
Mereka memperkirakan bahwa pada pertemuan parlemen tahunan di bulan Maret, Beijing dapat mengumumkan pengeluaran tahunan hingga 500 miliar yuan (Rp1.092 triliun) untuk meningkatkan kelahiran.
Tingkat pengangguran kaum muda China- diukur dari mereka yang berusia 16 hingga 24 tahun dan tidak bersekolah- meningkat ke rekor tertinggi sebesar 18,8% pada Agustus. Angka tersebut sedikit menurun pada September.
"Masalahnya adalah orang-orang tidak memiliki keyakinan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri, apalagi memikirkan untuk memiliki cukup uang untuk membesarkan anak-anak," kata ekonom di Oxford Economics, Sheana Yue.
"Langkah-langkah yang sungguh-sungguh meningkatkan pendapatan dan meringankan biaya hidup rumah tangga akan sangat membantu dalam meningkatkan sentimen seputar persalinan di China," ujarnya lagi.
Sebeanrnya tahun ini, otoritas kesehatan nasional telah mencoba mendorong bisnis untuk mendukung cuti hamil dengan menekankan ketersediaan dana negara untuk membayar karyawan perempuan yang melahirkan. Namun efektifitasnya belum terlihat.
Kurangnya Insentif
Sementara itu, ekonom senior di Economic Intelligence Unit, Tianchen Xu, menunjukkan bahwa kebijakan sebelumnya untuk mendorong lebih banyak kelahiran tidak konsisten dan tidak memadai. Pasalnya itu tergantung pada keuangan pemerintah daerah dan kemauan untuk memprioritaskan langkah-langkah tersebut.
"Untuk membalikkan angka kelahiran yang menurun, China membutuhkan kombinasi insentif keuangan langsung yang kuat," kata Xu, khususnya subsidi dan tunjangan untuk perumahan.
"Tampaknya tidak ada insentif yang tepat yang ditujukan untuk meningkatkan angka kelahiran, sementara langkah-langkah tertentu bahkan dapat melanggar informasi yang dianggap pribadi oleh banyak masyarakat," jelasnua.
Misalnya, beberapa unggahan daring tahun ini mengklaim bahwa pekerja sosial lokal di China tanpa pandang bulu menelepon wanita untuk menanyakan apakah mereka hamil. Bahkan, menekan mereka untuk mengambil asam folat gratis.
Kebijakan terbaru pemerintah pusat menugaskan pemerintah daerah untuk menyiapkan anggaran bagi pusat penitipan anak umum dan melonggarkan batasan pinjaman perumahan bagi keluarga dengan lebih dari satu anak. Hal itu menyerahkan pelaksanaannya kepada pemerintah daerah, yang banyak di antaranya mengalami kesulitan keuangan.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Prabowo Bawa Oleh - Oleh Investasi Rp156 Triliun Dari China
Next Article Resesi Seks Bikin Ekonomi Negara Babak Belur, China Sudah Membuktikan