Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden AS terpilih Donald Trump mulai beda pendapat dengan rekan-rekannya di Partai Republik. Perbedaan itu merujuk pada nasib TikTok di AS.
Trump telah meminta Mahkamah Agung (MA) AS untuk menangguhkan aturan yang berpotensi memblokir TikTok secara permanen. Aturan itu diteken oleh Presiden AS Joe Biden karena kekhawatiran soal keamanan nasional.
Pasalnya, ByteDance yang merupakan induk TikTok berasal dari China. Pemerintah AS takut China bisa mengakses data warga AS dan melakukan eksploitasi yang berdampak bahaya.
Trump sendiri pada masa kepemimpinan sebelumnya pernah mengajukan pemblokiran terhadap TikTok, namun gagal. Kali ini, Trump terang-terangan membela TikTok pasca melakukan pertemuan dengan petinggi ByteDance dan TikTok.
Trump juga secara publik mengatakan TikTok memiliki jasa besar dalam kampanye Pilpres AS sehingga memungkinkan ia menang melawan Kamala Harris dari Partai Demokrat.
"Presiden Trump menentang pelarangan TikTok di AS pada saat ini, dan berupaya mencari solusi untuk menyelesaikan masalah yang ada melalui cara-cara politik begitu ia menjabat," tulis pengacara Trump, John Sauer dalam pengajuannya kepada hakim.
Namun, rekan-rekan Trump dari Partai Republik banyak yang tidak sependapat dan menilai aturan yang melarang TikTok penting untuk ditegakkan.
Pandangan-pandangan yang berbeda ini meningkatkan pertaruhan bagi MA, yang mayoritas berisi kubu konservatif dari Partai Demokrat dengan skala 6-3.
TikTok selama ini mengatakan aturan yang memaksa pihaknya lepas dari ByteDance atau diblokir permanen merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat 170 juta pengguna di AS yang diatur dalam Amandemen Pertama AS.
"Ini adalah kasus kebebasan berpendapat yang paling signifikan setidaknya dalam satu generasi," kata Timothy Edgar, mantan pejabat keamanan dan intelijen nasional AS yang pernah bekerja di pemerintahan kepresidenan Partai Republik dan Demokrat.
"Jika kita memperhitungkan ada 170 juta pengguna aktif TikTok setiap bulan di AS, maka volume kebebasan berpendapat yang terancam adalah yang terbesar dibandingkan kasus MA lainnya dalam sejarah AS," tambah Edgar, yang kini mengajar keamanan siber di Brown University dan bergabung dengan kubu pendukung TikTok dalam kasus ini.
Sebaliknya, banyak anggota parlemen dan pejabat Partai Republik yang mendesak pengadilan untuk mendukung pemerintahan Biden dalam pembelaannya terhadap tindakan tersebut.
Jaksa Agung Partai Republik dari 22 negara bagian mengajukan laporan singkat ke pengadilan yang tidak setuju dengan argumen TikTok dan meminta hakim untuk menegakkan undang-undang tersebut.
"Mengizinkan TikTok beroperasi di AS tanpa memutuskan hubungannya dengan Partai Komunis China akan membuat warga AS menghadapi risiko Partai Komunis China mengakses dan mengeksploitasi data mereka," tulis pejabat negara tersebut, yang dipimpin oleh Jaksa Agung Montana Austin Knudsen, dalam pernyataannya.
Montana mencoba melarang TikTok di tingkat negara bagian tetapi diblokir oleh pengadilan federal.
Mantan pemimpin Senat dari Partai Republik, Mitch McConnell, membandingkan litigasi TikTok dengan penjahat kelas kakap yang meminta "penundaan eksekusi".
Ketua panel Partai Republik dan anggota utama Dewan Perwakilan Rakyat AS dari Partai Demokrat yang fokus pada isu-isu China mendesak para hakim untuk menjunjung tinggi tindakan tersebut guna melindungi rakyat AS dari ancaman asing.
Pemerintahan Biden pada 3 Januari meminta para hakim untuk menolak permintaan Trump untuk menunda larangan tersebut.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bukalapak Tutup Lapak Jualan Online, Pertanda Apa?
Next Article TikTok Ditendang, Negara Ini Ikut AS Mau Blokir Permanen