Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Prabowo Subianto memulai perjalanan ke China dan Amerika Serikat (AS), Jumat (8/11/2024). Ini merupakan kunjungan pertamanya ke luar negeri setelah dilantik menjadi Presiden pada 20 Oktober lalu.
Beijing menjadi lokasi pertama lawatan Prabowo. Di Ibu Kota Negeri Tirai Bambu, Prabowo bertemu dengan Presiden Xi Jinping pada Sabtu (9/11/2024) malam. Selepas dari China, Prabowo bertolak ke Amerika Serikat (AS) atas undangan Presiden Joe Biden.
"Dari Beijing saya akan terbang langsung ke Washington, DC, atas undangan presiden AS. Kunjungan ini bertujuan untuk membina hubungan baik dengan semua pihak," kata Prabowo.
Lawatan Prabowo ini menjadi sorotan media AS, Voice of America (VOA). Media itu mengulas bagaimana hubungan Prabowo dengan Washington di bawah presiden terpilih Donald Trump, yang diketahui memiliki sejarah yang panas dengan China.
VOA awalnya mengulas prediksi hubungan AS-Indonesia. Diketahui, di Negeri Paman Sam, Calon Partai Republik Donald Trump telah resmi memenangkan pemilihan presiden (pilpres). VOA menyebut bahwa kepemimpinan Trump dapat dimanfaatkan oleh Prabowo untuk memperkuat hubungan kedua negara.
"Jakarta dapat melihat lebih banyak peluang untuk memperluas hubungan dengan Washington jika Prabowo berhasil menembus orang yang tepat untuk mendapatkan insentif yang tepat, mengingat sejarah Trump yang lebih mengandalkan koneksi pribadi daripada hubungan kelembagaan," tulis VOA dalam artikel berjudul Will Indonesia's Prabowo Move Closer to Trump, Xi or Both?, Senin (11/11/2024).
VOA kemudian menuliskan hubungan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan, dengan Adam Boehler, kepala US International Development Finance Corporation. Boehler diketahui merupakan mantan teman sekamar kuliah menantu Trump, Jared Kushner.
Selain melalui Luhut, Prabowo memanfaatkan koneksi antara para miliarder di lingkaran dalam Trump. Ini akan mencakup pendukung Trump yang paling kaya, Elon Musk, dan taipan media di Indonesia, Hary Tanoesoedibjo.
"Pemahaman positif Trump terhadap Indonesia harus dimaksimalkan untuk keuntungan ekonomi kedua negara, terutama kepentingan ekonomi Indonesia," kata Hary Tanoe.
Meski begitu, salah satu poin yang dapat menjadi ancaman bagi hubungan kedua negara adalah industri nikel. Hal ini disebabkan oleh dominasi perusahaan baterai mobil listrik (EV) asal China di Indonesia.
Ancaman akan timbul dari proyeksi bagaimana Trump akan menjatuhkan sanksi tambahan bagi produk asal China. Hal ini tentu akan berdampak bagi produk baterai nikel Indonesia yang akhirnya sulit bersaing di pasar AS.
"Anda mungkin melihat beberapa perubahan kalkulus ini selama pemerintahan Trump," kata Andreyka Natalegawa, rekan peneliti untuk Program Asia Tenggara di Pusat Studi Strategis dan Internasional.
"Kerja sama AS-Indonesia di bidang nikel di luar sana sebagai tujuan. Jika gagal membuahkan hasil, saya pikir itu bisa mengecewakan kedua belah pihak," timpal Ann Marie Murphy, peneliti senior di Weatherhead East Asian Institute di Universitas Columbia.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Prabowo-Xi Jinping 'Kopdar', RI-China Kian Mesra
Next Article Reaksi AS Soal Ledakan Pager - Ruang Manuver Fiskal Prabowo