Mengapa Israel-Hizbullah Bisa Gencatan Senjata Tapi Gaza Tidak?

2 months ago 17

Jakarta, CNBC Indonesia - Israel dan kelompok proksi Iran di Lebanon, Hizbullah, resmi melakukan gencatan senjata Rabu. Perjanjian damai sementara ini akan berlaku 60 hari hingga 26 November 2024.

Ini menjadi sebuah langkah baru yang bertujuan mengurangi ketegangan di Timur Tengah. Tentunya setelah lebih dari setahun menjadi hostpot konflik multifront.

Berdasarkan kesepakatan itu, Israel akan secara bertahap menarik pasukannya dari Lebanon. Sementara Hizbullah akan sepenuhnya mundur ke utara Sungai Litani.

Pasukan Lebanon akan dikerahkan dan mengendalikan Lebanon selatan yang menjadi pusara konflik Israel dan Hizbullah. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, salah satu inisiator, menyebut keduanya telah berjanji memenuhi kesepakatan.

Namun, apa arti gencatan senjata tersebut bagi pihak-pihak yang bertikai? Mengapa gencatan senjata bisa dilakukan Israel dan Hizbullah sementara Gaza tidak?

Merujuk laman The Conversation, ada sejumlah alasan mengapa gencatan senjata bisa terjadi saat ini. Alasan ini berbeda-beda baik dari Israel, Hizbullah sendiri, atau pihak-pihak lain yang terlibat tak langsung seperti Iran dan AS.

"Namun... waktu gencatan senjata ini adalah hasil dari konvergensi kepentingan antara pemerintah di Israel, Hizbullah sendiri, dan sponsor utamanya, Iran. Meski, semuanya karena alasan yang berbeda," kata pakar Lebanon dan konflik perbatasan di Timur Tengah, Asher Kaufman, ke laman itu, dikutip Kamis (28/11/2024).

Israel

Bagi Israel, ada masalah di dalam negeri. Pertama terkait Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Mereka disebut kelelahan setelah lebih dari setahun berperang.

Hal ini khususnya berlaku bagi para prajurit cadangan Israel, yang jumlahnya semakin banyak yang tidak masuk tugas. Masyarakat umum Israel juga lelah dengan konflik, dan mayoritas mendukung gencatan senjata dengan Hizbullah.

Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu juga memiliki masalah pula dalam pemerintahannya. Ia menghadapi tekanan dari mitra koalisi yang berkuasa yang ultra-Ortodoks untuk menyusun undang-undang yang membebaskan orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks dari wajib militer.

"Mengurangi kebutuhan akan personel aktif dengan menenangkan garis depan dengan Lebanon akan membantu dalam hal itu," kata Kaufman.

Lagipula, dari sudut pandang tentara Israel, Perang di Lebanon telah mencapai titik yang semakin tidak menguntungkan. Perang ini telah berhasil melemahkan posisi militer Hizbullah tetapi belum mampu memusnahkan kelompok militan tersebut sepenuhnya.

Orang-orang yang mengendarai kendaraan roda dua membawa bendera Hizbullah sambil memberi isyarat dengan tanda kemenangan, di pintu masuk pinggiran selatan Beirut, setelah gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hizbullah yang didukung Iran berlaku pada pukul 02.00 GMT pada hari Rabu setelah Presiden AS Joe Biden mengatakan kedua belah pihak menerima perjanjian yang ditengahi oleh Amerika Serikat dan Prancis, di Lebanon, 27 November 2024. (REUTERS/Thaier Al-Sudani)Foto: Orang-orang yang mengendarai kendaraan roda dua membawa bendera Hizbullah sambil memberi isyarat dengan tanda kemenangan, di pintu masuk pinggiran selatan Beirut, setelah gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hizbullah yang didukung Iran berlaku pada pukul 02.00 GMT pada hari Rabu setelah Presiden AS Joe Biden mengatakan kedua belah pihak menerima perjanjian yang ditengahi oleh Amerika Serikat dan Prancis, di Lebanon, 27 November 2024. (REUTERS/Thaier Al-Sudani)

Hizbullah

Hizbullah juga diyakini telah sangat lemah di Lebanon. Perang, menurut Kaufman, telah mengikis kemampuan militernya.

Hal ini terlihat saat Hizbullah mengiyakan gencatan senjata meski sebelumnya sangat keras berujar baru akan melaksanakannya jika serangan Israel terhadap Hamas di Gaza dihentikan. Hizbullah sendiri adalah sekutu dekat Hamas, yang sama-sama berada di "poro perlawanan".

Hizbullah dan faksi-faksi politik Lebanon lainnya juga menghadapi tekanan domestik yang kuat. Lebanon memiliki lebih dari 1 juta pengungsi akibat konflik tersebut di mana sebagian besar dari mereka adalah penganut Syiah, aliran yang dianut Hizbullah.

Kondisi di Lebanon telah meningkatkan risiko pertikaian sektarian antara Syiah dan faksi-faksi lain di negara tersebut. Bagi para pemimpin Hizbullah, waktunya mungkin tampak tepat untuk mengurangi kerugian mereka dan bersiap untuk berkumpul kembali sebagai badan politik dan militer.

Kendaraan melaju di dekat bangunan yang rusak di pinggiran selatan Beirut, setelah gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah berlaku, Lebanon 27 November 2024. (REUTERS/Mohamed Azakir)Foto: Kendaraan melaju di dekat bangunan yang rusak di pinggiran selatan Beirut, setelah gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah berlaku, Lebanon 27 November 2024. (REUTERS/Mohamed Azakir)

Iran

Sementara Iran, di satu sisi juga akan segera terpecah konsentrasinya seiring dengan kembalinya Donald Trump sebagai presiden AS. Trump diyakini akan semakin agresif ke Teheran, seperti maa pemerintahannya pertama 2017-2021.

Dengan presiden Iran yang baru terpilih, yang dianggap lebih moderat dari yang lain, dan pemerintahan AS yang baru, gencatan senjata antara proksi utama Iran dan Israel mungkin merupakan langkah tepat. Terutama sebagai langkah awal bagi Teheran untuk membangun "dialog yang konstruktif" dengan Gedung Putih Trump.

AS

Di sisi lain Kaufman juga menjelaskan keuntungannya untuk AS. Meski sangat mendukung Israel, AS menunjukkan bahwa negara itu masih berfungsi sebagai mediator yang efektif.

"Berkat AS, gencatan senjata dapat terjadi. Dan itu terjadi meskipun Washington jauh dari netral dalam konflik ini, karena menjadi sekutu utama Israel dan penyedia senjata utamanya," katanya.

Meski, peran A di Lebanon sesungguhnya tidak baru. Paman Sam pernah menjadi mediator dalam perjanjian penting tahun 2022 yang, untuk pertama kalinya, menetapkan batas maritim antara Israel dan Lebanon.

"Kesepakatan gencatan senjata menguntungkan pemerintahan AS yang sedang menjabat maupun yang baru menjabat," tambahnya.

"Bagi Presiden Joe Biden, ini akan menjadi keberhasilan diplomatik setelah setahun AS gagal memediasi terobosan apa pun dalam konflik di Gaza, dan ini merupakan kesempatan bagi Biden untuk mengakhiri masa jabatan kepresidenannya dengan catatan kebijakan luar negeri yang positif. Dari perspektif Trump, gencatan senjata di Lebanon akan menjadi satu masalah yang tidak perlu dihadapinya," tambahnya.

Lebanon

Untuk pemerintah Lebanon, gencatan senjata akan membuat negeri itu sedikit bernafas lega. Negara itu sudah berada dalam situasi ekonomi yang berbahaya sebelum perang, dan pertempuran selama berbulan-bulan hanya memperburuk krisis struktural, ekonomi, dan politik di negara itu.

"Ini adalah situasi yang sangat buruk," kata Kaufman.

"Lebih jauh, perang telah memicu kembali ketegangan sektarian di Lebanon, pembicaraan tentang kembalinya perang saudara di negara itu bukanlah hal yang mengada-ada," tambahnya.

Seorang wanita berdiri di atas reruntuhan bangunan yang rusak di pinggiran selatan Beirut, setelah gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hizbullah yang didukung Iran mulai berlaku pada pukul 02.00 GMT pada hari Rabu setelah Presiden AS Joe Biden mengatakan kedua belah pihak menerima perjanjian yang ditengahi oleh Amerika Serikat dan Prancis, di Lebanon, 27 November 2024. (REUTERS/Mohamed Azakir)Foto: Seorang wanita berdiri di atas reruntuhan bangunan yang rusak di pinggiran selatan Beirut, setelah gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hizbullah yang didukung Iran mulai berlaku pada pukul 02.00 GMT pada hari Rabu setelah Presiden AS Joe Biden mengatakan kedua belah pihak menerima perjanjian yang ditengahi oleh Amerika Serikat dan Prancis, di Lebanon, 27 November 2024. (REUTERS/Mohamed Azakir)

Gencatan Senjata Permanen?

Lalu apakah gencatan senjata ini bisa menjadi gencatan senjata permanen?

Kaufman mengatakan akan sulit gencatan senjata itu menjadi gencatan senjata permanen. Karena fakta bahwa tujuan politik fundamental Israel, Hizbullah, dan Iran tidak berubah dan konflik Israel-Palestina terus memburuk.

"Namun, saya berharap gencatan senjata dapat menghasilkan ketenangan dan stabilitas antara Israel dan Lebanon di masa mendatang," tambahnya.

"Rincian perjanjian gencatan senjata tidak jauh berbeda dari Resolusi PBB 1701 yang mengakhiri perang besar terakhir antara Israel dan Hizbullah pada tahun 2006. Perjanjian itu membawa ketenangan relatif ke wilayah tersebut selama 18 tahun, meskipun Hizbullah, yang didukung oleh Iran, menggunakan tahun-tahun tersebut untuk membangun kemampuan militernya dan mempersiapkan potensi invasi darat ke Israel utara," jelasnya lagi.

Mengapa Belum Ada Gencatan Senjata di Gaza?

Sementara itu, gencatan senjata di Lebanon tidak serta merta menjadi gencatan senjata di Gaza. Mengutip BBC, persoalan Gaza disebut berbeda, sehingga sulit mendapatkan damai.

"Perang di sana bukan hanya tentang keamanan perbatasan dan sandera Israel," tulis editor internasionalnya Jeremy Bowen dalam sebuah tulisan khusus.

"Ini juga tentang balas dendam, tentang kelangsungan hidup politik Benjamin Netanyahu, dan penolakan mutlak pemerintahnya terhadap aspirasi Palestina untuk merdeka," tegasnya lagi.

"Dalam konflik yang telah berlangsung lebih dari satu abad, baik orang Arab maupun Yahudi telah berulang kali memimpikan perdamaian melalui kemenangan militer. Setiap generasi telah mencoba dan gagal," tambahnya.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Israel & Lebanon Sepakat Gencatan Senjata 60 Hari

Next Article Hizbullah Menyerah? Setuju Gencatan Senjata dengan Israel

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|