Jakarta, CNBC Indonesia - Modus penipuan di WhatsApp kian mengkhawatirkan. Salah satu yang banyak ditemukan adalah penipuan gamifikasi lewat aplikasi pesan singkat atau disebut 'task scams'.
Komisi Perdagangan Federal (FTC) melaporkan pihaknya menerima sekitar 20.000 aduan terkait penipuan tersebut di paruh pertama 2024. Angka itu melonjak dari 5.000 aduan di 2023.
FTC mengatakan angka di lapangan kemungkinan besar jauh lebih banyak. Sebab tak semua korban penipu melakukan pelaporan.
Adapun kerugian yang dihimpun dari penipuan tersebut di paruh pertama 2024 senilai US$220 juta (Rp 3,5 triliun) atau naik lebih dari tiga kali lipat dibandingkan 2020-2023.
Secara singkat, penipu dengan modus task scams akan meminta korban melakukan pekerjaan mudah yang berulang, seperti memberikan 'like' pada sebuah video atau memberikan pemeringkatan alias 'rating' ke gambar sebuah produk.
Pekerjaan ini dilakukan di sebuah aplikasi atau platform online. Tujuannya menciptakan ilusi bahwa korban menyelesaikan pekerjaan dan akan mendapat komisi untuk setiap klik yang dikerjakan.
Biasanya pekerjaan ini ditawari melalui WhatsApp. Adapun satu set pekerjaan berkisar 40 kali like atau rating. Jika pekerjaan selesai, korban dijanjikan komisi dan potensi untuk mendapat pekerjaan dengan skala lebih besar.
Banyak korban mengatakan awalnya mereka benar-benar diberikan komisi. Dari situ, mereka menjadi percaya kepada penipu untuk melakukan pekerjaan lanjutan.
Nah, penipu lantas akan meminta korban memasukkan deposit dalam jumlah tertentu untuk mendapatkan pekerjaan lanjutan. Korban harus membayar deposit tersebut untuk mengakses penghasilan yang ditampilkan pada platform.
Namun, berapa pun penghasilan Anda yang ditunjukkan oleh platform, sebenarnya itu semua adalah tipuan. Uang deposit yang Anda berikan ke platform sepenuhnya menjadi milik penipu.
Ada beragam buaian yang akan disampaikan penipu untuk membuat korban terus-terusan diperas. Namun, biasanya mulanya berasal dari sebuah chat asing yang masuk ke WhatsApp.
Chat itu umumnya berisi ajakan untuk mendapat uang dari pekerjaan yang mudah. Kata kunci yang biasanya digunakan adalah 'promosi produk' dan 'optimasi aplikasi'.
Platform untuk melakukan pekerjaan mudah dan repetitif itu juga tampak meyakinkan. Saldo penghasilan bisa dicek, sehingga menciptakan ilusi bahwa korban benar-benar sedang mengumpulkan uang.
Umumnya, mata uang kripto dipilih oleh penipu untuk melancarkan aksi ini. Pembayaran kripto membantu memperluas penipuan ini.
FTC melaporkan hilangnya uang kripto senilai US$41 juta (Rp 658 miliar) di paruh pertama 2024 akibat penipuan ini. Angka itu naik dari US$21 juta sepanjang 2023.
"Saat ini banyak orang yang melaporkan kehilangan uang melalui task scams dengan menggunakan mata uang kripto ketimbang metode pembayaran lain," tertera pada laman resmi FTC, dikutip Selasa (17/12/2024).
Untuk menghindarinya, berikut langkah yang perlu Anda catat:
- Jangan pedulikan chat di WhatsApp atau platform pesan singkat lainnya terkait tawaran pekerjaan mudah dan berulang.
- Jangan pernah membayar orang lain untuk mendapat penghasilan. Penipu kerap meminta korban membayar jumlah tertentu sebelum menerima penghasilan. Ini adalah jebakan klasik yang perlu dihindari.
- Jangan percaya siapa pun jika mereka menawarkan bayaran untuk 'like' atau 'rate' sesuatu di platform online. Praktik tersebut ilegal dan tak ada perusahaan legal yang akan melakukannya.
Semoga informasi ini membantu!
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Salip iPhone 16, Samsung Galaxy S25 Rebut "Tiket Masuk" RI
Next Article Rekening Dikuras Habis, Ini Modus Penipuan Baru yang Banyak Korban