Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) telah berhasil menurunkan rasio kredit bermasalahnya atau non performing loan (NPL) menjadi 2,9% per September 2024 ini. Pada periode yang setahun sebelumnya, NPL BRI berada di posisi 3,07%.
Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan tingkat kelancaran para debitur yang menurun atau downgrade juga telah berkurang. Secara kuartalan atau quarter on quarter (qoq), jumlah kredit yang downgrade menjadi "kurang lancar" dan "macet" telah berkurang sekitar Rp750 miliar.
"Semula downgrade-nya itu Rp9,9 triliun tetapi di September ini sudah menurun yang downgrade, itu menjadi Rp9,2 triliun," ungkap Sunarso di segmen Money Talks Power Lunch CNBC Indonesia, Selasa (5/11/2024).
Ia kemudian mengungkapkan bagaimana bank pelat merah itu berhasil mengelola kualitas asetnya menjadi lebih baik. Menurut Sunarso, ada beberapa cara yang ditempuh BRI dalam menurunkan tingkat NPL dan downgrade portfolio kredit.
"Pertama, adalah di front end itu yang bagian pemasaran itu, kita tekankan untuk tetap menumbuhkan kredit tapi selektif dan kemudian kita perketat risk acceptance kriterianya dan juga proses underwriting-nya dengan penerapan prinsip-prinsip corporate governance yang lebih ketat," jelasnya.
Kemudian di bagian mid end, Sunarso menjelaskan portofolio kredit yang sudah di dalam neraaca BRI itu harus dipersiapkan agar kualitas kreditnya terjaga. Caranya, dengan memperkuat monitoring, meningkatkan risk awareness. Selain itu, secara periodik bank yang fokus pada pembiayaan UMKM itu melakukan stress testing guna mengetahui arah gejolak dari portolio kreditnya.
"Kalau mau buruk kita lakukan perbaikan-perbaikan, kalau memang mau baik bisa kita lanjutkan untuk tumbuh," ucap Sunarso.
Ia melanjutkan pada bagian back end, yakni pada portfolio kredit macet yang sudah tak bisa diselamatkan, akan dilakukan restrukturisasi.
"Kalau sudah nggak bisa dijaga, tetap jatuh, diapakan? Itu di back end yang ngurusin. Ya itu maka kemudian kita lakukan restrukrisasim bahkan kadang-kadang cenderung lebih ke pre-emptive gitu ya jadi kemudian kita lakukan early restrukturisasi," terang Sunarso.
Jika kredit yang sudah direstrukturisasi masih belum terpenuhi, ia mengatakan BRI akan mengakserasi proses recovery.
"Perlu saya tegaskan karena bisnis model di mikro terutama itu memang begitu. Jadi di bagian depan yang tadi saya katakan front end memang harus agresif mencari muatan gitu dan kemudian muatan itu dipilah di dalam, ada yang bisa ditahan dalam keadaan sehat gitu, dan itu tugasnya mid end," kata Sunarso.
"Tapi kemudian kalau yang nggak sehat dilempar ke belakang, di bagian back end, dan back end itu memang biasa melakukan restrukturisasi, kalau masih bisa punya harapan, dan kalau sudah tidak bisa diapakan-apakan lagi ya di write off."
Write off atau hapus buku kredit macet bakal dilakukan, namun penagihan tetap dilakukan. Sunarso mengatakan hasil dari penagihan itu adalah pendapatan dari recovery.
"Karena sebenarnya, itu uang kita yang sudah kita cadangkan dan kita tarik balik. Makanya dalam bentuk pendapatan dari recovery. Jadi bisnis model ini yang perlu dipahami oleh semua stakeholder, memang di mikro seperti itu," tandasnya.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: 9M-2024, BRI Sukses Cetak Laba Rp 45,36 Triliun
Next Article Video: Suku Bunga Tinggi BebaniUMKM, Ini 'Obat' Yang Dibutuhkan!