Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi perpolitikan Korea Selatan (Korsel) masih memanas. Partai oposisi utama di negeri itu menyatakan pihaknya akan mencoba lagi proses memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol setelah pria berumur 63 tahun itu mengumumkan darurat militer.
Pemakzulan baru ini terjadi setelah Sabtu (7/12/2024), Yoon Suk Yeol dapat menghindari dari pemakzulan pertamanya karena boikot dari partai pimpinannya Partai Kekuatan Rakyat (PPP). Hal tersebut membuat proses impeachment di mana parlemen menyampaikan mosi tidak percaya ke presiden gagal.
Situasi ini kemudian memperlihatkan banyak hal baru dari kehidupan sosial di Korsel, termasuk sederet persoalan yang selama ini tak banyak diketahui secara umum. Salah satunya generasi muda yang protes turun ke jalan hingga penggunaan light stick sebagai alat protes.
Gejolak politik di Korea Selatan membuka informasi baru atas masalah-masalah sosial yang selama ini dihadapi orang mudah Negeri K-Pop tersebut.
Milenial dan Gen Z Ambil Bagian dalam Aksi Protes
Kaum muda Korea, yang selama ini dianggap semakin acuh tak acuh terhadap politik, termasuk di antara mereka yang ikut memprotes pada 7 Desember ketika pemungutan suara pemakzulan diadakan di Majelis Nasional.
"Banyak hal telah berubah sejak deklarasi darurat militer Yoon Suk Yeol," ujar seorang mahasiswa Universitas Korea bernama Moon Seoung-gi, yang ikut serta dalam berbagai demonstrasi pada tanggal 4, 6 dan 7 Desember.
Moon, yang dulunya adalah orang yang tidur paling lambat sekitar tengah malam, mengatakan bahwa ia mencoba untuk memeriksa berita terbaru mengenai kekacauan darurat militer yang membuatnya tetap terjaga sampai jam 3 pagi.
Meskipun rutinitas harian barunya sedikit melelahkan, Moon percaya, itu adalah hal yang benar untuk dilakukan, menambahkan perubahan seperti itu dapat ditemukan di antara teman-teman dekatnya juga.
Setelah menyaksikan demonstrasi cahaya lilin untuk menyingkirkan presiden perempuan pertama negara itu, Park Geun-hye, pada tahun 2016, kaum muda Korea mulai mengambil sikap aktif terhadap isu-isu politik. Namun, dalam pemilihan presiden terakhir, jumlah pemilih berusia 19 hingga 29 tahun adalah yang terendah dari semua kelompok usia, yakni 70,9%.
Menurut Komisi Pemilihan Umum Nasional.Jumlah pemilih berusia 50-an, 60-an, dan 70-an masing-masing mencapai 81,4%, 88,2%, dan 89,2%. Namun, banyak kaum muda Korea yang ikut serta dalam aksi protes di jalan-jalan Seoul minggu lalu, terutama untuk menyerukan pemakzulan.
Kritikus politik Lee Jong-hoon mengatakan partisipasi politik anak muda Korea tersebut merupakan kemarahan mereka yang terpendam.
"Generasi milenial dan Gen Z menderita berbagai masalah, mulai dari konflik gender hingga melonjaknya harga sewa dan real estat, selama beberapa tahun terakhir. Dan deklarasi darurat militer Yoon memicu kemarahan mereka," kritikus tersebut mengatakan kepada Korea Herald.
Lee menjelaskan bahwa tingkat partisipasi politik terus menurun sejak deklarasi darurat militer pada tahun 1979 setelah Presiden Park Chung-hee dibunuh.
Light Stick K-pop Jadi Ikon Baru Protes Pemakzulan Yoon
Unjuk rasa menggunakan lagu, tarian, dan nyanyian sudah biasa dilakukan di Korea Selatan. Namun penggunaan light stick grup idol sebagai alat protes untuk pemakzulan Yoon merupakan hal baru.
Sebelumnya, unjuk rasa biasanya menggunakan lilin menjadi pusat perhatian dalam banyak aksi protes dan memainkan peran utama dalam demonstrasi hingga tahun 2016. Unjuk rasa dengan lilin bahkan berujung pada pemakzulan mantan Presiden Park Geun Hye.
Kim Do Heon, seorang kritikus musik yang berbasis di Seoul, menyebut light stick memiliki kelebihan karena lebih kokoh dibandingkan lilin.
"Light stick juga bersinar sangat terang dan hadir dalam ukuran yang mudah dibawa ke mana-mana," katanya, seperti dikutip Reuters.
Sementara Stephanie Choi, seorang peneliti di Universitas Negeri New York di Buffalo, mengatakan bahwa tongkat cahaya tersebut masih mencerminkan "kekuatan solidaritas sekaligus mempertahankan makna asli dari antikekerasan."
Dari remaja Korea ke orang dewasa: 'Lakukan apa yang kalian ajarkan kepada kami'
Foto: Penggemar boy band K-pop NCT memegang light stick saat menghadiri unjuk rasa yang menyerukan pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol. (REUTERS/KIM SOO-HYEON)
Penggemar boy band K-pop NCT memegang light stick saat menghadiri unjuk rasa yang menyerukan pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol. (REUTERS/KIM SOO-HYEON)
Hampir 50.000 Remaja Tandatangani Petisi Pemakzulan Yoon
Pada Selasa, mahasiswa dan aktivis muda berkumpul di Gwanghwamun Square di Seoul untuk menuntut pengunduran diri Presiden Yoon Suk Yeol, yang baru-baru ini mengumumkan darurat militer yang telah memicu kemarahan di seluruh negeri.
Membaca dari pernyataan bersama, para aktivis menyatakan, "Presiden Yoon Suk Yeol, yang mengancam kebebasan dan hak asasi manusia, harus segera mundur."
"Kami diajarkan di sekolah untuk menentang kediktatoran militer dan membela demokrasi, tetapi apa gunanya mempelajarinya jika kami tidak mempraktikkannya? Kami menolak untuk tinggal diam lagi," kata Kim Dong-hee, seorang aktivis muda dari Koalisi Gerakan Hak Asasi Manusia Pemuda 'Jieum'.
Mobilisasi pemuda yang belum pernah terjadi sebelumnya
Protes tersebut berpusat pada "Deklarasi Krisis Nasional," petisi akar rumput yang diluncurkan oleh Jieum dan Asunaro: Aksi untuk Hak Pemuda Korea. Kampanye tersebut, yang dimulai beberapa hari setelah pengumuman darurat militer Presiden Yoon pada tanggal 3 Desember, dengan cepat melampaui ekspektasi.
Lebih dari 52.000 orang menandatangani deklarasi tersebut, termasuk hampir 50.000 pemuda di bawah usia 19 tahun, serta 950 orang dewasa dan 123 kelompok advokasi. Penyelenggara awalnya hanya menargetkan 1.000 tanda tangan.
Tanda tangan mengalir dari seluruh negeri, dengan partisipasi yang sangat tinggi di Provinsi Gyeonggi (18.312), Seoul (8.529) dan Busan (3.025). Delapan dewan siswa sekolah, termasuk dari Sekolah Menengah Bundang di Gyeonggi dan Sekolah Menengah Putri Yonghwa, bergabung dalam upaya tersebut.
Kemarahan Aktivis Muda
Para aktivis menuduh Presiden Yoon berulang kali merongrong hak-hak pemuda Korea. Mereka mengutip contoh-contoh seperti penyensoran kartun satir siswa sekolah menengah yang dikenal sebagai "Kereta Yoon Suk Yeol," yang menyebabkan tekanan politik pada Badan Konten Manhwa Korea.
Keluhan utama lainnya adalah upaya Yoon untuk merevisi Undang-Undang Hak Siswa, sebuah langkah yang menurut para aktivis melemahkan perlindungan yang ada untuk kaum muda.
"Kebijakan Presiden Yoon telah secara langsung merugikan kaum muda," kata Soo-young, seorang aktivis berusia 18 tahun dari Asunaro. "Deklarasi darurat militernya adalah langkah terbaru dalam kampanye ketakutan yang telah menjungkirbalikkan hidup kita. Kami tidak menginginkan pemimpin yang menekan hak dan kebebasan kami."
Para aktivis tidak hanya menargetkan Presiden Yoon. Mereka juga mengkritik anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa yang menentang upaya untuk memakzulkannya.
Foto: Demonstran menghadiri aksi protes di luar gedung parlemen Korea Selatan (Korsel), saat sidang pleno untuk voting pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol digelar. Dalam aksinya, para demonstran menuntut Yoon untuk segera mundur dari jabatannya. (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)
Demonstran menghadiri aksi protes di luar gedung parlemen Korea Selatan (Korsel), saat sidang pleno untuk voting pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol digelar. Dalam aksinya, para demonstran menuntut Yoon untuk segera mundur dari jabatannya. (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Polemik Darurat Militer Korsel, Presiden Yoon Diminta Turun
Next Article Parlemen Korsel Serukan Pemakzulan Presiden Usai Geger Darurat Militer