Raksasa Otomotif Dunia Bertumbangan Picu Badai PHK, RI Tunggu Waktu?

2 months ago 17

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah raksasa pabrikan mobil dunia mengungkapkan rencana pemangkasan produksi hingga penutupan pabrik. Menyusul anjloknya penjualan, sehingga harus melakukan efisiensi untuk mencegah efek lebih buruk.

Diberitakan, 3 perusahaan otomotif Eropa yaitu Volkswagen (VW), Renault, dan Stellantis tengah putar otak menahan kinerja perusahaan agar tak makin jeblok.

Bahkan, Stellantis disebut bakal melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 1.100 karyawan di pabrik Jeep Gladiator di Toledo, Ohio, Amerika Serikat (AS). Hal itu sebagai upaya perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi inventaris di seluruh operasinya di Amerika Utara.

Kemudian, mengutip Reuters, Nissan Motor dikabarkan bakal memangkas 1.000 pekerjaan di Thailand atau memindahkannya pada pertengahan 2025. Ini menjadi bagian dari rencana pengurangan tenaga kerja global yang baru-baru ini diumumkan perusahaan asal Jepang tersebut.

Lalu bagaimana dengan kondisi industri otomotif RI?

Di tengah penjualan mobil di dalam negeri yang terus menyusut, bahkan diprediksi hanya menyentuh 850.000 unit sampai akhir tahun 2024 nanti. Jauh di bawah target awal yang dipatok 1,1 juta unit. Dan tahun 2023 yang mencapai

Dan tahun 2025, penjualan mobil nasional diprediksi bisa anjlok jadi hanya mampu laku 500.000-an unit. Jika pemerintah tetap memberlakukan PPN 12%, dan akibat adanya opsen pajak kendaraan bermotor yang berpotensi naik.

Meski, pemerintah juga tengah memberikan insentif pemutihan pajak kendaraan bermotor (PKB).

"Situasi kolapsnya Saab, MG di Eropa, GM di AS, dan nasib sama yang dialami pabrik-pabrik Suzuki dan Subaru serta Honda yang mengurangi kapasitas produksinya secara signifikan di Thailand seharusnya menjadi alarm bagi Indonesia untuk lebih berhati-hati mengambil kebijakan terkait industri otomotif," kata Pengamat Otomotif Yannes Martinus Pasaribu kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (28/11/2024).

Kondisi itu, ujarnya, adalah tanda jelas industri otomotif global tengah menghadapi tantangan yang sangat serius.

"Kenaikan biaya produksi tanpa kompensasi yang memadai dapat menyebabkan penurunan produksi, bahkan penutupan pabrik, yang berdampak negatif pada perekonomian secara keseluruhan, dimulai dari PHK massal dan seterusnya," sebut Yannes.

Menurutnya, kebijakan pemutihan PKB bukanlah jurus strategis yang dibutuhkan industri otomotif saat ini.

"Dengan kata lain, kenaikan PPN jadi 12% dan opsi pembebasan PKB ini bagaikan pisau bermata dua bagi industri otomotif. Di satu sisi, kebijakan ini diharapkan dapat merangsang penjualan. Namun di sisi lain, potensi dampak negatifnya terhadap daya beli konsumen dan daya saing industri tidak bisa dianggap remeh," jelasnya.

"Jika tidak diantisipasi dengan cermat, kebijakan ini justru bisa menjadi bumerang yang mengancam keberlangsungan industri otomotif dalam jangka panjang," cetusnya.

Yannes menjelaskan, kenaikan harga produksi akibat kenaikan PPN akan berimbas pada harga jual kendaraan. Dan kemudian akan mengurangi daya beli masyarakat.

Hal ini, ujarnya, ditambah dengan persaingan global yang semakin ketat, dapat memicu penurunan produksi dan bahkan penutupan pabrik.

"Akibatnya, bukan hanya industri otomotif yang terdampak, namun juga perekonomian nasional secara keseluruhan. Kita bisa lihat kasus sejenis yang terjadi pada industri tekstil indonesia," tukasnya.

"Bom Waktu" Skenario Terburuk Pasar Mobil RI

Karena itu, Yannes menambahkan, skenario Gaikindo yang memprediksi penjualan mobil nasional mulai tahun depan berpotensi hanya sekitar 500 ribu unit bukan tak mungkin terjadi.

"Prediksi Gaikindo mengenai penurunan drastis penjualan mobil di tahun 2025 akibat kenaikan PPN dan kebijakan opsen pajak memang patut menjadi perhatian serius," ucapnya.

"Skenario Gaikindo mungkin terjadi di tahun 2025 jika tidak ada upaya serius dari pemerintah dan industri otomotif untuk mengatasinyan. Tentunya untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, kita perlu memantau perkembangan situasi ekonomi dan kebijakan pemerintah secara terus-menerus," lanjutnya.

Sebelumnya, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara memperkirakan penurunan penjualan mobil nasional bisa seperti masa kelam pandemi. Kala itu penjualan mobil sangat jatuh.

"Kalau itu diberlakukan, pasti turunnya akan tajam. Pada tahun ini saja, kita sudah revisi target dari 1 juta unit ke 850 ribu unit. Kalau ada opsen pajak dan PPN 12 persen, bisa jadi kita akan sama dengan saat pandemi, yaitu sekitar 500 ribu," katanya dalam Forum Editor Otomotif dikutip Senin (25/11/2024).

"Kami telah melakukan simulasi, kenaikan 1 persen dari opsen pajak berpotensi menurunkan penjualan kendaraan sebesar 10 persen. Tren ini sama untuk kendaraan roda dua," ujar Kukuh.


(dce/dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: PPN 12% Berlaku, Harga Mobil Bakal Makin Mahal

Next Article Penjualan Mobil RI Bulan Juni Cuma Naik Tipis 2% Mepet ke 73.000 Unit

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|