Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) merupakan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Namun kegemilangan ekonomi Negeri Paman Sam ini tidak begitu nampak dari kesejahteraan warga.
Mengulas laporan Channel News Asia (CNA), banyak warga AS yang harus hidup dengan ancaman kehilangan tempat tinggalnya. Hal ini disebabkan meroketnya harga sewa maupun membeli sebuah properti.
Menurut angka dari National Association of Realtors, harga rumah rata-rata di AS telah meningkat sekitar 50% dalam lima tahun terakhir. Mereka juga menemukan bahwa properti kini sangat mahal, relatif terhadap gaji, sehingga seperempat warga menghabiskan lebih dari setengah pendapatan mereka hanya untuk rumah dan utilitas.
Di sisi lain, warga sewa telah meningkat 19% secara nasional dalam lima tahun terakhir. Para peneliti mengatakan sebanyak tujuh juta orang per tahun menghadapi penggusuran, sering kali karena mereka tidak mampu membayar sewa.
Fenomena serupa juga nampak dari penelitian Laboratorium Penggusuran di Universitas Princeton, yang menyebut beban perumahan ini telah berdampak pada 250.000 orang, yang akhirnya dalam posisi terancam menjadi gelandangan akibat tidak memiliki rumah..
"Kami melacak dan mengumpulkan data tentang penggusuran di seluruh negeri. Kami melakukannya karena pemerintah federal tidak, secara sistematis, mengumpulkan atau mengetahui jumlah penggusuran yang terjadi di seluruh negeri setiap tahun," kata spesialis penelitian senior lab tersebut, Jacob Haas, dikutip Senin (4/11/2024).
"Ini sedikit titik buta dalam dunia data. Kami tidak tahu berapa banyak keluarga yang harus mengungsi karena tidak mampu membeli rumah setiap tahunnya dari pasar sewa," tambahnya.
Susu Anak atau Rumah?
Saat ini, warga yang terancam dihadapkan pada situasi yang sulit untuk memilih makanan atau rumah. Salah satu warga AS yang merasakan hal ini adalah Zakiya Francis, yang berasal dari Baltimore.
Francis yang memiliki seorang putri berusia lima tahun dan seorang putra berusia delapan tahun, telah diusir dua kali tahun lalu. Keluarganya tinggal di mobilnya hingga mereka pindah ke apartemen mereka saat ini.
Ia kini dihadapkan dengan putusan lain karena gagal membayar sewa, dengan Pengadilan Distrik Maryland memberinya waktu hanya satu bulan untuk mencari pekerjaan dan mendapatkan bantuan sewa. Bila tidak mendapatkan pekerjaan, ia terancam tak memperoleh bantuan sewa.
"Meskipun saya mendapatkan pekerjaan bagus di masa lalu, saya kehilangan pekerjaan itu karena saya harus memprioritaskan pengasuhan anak daripada pekerjaan," ungkapnya.
Buang Air di Jalan-Terjerat Narkoba
Per tahun 2023, angka tunawisma mencapai 650 ribu jiwa. Selain di Baltimore, mereka terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Los Angeles dan Philadelphia dan tinggal tanpa sanitasi yang memadai, yang memaksa mereka terkadang buang air kecil dan besar di jalan.
Hal ini kemudian menimbulkan masalah baru seperti pencurian dan penyalahgunaan narkoba. Mengutip Spring Rescue Mission, sejumlah alasan warga AS menjadi tunawisma adalah kemiskinan, masalah mental, keluar dari tahanan polisi, dan juga kabur dari keluarga dan kerabat.
Untuk bertahan hidup, sejumlah tunawisma pun berupaya untuk melakukan sejumlah hal, salah satunya pencurian. Bulan lalu, kelompok tunawisma di Oakland, California, melakukan pencurian terhadap kabel listrik milik pemerintah, sementara kasus pencurian makanan di supermarket telah mengalami tren kenaikan di Negara Bagian Washington.
"Tidak banyak orang yang masuk, mengambil TV, dan berlari keluar pintu depan. Ini adalah jenis kejahatan yang sangat berbeda, yaitu orang-orang yang mencuri barang-barang habis pakai dan barang-barang yang berhubungan dengan anak-anak dan bayi," kata analis konsultan keamanan Aegis, Jeff Zisner, kepada Seattle Times.
Selain pemenuhan kebutuhan, narkoba juga menjadi salah satu faktor tingginya pencurian. Sejumlah tunawisma yang mengalami persoalan mental terus mencuri untuk dapat membeli barang haram seperti heroin dan kokain.
Mantan tunawisma pecandu narkoba, Jared Klickstein, menjelaskan bagaimana ia tinggal di wilayah hotspot tunawisma Los Angeles, Skid Row. Ia mengaku saat itu bekerja ilegal dengan upah hanya sebesar US$ 350, atau yang hari ini bernilai Rp 5,7 juta.
Uang ini sendiri menurutnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya akan narkoba. Akibatnya, ia terdorong untuk melakukan pencurian dengan mencuri di toko-toko kecil.
"Kebiasaan heroin dan kokain harian saya menghabiskan biaya ratusan dolar, yang terutama saya dukung melalui pengutilan profesional atau boosting," ujarnya kepada New York Post.
Janji Calon Presiden
Kondisi ini sendiri selalu menjadi perhatian dalam pemilihan presiden AS yang akan diadakan Selasa, 5 November 2024, besok .Baik Wakil Presiden Kamala Harris maupun mantan presiden Donald Trump telah berjanji untuk mengatasi melonjaknya biaya perumahan.
Harris, kandidat dari Partai Demokrat, telah berjanji untuk membangun 3 juta unit rumah terjangkau baru dan memberikan bantuan bagi pembeli baru untuk mendapatkan kredit uang muka jika ia memenangkan pemilihan.
Ia juga telah menjanjikan dana inovasi perumahan senilai US$ 40 miliar (Rp 144 triliun) untuk membantu pemerintah daerah membangun lebih banyak rumah terjangkau, menyederhanakan regulasi, dan memperluas bantuan sewa, di antara inisiatif lainnya.
Sementara itu, Trump dari Partai Republik telah berjanji untuk menurunkan inflasi dan melonggarkan suku bunga hipotek agar lebih banyak rumah dapat dibangun dengan biaya murah. Ia juga mengatakan kebijakan imigrasinya yang ketat akan meredakan permintaan perumahan.
Namun, para ahli telah memperingatkan bahwa beberapa kebijakan Trump, termasuk tarif, akan memperburuk inflasi.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Q3-2024, Ekonomi AS Melambat Lagi & Buat Pasar Kecewa
Next Article Riset: Harganya Tak Masuk Akal, Orang RI Sulit Punya Rumah