Diam-Diam Sudah 30 Pabrik Tekstil Tutup, Korban Lebih 11.200 Pekerja

1 month ago 15

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mengalami peningkatan selama periode triwulan III-2024. Bahkan, tumbuh lebih tinggi dari kinerja pertumbuhan ekonomi nasional triwulan III-2024 yang sebesar 4,95%.

Menurut BPS, sepanjang triwulan III tahun 2024 ini, industri tekstil dan pakaian jadi mampu tumbuh 7,43% secara tahunan (year on year/ YoY).

Data ini terungkap di tengah maraknya laporan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik tekstil di Tanah Air. Satu per satu, pabrik tekstil RI bertumbangan. Hingga dikhawatirkan, bukan tak mungkin, muncul ancaman Indonesia jadi pengimpor TPT.

Namun, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, dalam 2 tahun terakhir, sudah banyak pabrik tutup.

Dia pun menyebut, ada 30 pabrik bergerak di sektor TPT yang sudah tutup.

"Terbaru ada BUMN, PT Primissima, yang baru tutup kemarin. Jadi sudah ada 30 pabrik tutup, berhenti produksi. Ada memang yang merelokasi sebagian pabriknya," kata Redma kepada CNBC Indonesia, Rabu (6/11/2024).

Berikut daftar 10 dari 30 perusahaan TPT yang tutup-berhenti produksi sejak triwulan II tahun 2022, mengutip data APSyFI:

PT Lawe Adyaprima
PT Grand Pintalan
PT Centex-Spinning Mills
PT Damatex
PT Argo Pantes - Bekasi
PT Asia Citra Pratama
PT Kaho Apollo Utama
PT Mulia Cemerlang Abadi
PT Alenatex
PT Primissima

"Masih banyak industri yang terdampak namun tidak melaporkan," kata Redma.

Penutupan pabrik tersebut menyebabkan lebih dari 11.207 orang pekerja kehilangan pekerjaannya. Angka ini belum mencakup secara total keseluruhan PHK karena ada perusahaan yang jumlah PHK-nya tidak diketahui.

Berikut data detail (nama PT Primissima belum sempat tercatat):

Daftar Perusahaan TPT Tutup sejak Q3 Tahun 2022 hingga SekarangFoto: Daftar Perusahaan TPT Tutup sejak Q3 Tahun 2022 hingga Sekarang", (Dok. APSyFI)
Daftar Perusahaan TPT Tutup sejak Q3 Tahun 2022 hingga Sekarang", (Dok. APSyFI)

Kiamat Pabrik Tekstil di RI

Terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI) Benny Soetrisno mengusulkan 3 jurus utama yang dinilai strategis akan mencegah keruntuhan industri TPT nasional yang kini sudah sistemik.

Di mana, industri TPT yang tumbang tak lagi di hilir, tapi mulai menular ke pabrik yang semakin hulu.

Dia mengatakan, penyebab petaka sistemik yang terjadi di industri TPT nasional adalah membanjirnya barang-barang impor asal China, baik legal maupun ilegal.

"Produk hilir dibanjiri impor dari China, baik legal maupun ilegal. Sehingga industri hilir tekstil banyak yang tutup dan tidak membeli bahan baku dari industri hulu dalam negeri," kata Benny kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (5/11/2024).

"Kalau dibiarkan, akan tidak ada lagi industri TPT di negeri ini. Yang ada tinggal konsumen TPT," tukasnya.

Sebelumnya, mengutip catatan satu serikat pekerja saja, yaitu Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), sejak awal tahun hingga September 2024 sudah ada 15.114 orang pekerja yang jadi korban PHK di industri TPT nasional.

Mulai dari pabrik hilir hingga bahan baku seperti kain.

Ini belum termasuk pabrik lain yang PHK karena efisiensi atau tutup, yang dinyatakan pailit, atau tutup sementara, yang bukan tempat anggota KSPN bekerja.

Bukan Sunset Industry

Di sisi lain, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, industri tekstil nasional tidak sedang meredup atau sunset. Buktinya, kata dia, data terbaru BPS yang menunjukkan, subsektor industri tekstil dan pakaian jadi mengalami pertumbuhan 7,43% pada kuartal III-2024.

"Memang ini untuk membuktikan bahwa industri tekstil itu masih bergeliat dan juga memastikan sektor industri itu tidak ada yang namanya sunset," kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, dikutip Rabu, (6/11/2024).

Airlangga berkata selama manusia menggunakan pakaian maka industri ini akan tetap diperlukan. Terlebih, kata dia, saat ini pakaian bukan hanya soal kebutuhan, tapi gaya hidup.

Bahkan, imbuh dia, perusahaan tekstil asing bahkan berbondong-bondong ingin melakukan investasi di Indonesia. Baru-baru ini, kata dia, asosiasi tekstil asal Taiwan mempertimbangkan untuk membangun pabriknya di Indonesia.

"Karena selama manusia berpakaian apalagi menggunakan sepatu dan dulu kan sepatu dan pakaian itu merupakan kebutuhan, tetapi sekarang sudah menjadi lifestyle," ujar Airlangga.


(dce/dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Sritex Pailit, Nasib Industri Tekstil di Ujung Tanduk

Next Article Borok Menahun Industri Tekstil RI Ternyata Sudah Muncul Sejak 2010-an

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|