Inflasi AS Memanas Lagi, IHSG Langsung Loyo Lagi

1 week ago 10

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka volatil cenderung melemah pada awal perdagangan sesi I Kamis (14/11/2024), di tengah kembali memanasnya inflasi Amerika Serikat (AS) pada periode Oktober 2024. 

Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG dibuka turun tipis 0,09% ke posisi 7.302,08. Selang 36 menit setelah sesi I dibuka, koreksi IHSG sudah mencapai 0,45% menjadi 7.275,74. IHSG pun kembali menembus level psikologis 7.200.

Nilai transaksi indeks pada awal sesi I hari ini sekitar pukul 09:36 WIB sudah mencapai sekitar Rp 2,3 triliun dengan volume transaksi mencapai 6,2 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 275.789 kali.

Pergerakan IHSG pada hari ini cenderung akan diwarnai oleh sentimen inflasi AS yang kembali memanas pada bulan lalu, setelah dalam beberapa bulan terakhir melandai.

Indeks Harga Konsumen (IHK) AS kembali menanjak Oktober 2024, mencapai 2,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari 2,4% di bulan sebelumnya. Kenaikan ini adalah yang pertama dalam tujuh bulan terakhir karena sejak Maret-September 2024, inflasi terus melandai.

Inflasi inti mencapai 3,3% (yoy) pada Oktober atau sama dengan bulan sebelumnya.

Secara bulanan, inflasi umum mencapai 0,2% pada Oktober 2024 atau sama dengan September. Demikian juga dengan inflasi inti bulanan.

Kondisi ini diperparah oleh hasil pemilu AS yang dimenangkan oleh Donald Trump. Kebijakan perdagangan proteksionis dan tarif tinggi yang diusung Trump dipandang akan memicu tekanan inflasi lebih tinggi karena meningkatnya biaya impor.

Bagi Indonesia, kenaikan inflasi ini menjadi alarm bahaya. Jika inflasi AS terus menanjak naik maka peluang bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memangkas suku bunga secara agresif akan musnah. Kondisi ini bisa memicu capital outflow serta mengurangi ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas BI rate.

Tak hanya itu saja, masih perkasanya dolar AS dan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS juga turut membebani IHSG, membuat investor asing terus mencatatkan penjualan bersih (net sell) hingga kemarin.

Indeks dolar AS (DXY) ditutup di posisi 106,505. Posisi ini adalah yang tertinggi sejak 1 November 2023 atau lebih dari setahun terakhir.

Lonjakan indeks dolar menandai jika investor tengah memburu dolar kembali dan meninggalkan instrumen berdenominasi non-dolar.

Kondisi ini diperparah dengan melesatnya imbal hasil US Treasury. Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun melesat ke 4,43% pada perdagangan kemarin atau rekor tertinggi sejak 1 Juli 2024.

Dua kondisi di atas mencerminkan jika investor sudah berbondong-bondong ke pasar keuangan Negeri Paman Sam kembali sehingga instrumen investasi di negara berkembang seperti Indonesia ditinggal dan melemah.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: IPO Jumbo-Musim Dividen, Pendongkrak Transaksi BEI Akhir Tahun

Next Article Usai Libur Panjang IHSG Dibuka Galau, Bakal Merana atau Bangkit?

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|