Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menurunkan suku bunga pinjaman fintech peer to peer (P2P) lending untuk pembiayaan konsumtif menjadi 0,2% pada 2025. Meski demikian, wacana ini masih dalam proses pertimbangan.
Diketahui, Surat Edaran (SE) OJK 19/SEOJK.06/ 2023 menetapkan bahwa besaran bunga peer to peer lending (P2P) kini diatur OJK. Untuk pinjaman online (Pinjol) konsumtif, batasan ini untuk tenor pendanaan jangka pendek kurang dari 1 tahun, yaitu sebesar 0,3% per hari kalender dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pendanaan, yang berlaku selama satu tahun sejak 1 Januari 2024.
Di tahun berikutnya, akan mengecil menjadi 0,2% per hari kalender dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pendanaan, yang berlaku selama satu tahun sejak 1 Januari 2025. Lalu akan menjadi sebesar 0,1% per hari kalender dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pendanaan, yang berlaku sejak 1 Januari 2026.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengatakan implementasi pembatasan maksimum manfaat ekonomi terhadap industri fintech lending masih dilakukan pendalaman.
"Hal ini mempertimbangkan berbagai aspek antara lain kondisi makroekonomi, kinerja industri, dan pelindungan konsumen," ungkap Agusman dalam jawaban tertulis, dikutip Jumat, (11/10/2024).
Penahapan batasan manfaat ekonomi hingga 2026 sebagaimana diatur dalam SEOJK 19/2023 dilakukan agar Penyelenggara Lembaga Pembiayaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) dapat melakukan persiapan yang baik terhadap ekosistem dan infrastruktur yang dimiliki sehingga industri LPBBTI dapat terus tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.
Sesuai dengan SEOJK 19/2023 dimaksud penetapan batas maksimum manfaat ekonomi dapat dilakukan evaluasi secara berkala sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh OJK dengan mempertimbangkan antara lain kondisi perekonomian dan perkembangan industri LPBBTI.
Lebih jauh, industri fintech lending perlu didorong dengan peningkatan efisiensi operasional, teknologi, dan pengelolaan risiko untuk menghadapi penurunan suku bunga. Implikasinya, pembiayaan konsumtif dapat lebih terjangkau bagi konsumen, namun Penyelenggara LPBBTI perlu menjaga profitabilitas dan kualitas portofolio pendanaannya.
Selain itu, Agusman mengatakan industri bisa diuntungkan dengan adanya penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Hal ini berhubungan dengan peningkatan permintaan pembiayaan.
"Namun demikian, penyelenggara LPBBTI dan bank-bank yang menyalurkan lewat channeling, tetap harus berhati-hati dalam menilai risiko untuk menjaga kualitas portofolio pendanaan dan mengurangi risiko gagal bayar," imbuhnya.
Dari sisi kinerja, laba industri LPBBTI per Agustus 2024 meningkat dibandingkan dengan posisi bulan Juli 2024 menjadi sebesar Rp656,80 miliar. Peningkatan laba ini antara lain karena adanya peningkatan pendapatan operasional yang disertai dengan efisiensi dari beban operasional.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini: