NPL Turun, Bos BRI Ungkap Strategi Tingkatkan Kualitas Aset

1 month ago 16

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) berhasil menurunkan rasio kredit bermasalahnya atau Non Performing Loan (NPL) menjadi 2,90% per September 2024. Angka tersebut lebih baik dari pada periode yang sama tahun sebelumnya, di mana NPL BRI berada di posisi 3,07%.

Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan tingkat kelancaran para debitur yang menurun atau downgrade juga telah berkurang. Secara kuartalan atau quarter on quarter (qoq), jumlah kredit yang downgrade menjadi "kurang lancar" dan "macet" berkurang sekitar Rp 750 miliar.

Ia pun mengungkapkan strategi perseroan dalam mengelola kualitas asetnya menjadi lebih baik. Menurut Sunarso, ada beberapa cara yang ditempuh BRI dalam menurunkan tingkat NPL dan downgrade portfolio kredit.

"Pertama adalah di front end. Bagian pemasaran kita tekankan untuk tetap menumbuhkan kredit namun selektif dan kita perketat risk acceptance kriterianya dan proses underwriting-nya dengan penerapan prinsip-prinsip corporate governance yang lebih ketat," ungkap Sunarso dikutip Rabu (13/11/2024).

Kemudian di bagian mid end, Sunarso menjelaskan portofolio kredit dalam neraca BRI harus dipersiapkan agar kualitas kreditnya terjaga. Caranya, dengan memperkuat monitoring dan meningkatkan risk awareness.

Selain itu, secara periodik bank yang fokus pada pembiayaan UMKM itu melakukan stress testing guna mengetahui arah gejolak dari portolio kreditnya. Dia melanjutkan pada back end, yakni pada portfolio kredit macet yang sudah tak bisa diselamatkan, akan dilakukan restrukturisasi.

"Kalau sudah tidak bisa dijaga, tetap jatuh, diapakan? Hal itu di back end yang mengerjakan. Kemudian kita lakukan restrukrisasi, bahkan jika diperlukan kita lakukan early restrukturisasi," terang Sunarso.

Jika kredit yang sudah direstrukturisasi masih belum terpenuhi, ia mengatakan, BRI akan mengakserasi proses recovery.

"Hal ini menjadi bisnis model di segmen mikro. Jadi di front end memang harus agresif mencari muatan dan kemudian muatan itu dipilah. Ada yang bisa ditahan dalam keadaan sehat, dan itu tugasnya mid end," kata Sunarso.

"Tapi kemudian kalau yang nggak sehat dilempar ke belakang, di bagian back end, dan back end itu memang biasa melakukan restrukturisasi, kalau masih bisa punya harapan, dan kalau sudah tidak bisa diapakan-apakan lagi ya di write off," ungkapnya.

Menurut dia, write off atau hapus buku kredit macet bakal dilakukan, namun penagihan tetap dilakukan. Sunarso mengatakan hasil dari penagihan itu adalah pendapatan dari recovery.

"Karena sebenarnya, itu uang kita yang sudah kita cadangkan dan kita tarik balik. Makanya dalam bentuk pendapatan dari recovery. Jadi bisnis model ini yang perlu dipahami oleh semua stakeholder," tandasnya.


(dpu/dpu)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Kunci Sukses BRI Tekan Kredit Macet & Cetak Laba RP45,36 T

Next Article Tumbuh Selektif, BRI Cetak Laba Rp 29,9 Triliun di Semester I-2024

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|