Program Pemutihan Kredit UMKM Bikin Untung dan Kurangi Beban Bank BUMN

1 week ago 9

Jakarta, CNBC Indonesia - Penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan piutang macet UMKM, dinilai berdampak positif untuk kepentingan bank BUMN selaku pemberi pinjaman. Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan penghapusan utang UMKM harus dilakukan karena itu menjadi beban bagi bank BUMN.

"Karena dia akan membuat laporan keuangan neracanya bank itu jelek. Tingkat NPL-nya tinggi. Kondisi dari bank atau lembaga yang memberikan pinjaman menjadi jelek karena ada piutang yang macet. Nah ini untuk bank-bank yang terutama untuk BUMN ini beban," ujar Piter saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (13/11/2024).

Sementara bagi bank BUMN untuk melakukan hapus buku sangat sulit. Sebab ada ketentuan terkait kerugian negara yang harus dipatuhi. Maka, keberadaan PP ini memungkinkan bank-bank BUMN untuk "bersih-bersih" neraca keuangannya.

"Sesederhananya gini, itu [pemutihan] adalah keuntungan eksternalitas aja bagi si nasabah itu. Apa bener dia nggak bisa minjem lagi juga nggak tahu kita, kan. Tapi yang paling jelas adalah yang sekarang ini dapat manfaat dari ini adalah bank-bank bisa melakukan pembersihan terhadap laporan keuangan mereka," terang Piter.

"Ya, kalau kemudian UMKM-nya terbantu, ya itu berikutnya, manfaat berikutnya."

Secara terpisah, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) Sunarso mengatakan bahwa himpunan bank milik negara (himbara) pastinya mendukung PP tersebut. Bahkan, menurutnya memang himbara yang meminta untuk ada peraturan mengenai penghapusan utang UMKM.

"Hapus tagih ini pasti kita dukung. Himbara terutama pasti mendukung, karena ini sebenarnya kami memang yg minta dulu dan kemudian dipenuhi melalui UU P2SK. Terus UU P2SK belum operasional maka diperlukan turunannya untuk mengoperasionalkan itu dan itu lah yg sekarang ada PP ini, PP 47," ungkap Sunarso saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (13/11/2024).

Ia menyorot puluhan tahun yang lalu, bahkan saat dirinya masih kecil, ada berbagai program kredit. Seperti Kredit Candak Kulak (KCK), Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), dan lain sebagainya.

Untuk kredit-kredit yang macet, Sunarso mengatakan akan dilakukan penagihan secara maksimal. Sedangkan untuk kredit-kredit segmen korporasi dan menengah yang ukurannya besar, akan dilakukan restrukturisasi.

"Tetapi sebenarnya restrukturisasi kredit untuk mikro, untuk kredit kecil itu tidak dikenal di perbankan sebelum pandemi COVID-19," pungkas Bos BRI itu.

"Persoalannya, kredit-kredit yang lama itu sudah nggak mampu lagi bayar dan namanya masih daftar hitam. Maka orang-orang ini yang masih bisa berusaha nggak bisa akses kredit lagi, karena namanya terdaftar di blacklist SLIK. Banknya nagih nggak? Sebenarnya yang kayak gitu sudah tidak kita tagih tapi perlu penegasan bahwa ini boleh dihapus tagih dan dalam hapus tagih ini tidak merugikan negara".


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Saham BUMN Kompak Ambruk, Investor Tunggu Kepastian Danantara

Next Article Aturan Hapus Buku Kredit Macet UMKM Belum Rilis, OJK Bilang Begini

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|