Jakarta, CNBC Indonesia - Narasi pahlawan dalam benak masyarakat sering digambarkan hidup tanpa cela. Biasanya secara heroik diceritakan mereka berasal dari kalangan bawah lalu melakukan pertempuran dan menjadi pahlawan.
Faktanya, pahlawan tak juga luput dari perbuatan tercela. Salah satunya terjadi pada Imam Syafei atau Bang Pi'ie yang sebelum menjadi pahlawan menjalani pekerjaan sebagai preman.
Bang Pi'ie lahir pada bulan Agustus 1923. Sejak kecil, dia sangat nasionalis, anti-Belanda, dan peduli terhadap sesama pribumi yang menderita.
Tak seperti anak lain, Bang Pi'ie tumbuh besar di Pasar Senen dan sering mencuri sayuran. Pada masa kolonial, Senen merupakan sentra ekonomi di Batavia.
Di Senen, dia pernah mendirikan perkumpulan 4 Sen yang terdiri dari para pedagang, tukang becak, dan rakyat kecil lain. Maksud dari perkumpulan itu ialah untuk membuat para orang yang beraktivitas di pasar merasa aman dari kejahatan sebab semuanya sudah dikendalikan oleh Bang Pi'ie berkat mendapat uang 4 sen.
Titik balik Bang Pi'ie terjadi ketika dia membunuh jagoan Senen. Dari sini, dia pun sukses menjadi preman dan penguasa Senen. Tak ada orang berani mengusiknya. Sebab, jika berani, maka orang tersebut akan dihabisi oleh Bang Pi'ie yang punya kekuatan besar.
Singkat cerita, ketika Indonesia merdeka, Bang Pi'ie yang anti-Belanda ikut serta dalam gerakan pertempuran melawan Belanda. Bermodalkan kekuatan fisik dan keahliannya merekrut massa, dia ikut mengusir pasukan Belanda yang ingin menjajah kembali. Dia dan pasukannya lantas menamai Barisan Bambu Runcing dan kemudian berubah jadi Laskar Rakyat Jakarta.
Beberapa kali pula dia diajak oleh TNI untuk ikut di medan pertempuran Jakarta. Dan semuanya berhasil meraih kesuksesan. Singkat cerita, dari kesuksesan ini dia direkrut menjadi anggota resmi TNI. Sebelumnya, dia bergerak secara sukarela saja.
Ketika menjadi TNI, banyak pengikut Bang Pi'ie yang sama-sama preman kecewa karena ditolak masuk TNI. Alhasil, menurut paparan Robert Cribb dalam Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949 (2010), Bang Pi'ie mendirikan organisasi bernama Cobra.
Cobra berisikan para laskar, preman, dan bandit yang sebelumnya pengikut Bang Pi'ie. Mereka bertugas menjaga keamanan dan ketertiban wilayah Jakarta. Di pasar, misalnya, Cobra menjaga keamanan pasar sebab mereka mendapat upeti dari para pedagang.
Lalu saat ada demonstrasi, Cobra diturunkan meredam kerusuhan. Singkat cerita, semua ini membuat Bang Pi'ie disegani karena mampu mengendalikan ketertiban wilayah. Atas alasan ini, dia pun diangkat menjadi Menteri Urusan Keamanan Jakarta pada 1966.
Sekalipun Cobra sudah bubar pada 1959, pengaruh Bang Pi'ie masih kuat. Jika dia 'turun gunung', maka keadaan bisa berubah, entah itu kondusif atau rusuh. Pelantikannya menjadi menteri membuatnya tercatat sejarah sebagai menteri RI pertama berlatar preman.
Meski moncer, hidup Bang Pi'ie berakhir di jeruji besi. Presiden baru RI, yakni Soeharto, menjebloskannya ke penjara karena terlibat G30S/PKI. Dia pun berada di penjara selama 8 tahun, dari 1966-1975, sekalipun tak pernah ada bukti langsung keterlibatannya. Diduga penahanan didasari ketidaksukaan Soeharto ke Bang Pi'ie yang loyalis Soekarno.
Tak lama setelah keluar penjara, Bang Pi'ie wafat. Usai tiada nama Bang Pi'ie tenggelam dalam sejarah padahal dia pernah menjadi pahlawan yang berjuang mengusir Belanda meski berasal dari kelompok preman.
(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini: