Jakarta, CNBC Indonesia - Izin usaha PT Investree Radika Jaya (Investree) dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin (21/10) awal pekan ini. Bersamaan dengan itu, pendiri sekaligus CEO Adrian Gunadi dilaporkan kabur ke Doha, Qatar.
Menurut penuturannya saat dihubungi CNBC Indonesia melalui pesan singkat, ia tengah menunggu suntikan modal dari investor Qatar. Ia juga berjanji akan segera menyelesaikan masalah yang menimpa Investree.
Lantas, seperti apa akar masalah yang menimpa layanan fintech peer-to-peer (P2P) lending ini? Sebagai informasi, Investree sudah lama mengalami masalah dalam pemenuhan ekuitas minimum.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFLI), Entjik S. Djafar, mengatakan pelanggaran yang dilakukan Investree berkaitan dengan dugaan ada fraud di perusahaan, sesuai dengan siaran pers dari OJK.
"Tentunya akan memengaruhi kinerja dan struktur ekuitas pasti menjadi minus, sehingga tidak memenuhi peraturan OJK (POJK) yang sudah diatur tahun ini di angka Rp 7,5 miliar dan tahun depan harus di angka minimum Rp 12,5 miliar," kata Entjik dalam program CNBC Indonesa Profit, Rabu (23/10/2024).
"Nah, karena adanya kasus ini tentunya perusahaan ini menjadi rugi sehingga terus di ekuitasnya menjadi minus," ia menambahkan.
Lebih lanjut, Entjik mengatakan pelanggaran terhadap minimum ekuitas di Investri juga dipengaruhi pelanggaran-pelanggaran lain.
"Seperti pernyataan OJK bahwa adanya fraud yang berhubungan dengan pidana sehingga kita bisa tahu bahwa founder atau eks CEO-nya itu lagi dikejar sama OJK," ia menuturkan.
Dalam laman resminya, perusahaan telah menyalurkan pinjaman senilai Rp 14,53 triliun sejak berdiri. Sebanyak Rp 13,36 triliun di antaranya sudah lunas, sehingga outstanding pinjaman sebesar Rp 402,13 miliar. Tercatat, sebanyak 16,44% masuk dalam kategori wanprestasi dalam jangka waktu 90 hari (TWP90) atau macet.
Pencabutan izin usaha oleh OJK didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, Investree terbukti melanggar ekuitas minimum dan ketentuan lainnya sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
Kedua, OJK menilai kinerjanya memburuk dan mengganggu operasional dan pelayanan kepada masyarakat.
Pencabutan izin usaha Investree tertulis dalam Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 tanggal 21 Oktober 2024.
Dalam siaran pers yang diterima CNBC Indonesia, OJK menyatakan pencabutan izin usaha Investree adalah bagian dari upaya OJK untuk mewujudkan industri jasa keuangan yang sehat, penyelenggara layanan finansial yang berintegritas dan bertata kelola baik, serta menerapkan manajemen risiko yang memadai dalam rangka melindungi masyarakat.
Sebelum mencabut izin, OJK telah meminta pengurus dan pemegang saham Investree untuk melakukan pemenuhan kewajiban ekuitas minimum, mendapatkan strategic investor yang kredibel, dan upaya perbaikan kinerja serta pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk juga melakukan komunikasi dengan ultimate beneficial owner (UBO) Pemegang Saham Investree untuk melakukan hal-hal dimaksud.
OJK juga telah memberikan sanksi administratif secara bertahap, dari peringatan hingga pembatasan kegiatan usaha sebelum akhirnya memutuskan mencabut izin.
Selain pihak perusahaan, OJK juga mengambil tindakan kepada pihak terkait permasalahan dan kegagalan di Investree yaitu Adrian Ashartanto Gunadi. OJK menetapkan bahwa Adrian Gunadi dilarang menjadi pemegang saham di lembaga jasa keuangan.
OJK juga mengambil langkah pemblokiran rekening, penelusuran aset, dan berusaha memulangkan Adrian kembali ke Indonesia lewat kerja sama dengan penegak hukum.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini: