Jakarta, CNBC Indonesia - Mungkin Anda pernah mengalami kebelet kencing di waktu yang bersamaan dengan teman. Ternyata hal tersebut bukan suatu kebetulan dan merupakan fenomena sosial.
Penelitian baru mengungkap kebiasaan kebelet kencing dalam waktu yang sama ternyata merupakan fenomena yang disebut sebagai "buang air kecil yang menular."
Studi yang dilaporkan dalam jurnal Cell Press Current Biology itu mengambil sampel dari 20 simpanse yang tinggal di Suaka Kumamoto, Jepang.
Dari sampel tersebut terlihat bahwa ketika seekor simpanse buang air kecil, simpanse lainnya cenderung mengikuti.
"Pada manusia, buang air kecil bersama bisa dilihat sebagai fenomena sosial," kata Ena Onishi dari Universitas Kyoto, dikutip dari ScienceDaily, Selasa (21/1/2025).
"Sebuah pepatah Italia menyatakan, 'Siapa pun yang tidak buang air kecil bersama adalah pencuri atau mata-mata' (Chi non piscia in compagnia o è un ladro o è una spia), sementara dalam bahasa Jepang, buang air kecil bersama orang lain disebut sebagai 'Tsureshon'," lanjutnya menjelaskan.
Perilaku ini direpresentasikan dalam seni selama berabad-abad dan budaya dan terus muncul dalam konteks sosial modern. Penelitian mereka menunjukkan bahwa fenomena ini mungkin memiliki akar evolusi yang dalam.
Peneliti menemukan bahwa simpanse, kerabat terdekat manusia cenderung buang air kecil sebagai respons terhadap buang air kecil individu di dekatnya.
Para peneliti memutuskan untuk mempelajari perilaku ini setelah memperhatikan bahwa simpanse-simpanse di suaka tampaknya buang air kecil pada waktu yang hampir bersamaan.
Hal ini mengingatkan mereka pada perilaku manusia, dan mereka bertanya-tanya apakah perilaku ini bisa disamakan dengan menguap yang menular.
Untuk mengetahuinya, mereka mendokumentasikan perilaku buang air kecil pada simpanse Kumamoto selama lebih dari 600 jam, termasuk 1.328 kejadian buang air kecil.
Mereka menganalisis data pengamatan untuk melihat apakah buang air kecil di antara simpanse berlangsung dalam waktu yang bersamaan.
Kelompok peneliti itu juga mengeksplorasi apakah hal itu dipengaruhi oleh individu-individu di sekitarnya atau dibentuk oleh faktor sosial.
Bukti menunjukkan bahwa kejadian buang air kecil lebih tersinkronisasi selama pengamatan dibandingkan dengan yang diperkirakan jika simpanse hanya buang air kecil pada waktu yang acak satu sama lain.
Kemungkinan terjadinya penularan buang air kecil juga meningkat seiring dengan kedekatan fisik dengan urinoir awal.
Menariknya, individu dengan tingkat dominasi yang lebih rendah lebih mungkin buang air kecil ketika yang lain buang air kecil.
Temuan ini menunjukkan bahwa pola buang air kecil dipengaruhi oleh hierarki sosial, dengan kecenderungan perilaku "mengalir ke bawah" struktur dominasi.
"Kami terkejut saat mengetahui bahwa pola penularan dipengaruhi oleh peringkat sosial," kata Onishi.
"Karena tidak ada penelitian sebelumnya tentang buang air kecil yang menular pada spesies mana pun, kami menarik kesamaan dengan menguap yang menular, perilaku fisiologis semi-sukarela lainnya," imbuhnya.
Berdasarkan hal ini, peneliti awalnya menduga bahwa pengaruh sosial mungkin mirip dengan menguap, seperti penularan yang lebih kuat di antara pasangan yang memiliki kedekatan sosial.
Namun, hasil penelitian tidak menunjukkan adanya bukti pengaruh yang berkaitan dengan kedekatan sosial. Sebaliknya, mereka mengamati pengaruh yang jelas dari peringkat sosial, yakni individu dengan peringkat yang lebih rendah lebih cenderung mengikuti buang air kecil orang lain.
"Ini adalah hasil yang tidak terduga dan menarik, karena membuka berbagai kemungkinan interpretasi," kata Shinya Yamamoto, juga dari Universitas Kyoto.
"Misalnya, hal ini dapat mencerminkan peran dominan tersembunyi dalam menyelaraskan aktivitas kelompok, penguatan ikatan sosial, atau bias perhatian di antara individu yang berpangkat lebih rendah. Temuan ini menimbulkan pertanyaan menarik tentang fungsi sosial dari perilaku ini," jelasnya.
Studi mungkin memiliki implikasi penting untuk memahami dan mengeksplorasi peran perilaku dalam menjaga kohesi kelompok, memfasilitasi koordinasi, atau memperkuat ikatan sosial di dalam kelompok.
Penelitian ini mengungkapkan bagaimana perilaku yang tampaknya biasa dan penting ini mungkin memiliki signifikansi sosial yang terabaikan.
Para peneliti mengatakan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami fungsi dan mekanisme spesifik yang mendasari buang air kecil yang menular pada simpanse. Mereka juga ingin tahu apakah fenomena ini ada pada spesies lain.
(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Lompatan Teknologi 5G Menuju Generasi 6G, Indonesia Sudah Siap?
Next Article Video: Adopsi AI di Dunia Medis, RI Bakal Saingi Malaysia & Singapura